Belgia dan Kesempatan Terakhir Generasi Emasnya

Piala Eropa 2020 sudah memasuki fase gugur. Enam belas negara tersisa pasti siap berjuang hingga titik darah penghabisan guna meraih titel juara. Salah satunya tentulah Belgia.

Jujur saja, membicarakan peluang dalam sepakbola itu selalu menyenangkan. Dunia seakan terbelah ke dalam dua arus besar jika terkait hal itu. Satu tentang sisi matematis yang kaku, satu lagi tentang keajaiban-keajaiban yang sering tak bisa dijangkau nalar, apalagi angka-angka.

Bicara tentang peluang, maka pantas rasanya untuk mendekatkan diri dengan Belgia. Apalagi negara yang satu ini sedang ada dalam performa terbaiknya dalam kurun satu dekade terakhir.

Mesti diakui bahwa materi pemain Belgia saat ini begitu eksepsional. Mereka punya Toby Alderweireld, Kevin De Bruyne, Eden Hazard, Romelu Lukaku, Dries Mertens, sampai Jan Vertonghen.

Nama-nama di atas juga yang disebut media sebagai generasi emas Belgia. Bersama mereka, rapor Belgia membaik saat tampil di turnamen mayor, baik Piala Dunia maupun Piala Eropa. Padahal De Rode Duivels sempat absen dari kejuaraan level atas sejak 2003 sampai 2013.

Dalam rangking FIFA, Belgia bahkan duduk di posisi pertama. Mereka mengungguli Prancis yang menjadi juara Piala Dunia 2018 lalu. Apakah Belgia adalah kesebelasan terbaik di dunia?

Bisa saja kita katakan iya. Namun hal itu bakal menimbulkan logical fallacy, apalagi kalau banyak dari kita yang menumpukan penilaian terhadap gelar. Lukaku dan kawan-kawan, sampai hari ini memang belum mampu menjuarai apapun.

Gelar Bersama Generasi Emas

Bermodal skuad mentereng, Belgia jelas difavoritkan untuk melaju sejauh mungkin di Piala Eropa 2020. Posisi mereka sejajar dengan tim-tim langganan juara seperti Italia, Jerman, Prancis, Portugal, dan Spanyol.

Oleh karena itulah, Roberto Martinez, sang pelatih, enggan kehilangan momentum. Bisa dikatakan, Piala Eropa 2020 adalah kesempatan terakhir generasi emas Belgia meraih trofi mayor.

Pasalnya, mayoritas dari mereka sudah berusia 30 tahun ke atas. Alderweireld, Mertens, dan Vertonghen adalah contohnya. Sementara anggota lainnya ada di kisaran usia 28-30 tahun. Misalnya, Thibaut Courtois, De Bruyne, Hazard, dan Lukaku.

Martinez sendiri tak melakukan banyak perubahan signifikan di tubuh tim. Ia masih menumpukan semuanya pada anggota generasi emas. Kalaupun ada nama lain yang melejit, jumlahnya bisa dihitung dengan jari.

BACA JUGA:  Persaingan Penyerang Elite di Tanah Inggris

Antara lain Timothy Castagne, Leander Dendoncker, Jeremy Doku, Youri Tielemans, dan Leandro Trossard. Doku bahkan tercatat sebagai satu-satunya pemain di bawah usia 20 tahun yang dimasukkan Martinez ke skuad De Rode Duivels di Piala Eropa 2020.

Maka dari itu, Piala Eropa 2020 jadi kesempatan terakhir bagi generasi emas untuk bermain bersama secara utuh. Wajar pula jika ambisi menjadi kampiun terus meletup di benak mereka.

Piala Dunia 2022 takkan menjadi target utama. Sebab di momen tersebut, usia sejumlah anggota generasi emas semakin gaek. Siapa yang bisa menjamin Alderweireld, Mertens dan Vertonghen masih ada di performa terbaik mereka?

Sepanjang babak kualifikasi Piala Eropa 2020 lalu, Belgia tampil gahar. Mereka mencetak 40 gol dan hanya kemasukan 3 gol. Dari 10 pertandingan, semuanya disapu bersih. Lukaku dan kawan-kawan pun finis sebagai juara Grup I.

