Bagi kalangan orang tua di Indonesia ungkapan Shakespeare “Apalah Arti Sebuah Nama” kalah populer oleh “Sebab Nama Adalah Doa”. Bisa dibilang para orang tua di Indonesia sangat kreatif memberikan nama kepada anaknya.
Era keemasan klan Maldini di Italia diabadikan oleh orang tua Maldini Pali yang mencantumkan klan Maldini di nama anaknya, begitu juga orang tua Gian Zola. Lewat nama yang diberikan ini Maldini Pali dan Gian Zola kini menjadi pesepakbola profesional dan bermain di Liga 1, kompetisi sepakbola tertinggi saat ini.
Hendra Pandeynuwu salah satu kiper legenda bagi warga Manado dan Persmin Minahasa di era ligina memberi nama anak sulungnya Gianluca Claudio Pandeynuwu.
Nama yang dipenggal dari nama Gianluca Pagliuca dan Claudio Taffarel, dua kiper yang berhadapan saat final Piala Dunia 1994 di Amerika Serikat yang dimenangkan oleh Taffarel bersama Brasil.
Sang adik bernama Angelo Reginaldo Peruzzi Pandeynuwu, terinspirasi dari nama Angelo Peruzzi, kiper tambun legenda Juventus.
Kini Gianluca Claudio Pandeynuwu penjaga gawang kelahiran Tomohon 09 November 1997 tumbuh menjadi kiper muda yang mulai mengawali karier profesional, menjadi benteng terakhir Askar Bertuah PSPS Riau di kompetisi kasta dua Grup 1 Zona Sumatera, grup yang tergolong sangat kompetitif, diisi oleh klub dengan nama besar seperti PSMS Medan dan Persiraja Banda Aceh.
Kemenangan penting berhasil dicuri oleh PSPS Riau di kandang PSMS Medan dengan skor 1-3. Gianluca Claudio Pandeynuwu mengawal gawang PSPS sepanjang pertandingan. Menjadi menarik mengetahui kisah Gianluca Pandeynuwu yang melintasi dua pulau besar sebelum bermain untuk PSPS Riau.
Memilih posisi penjaga gawang mengikuti jejak sang bapak adalah pilihan bagi Gianluca, karena begitu seringnya ikut bersama rombongan Persmin saat menjalani laga kandang ataupun tandang dan melihat sang bapak bertanding.
Punya massa tubuh yang lebih di antara anak seumuran Gianluca waktu itu membuatnya dipasang di posisi penjaga gawang, posisi buangan sewaktu kita kecil bila tidak cukup bagus bermain sebagai gelandang atau penyerang.
Hobi yang sejak kecil ini terbawa hingga masa remaja Gianluca Pandeynuwu. Dukungan dari kedua orang tua begitu besar telah mengorbankan banyak hal.
Pilihan menjadi pesepakbola bagi Gianluca adalah cara menjawab tanggung jawab yang diberikan oleh sang bapak. Saat itu Gianluca disuruh memilih antara menapaki karier profesional sebagai atlet sepakbola atau menapaki banyaknya pilihan mencapai cita-cita dari bangku sekolah.
Keberanian orang tua Gianluca saat itu sedikit ekstrim di tengah tidak menentunya pengelolaan persepakbolaan dari tingkat organisasi, pembinaan usia muda, kompetisi bubar, hingga sanksi dari FIFA.
Mayoritas anak muda Manado saat itu memilih untuk cukup puas dengan berkompetisi di tingkat lokal, tidak adanya klub dari Sulawesi Utara yang bermain di kasta tinggi semakin menipiskan harapan banyak anak muda Manado untuk menjadi pewaris era Alen Mandey dan Francis Wewengkang.
Gianluca dengan pilihannya untuk menjadi penjaga gawang hingga di tingkat tertinggi, juga nyaris putus asa pasca tidak jelasnya nasib pesepakbola di Manado.
Gianluca berhasil menjadi juara LPI dan juara Piala Suratin di tahun 2014 se-Sulawesi Utara. Kompleksnya masalah pembinaan sepakbola di Sulut waktu itu membuat juara Suratin tingkat Sulawesi Utara tidak bisa berpartisipasi di tingkat selanjutnya.
