Pada 23 Januari 2014 silam, Josep Maria Bartomeu dilantik sebagai presiden baru klub Barcelona menggantikan Sandro Rosell yang mengundurkan diri lantaran kasus transfer Neymar.
Seperti diketahui, pada tahun 2013, Barcelona resmi meminang Neymar dari Santos. Pihak klub mengklaim biaya transfernya ada di kisaran 57 juta Euro. Namun pada kenyataannya, nominal perekrutan bintang sepakbola Brasil tersebut mencapai 90 juta Euro.
Tak ada janji muluk yang disebutkan Bartomeu saat menduduki posisi presiden klub. Ia cuma meyakinkan publik, terutama Barcelonistas, bahwa klub kesayangannya akan tetap kuat.
Hal itu memang tidak salah karena di musim 2014/2015, klub yang bermarkas di Stadion Camp Nou ini kembali merengkuh Treble Winners usai menjuarai La Liga Spanyol, Copa del Rey, dan Liga Champions di bawah asuhan Luis Enrique. Capaian itu sendiri dilengkapi titel Piala Super Eropa dan Piala Dunia Antarklub.
Musim-musim selanjutnya di bawah komando Bartomeu, setidaknya sampai 2019/2020, Blaugrana masih rajin mengangkat trofi.
Buktinya tersaji dengan hadirnya masing-masing tiga gelar La Liga dan Copa del Rey serta sepasang Piala Super Spanyol.
Akan tetapi, pamor sang presiden makin menurun seiring waktu. Banyak pihak yang menyebut bahwa Bartomeu justru tengah merusak Barcelona dari dalam karena kebijakan-kebijakan buruknya.
Sebagai contoh, klub yang berdiri tahun 1899 ini menjelma jadi kesebelasan dengan valuasi tertinggi di dunia dan punya pendapatan masif selama satu dekade terakhir.
Namun pendapatan yang besar itu nyaris habis karena pengeluaran yang sama tingginya dan mayoritas digunakan untuk membayar gaji pemain.
Sebelum dihantam pandemi Covid-19, segalanya tak terlalu terasa. Namun ketika pandemi Covid-19 menerpa dan bikin pemasukan seret, Barcelona seperti kapal yang oleng di tengah gelombang tinggi laut dan angin kencang. Akibatnya, klub terpaksa memotong gaji para pemain sampai 70 persen dan bikin seisi skuad meradang.
Bartomeu juga dikenal sebagai presiden klub dengan mulut pedas. Ia kerap berseteru dengan siapa saja, tak terkecuali pemain-pemain Barcelona, termasuk sang megabintang, Lionel Messi.
Beberapa kali Messi mengutarakan ketidaksetujuannya dengan langkah yang dibuat Bartomeu. Misalnya saja ketika melego Neymar ke Paris Saint-Germain (PSG) pada tahun 2017 lalu.
Hati sang megabintang kian gundah dan tak sejalan dengan sang presiden karena melepas salah seorang karibnya, Luis Suarez, ke Atletico Madrid secara gratis pada musim panas 2020 kemarin.
Jebloknya tata kelola Bartomeu sebagai presiden juga terlihat dengan mandeknya produktivitas akademi La Masia dalam menelurkan bakat-bakat hebat.
Selepas era Messi, Sergio Busquets, dan Pedro Rodriguez, jebolan akademi yang sanggup melesat di tim utama kian sedikit. Itu pun dengan performa yang angin-anginan.
Apesnya, keadaan tersebut diperparah dengan kebijakan transfer yang buruk. Berulangkali Barcelona era Bartomeu membeli pemain dengan harga mahal, berulangkali juga transfer itu tak membuahkan hasil.
Philippe Coutinho, Ousmane Dembele, Andre Gomes, Antoine Griezmann, Malcom, dan Nelson Semedo yang menghabiskan dana tak kurang dari 500 juta Euro dinilai sebagai pembelian gagal dan kesia-siaan belaka karena seluruh nama tersebut justru melempem saat mengenakan kostum Barcelona.