Performa selama babak kualifikasi lantas berlanjut di putaran final. Tergabung di Grup B bersama Denmark, Finlandia, dan Rusia, De Rode Duivels sukses melakukan sapu bersih.

Seperti biasa, Martinez mengandalkan eksplosivitas Lukaku di sektor depan yang ditopang oleh pemain-pemain jenius dan lincah seperti De Bruyne, Hazard, dan Mertens.

Sementara di sektor pertahanan, ada Dendoncker atau Tielemans yang disokong trio Alderweireld, Dedrick Boyata, dan Vertonghen. Plus, masih ada Courtois di bawah mistar.

Satu hal yang membuat Belgia susah diantisipasi lawan adalah permainan mereka yang sangat cair kala menyerang. Pemain mereka rajin bertukar posisi secara cepat guna mengelabui musuh sekaligus memprogresi bola. Belgia bermain dengan variatif, tetapi pakemnya tetap sama.

Menjuarai Piala Eropa 2020 bak keharusan untuk De Rode Duivels. Generasi emas mereka tentu ingin meninggalkan warisan berharga yang dapat dikenang berupa titel prestisius untuk negara tercinta.

Persoalan Mentalitas

Saya diskusi banyak dengan Muhammad Arif, penulis sepakbola sekaligus pengamat Persiba Bantul yang dipercaya Mojok sebagai pandit tim nasional Jerman dalam ajang Piala Eropa 2020.

BACA JUGA:  Final, Kami Datang!

Sambil menyeruput kopi instan pemberian saya sebagai sogokan, ia mengatakan Belgia tidak memiliki sosok kapten yang bisa diandalkan.

Katanya, aura seorang kapten itu dibutuhkan. Sosok kapten akan mempengaruhi mentalitas pemain-pemain yang ada di sekitarnya. Ia mencontohkan presensi Fabio Cannavaro untuk Italia di Piala Dunia 2006.

Kekalahan Belgia dari Prancis pada semifinal Piala Dunia 2018 lalu, selain strategi Didier Deschamps yang lebih moncer, juga diakibatkan mentalitas tim yang terlihat jomplang.

De Rode Duivels menguasai bola, pun jumlah operan dan akurasi yang lebih baik. Namun kembali lagi pada salah satu arus besar dalam sepakbola bahwa hitungan matematis tak selalu berlaku.

Bagi Arif, mentalitas juara adalah sesuatu yang langka. Jika di Liga Champions ada yang namanya DNA juara, maka pada ajang Piala Eropa 2020 kali ini levelnya sudah adiluhung.

Piala Eropa tak selalu dimenangkan tim terbaik sepanjang turnamen. Piala Eropa justru lebih sering dimenangkan mereka yang tersiap melewati segala rintangan yang ada.

Komposisi sempurna Prancis di Piala Eropa 2016 silam adalah gambaran riilnya. Walau sukses ke final, nyatanya mereka harus merelakan trofi Henri Delaunay melayang ke pangkuan Portugal yang sepanjang turnamen bermain semenjana.

“Itulah menariknya Piala Eropa,” ujar laki-laki yang acapkali bermain data dalam memandang sepakbola.

Siapa yang siap dengan tekanan yang ada, dialah yang akan jadi pemenang. Hal itulah yang mengantar Denmark menjadi jawara di edisi 1992 silam ataupun Yunani saat mengejutkan dunia pada 2004 lalu.

Belgia punya segala syarat untuk menjadi raja di Piala Eropa 2020. Namun yang pasti, mereka kudu memiliki mental yang kuat untuk bertarung sampai akhir.

Menurut Bang Haji Rhoma Irama, ada banyak jalan menuju Roma. Belgia juga mengetahui banyak jalan menuju laga puncak. Namun cuma ada satu jalan menuju tangga juara. Jalan inilah yang coba ditemukan Lukaku dan kolega.

Dengan angka, peluang, dan angin yang berhembus baik untuk De Rode Duivels, keberhasilan menjadi juara Piala Eropa 2020 barangkali menjadi perpisahan yang manis bagi generasi emasnya.

Komentar
Penggemar sepakbola Asia Tenggara. Selain memimpikan Indonesia melawan Thailand di partai puncak Piala Dunia, juga bercita-cita mengarsipkan sepakbola Asia Tenggara. Dapat disapa di akun twitter @gustiaditiaa