“Kalau mau maju harus keluar dari zona nyaman,” kata Gianluca. Hal ini bukan hanya sebatas slogan biar terlihat lain dari orang kebanyakan. Gianluca tidak ingin mengikuti rekan seusianya yang banting setir melakukan hal yang dianggap lebih realistis bagi kehidupan.
Gianluca memilih merantau ke Pulau Kalimantan untuk mengikuti trial di klub Borneo FC U21 bersama tiga orang sekampungnya, Wahyudi Hamisi, Avioler Makatindu, dan Valdi Djafar.
Nabil Husein pemilik Borneo FC adalah mesias bagi keempat pemain belia Sulawesi Utara. Klub membuka pintu lebar-lebar, memberi perhatian dan mendidik para talenta muda asal Sulut ini.
Kedua orang tua Gianluca begitu percaya kepada manajemen klub Borneo FC dalam membina para pemain muda. Hanya satu tahun berada di tim U21, Gianluca langsung menembus skuat senior dan meneken kontrak profesionalnya pertama kali.
Setelah tembus skuat senior pada tahun 2015, kabar kompetisi dihentikan benar adanya, Gianluca harus menahan hasratnya bermain bersama tim senior menjalani kompetisi panjang.
“Tak ada liga, tarkam pun jadi,” (terpaksa) dijalani Gianluca untuk mengisi kekosongan kompetisi, Hendra Pandeynuwu, sang ayah menarik kembali himbauan keras yang seringkali dipesankan kepada Gianluca agar tidak bermain di kompetisi yang tidak resmi.
Turnamen Tarkam yang waktu itu tumbuh seperti jamur membawa Gianluca tampil bersama Nahusam, klub yang juga dimanajeri oleh Nabil Husein di Liga Ramadhan, turnamen rutin tahunan setiap bulan Ramadhan di kota Makassar.
Bergulirnya Liga 1 (yang dianggap) sebagai kompetisi dengan suasana yang lebih kompetitif dan (tentu saja) lebih sehat, hal yang begitu dinanti oleh setiap pemain, termasuk bagi Gianluca.
Pertimbangan manajemen dan staf kepelatihan Borneo FC memberi ruang untuk Gianluca menambah menit bermainnya dengan dipinjamkan ke PSPS Riau di Liga 2.
Gianluca menjadi pemain termuda yang menghuni skuat PSPS dengan usia 19 tahun lebih 10 bulan. Pelatih Marwal Iskandar memberikan kepercayaan kepada Gianluca dengan bermain regular sebagai starter. PSPS saat ini menjadi pemimpin klasemen dengan 22 poin, posisi yang membuat peluang untuk melaju ke babak 16 besar semakin terbuka.
📷 Keperkasaan PSPS atas Tuan Rumah PSMS Medan di Stadion Teladan Medan. Rabu (23/8) pagi. #PSPS pic.twitter.com/fomJtzoQAo
— PSPS Riau (@PSPSFOREVER) August 23, 2017
Dukungan penuh dari kedua orang tua kepada Gianluca dan kedua adiknya untuk memilih jalan hidup sebagai olahragawan bisa dibilang keberanian yang tidak semua orang tua bisa memilih hal ini.
Sang ibu kini mendampingi dua adik Gianluca di Kota Bogor. Angelo Reginaldo Peruzzi Pandeynuwu masih terus berlatih bersama tim sepakbola pelajar dan Michelle Maryam Pandeynuwu memilih olahraga bulutangkis dan saat ini berlatih secara rutin sebagai pebulutangkis binaan Exist Badminton Club.
Gagal lolos saat seleksi timnas sebanyak dua kali di kategori U17 dan U19 bukan akhir bagi Gianluca. Dengan membawa PSPS Riau promosi ke Liga 1 adalah jalan pembuka bagi Gianluca untuk merebut tempat utama di skuat Borneo FC untuk Liga 1 musim depan, dan menjadi pelanjut kejayaan orang Manado di bawah mistar gawang yang sebelumnya diisi oleh Jendri Pitoy.