Kendati ‘cuma’ mengeluarkan duit 18 juta Euro, transfer Martin Braithwaite dari Leganes juga dianggap sebagai kepandiran pihak manajemen pimpinan Bartomeu.
Benar jika Braithwaite direkrut saat tim butuh striker tambahan karena Dembele yang cedera panjang.
Bahkan, transfer ini terjadi di luar bursa transfer setelah Barcelona mendapat izin khusus dari otoritas liga buat mendatangkan pemain baru. Sebuah bukti jika klub yang satu ini punya privilese tersendiri.
Meski demikian, keputusan memboyong pemain antah berantah seperti Braithwaite yang tak memiliki catatan gol eksepsional menjadi sesuatu yang terus dipertanyakan fans.
Mengapa mereka mau memboyongnya dengan banderol lumayan itu? Toh, sampai saat ini pun, sang pemain tetap terlihat semenjana sesuai kelasnya. Magis nomor punggung 9 pun seolah lenyap bersama lelaki asal Denmark tersebut.
Carut-marut yang ada di tubuh Barcelona akhirnya mendorong Bartomeu mengundurkan diri pada 27 Oktober 2020 lalu.
Tragisnya, ia mundur ketika klub mengalami dekadensi dan dipenuhi masalah sehingga tertatih-tatih dalam melangkah.
Akan tetapi, keterkaitannya dengan klub tak selesai sampai di situ. Dilansir oleh Cadena SAR, Bartomeu ditangkap pihak kepolisian Catalan pada 1 Maret 2021 waktu setempat. Ia didakwa terlibat skandal Barcagate yang mencuat sejak Februari 2020.
Kasus ini sendiri bermula dari langkah Bartomeu yang menyewa konsultan media, I3 Ventures, sejak tahun 2017.
Disinyalir, tugas dari I3 Ventures adalah menyerang pihak-pihak yang tak sejalan dengan Bartomeu, termasuk orang-orang di tubuh Barcelona sendiri seperti dua pilar andalan, Messi dan Pique.
Setoran yang dibayarkan kepada I3 Ventures jumlahnya digelembungkan. Kian menyedihkan, dana pembayaran seluruhnya berasal dari kas klub!
Bartomeu bermain cantik dengan memecah-mecah tagihan tersebut (dalam kisaran 200 ribu Euro) agar pengeluaran tersebut tidak memerlukan izin dewan direksi. Namun dari penelusuran pihak kepolisian Catalan, semua pembayaran itu tertuju kepada satu orang yakni Carlos Ibanez, bos I3 Ventures.
Apa yang dilakukan Bartomeu memang mengejutkan. Demi melanggengkan kekuasaannya, ia rela membayar pihak-pihak tertentu guna membungkam mereka yang tak sejalan lewat media.
Publik pun bertanya-tanya, praktik semacam ini sudah dilakukan presiden-presiden Barcelona sebelumnya yang terpilih via pemilihan umum atau tidak. Apakah Bartomeu adalah pionirnya?
Barcelona punya moto mes que un club yang berarti lebih dari sekadar klub. Suatu hal yang selalu mereka banggakan hingga kini.
Namun pada titik ini, Bartomeu tampaknya ingin meminjam moto klub tersebut dengan menahbiskan dirinya sebagai mes que un president.
Ya, Bartomeu bukan sekadar presiden klub bagi Barcelona. Pria berkacamata ini adalah penjahat cerdas yang lihai mengelabui siapa saja, termasuk seluruh elemen yang ada di tubuh Blaugrana selama ia menjabat.
Gara-gara kelakuan sang mantan presiden yang dijuluki Nobita (tokoh dalam serial anime Doraemon), nama Barcelona sebagai kesebelasan top Eropa dan dunia ikut tercoreng.