Wembley, 1 Mei 1976.
Final ke-95 Piala FA dilangsungkan antara Manchester United melawan Southampton. Manchester United saat itu finis ketiga di Division One (sekarang Premier League) di bawah Liverpool-nya Bob Paisley dan QPR, sedangkan Southampton duduk di posisi enam Division Two.
Tak heran, banyak media menganggap bahwa final saat itu merupakan the mostone-sided finals (final yang paling berat sebelah) yang pernah terjadi dalam kejuaraan tertua di dunia tersebut. United akan dengan mudah mengalahkan Southampton, bahkan dengan margin lebih dari tiga gol, begitu prediksinya.
Pertandingan berjalan monoton, kedua klub hanya sesekali mengancam gawang lawan mereka. United lewat wonderkid mereka, Steve Coppell, dan Southampton melalui Mick Channon dan Peter Osgood. Tapi usaha kedua tim belum dapat menemukan hasilnya karena kecakapan kiper kedua klub dan kurangnya keberuntungan.
Hingga menit 83 pun tiba. Mantan pemain United, Jim McCalliog, melepaskan umpan lambung kepada Bobby Stokes yang berlari menembus pertahanan United. Begitu menguasai bola, Stokes langsung menghujamkannya ke pojok kanan bawah hingga tak terjangkau oleh kiper United, Alex Stepney.
Gol. 1-0 untuk Southampton.
Kontroversi menyeruak karena Stokes dianggap dalam posisi offside oleh Kapten United saat itu, Martin Buchan. Manajernya, Tommy Docherty, pun berpendapat serupa.
Wasit Clive Thomas pun mengakui dalam sebuah wawancara pada tahun 2006 silam.
“Secara jujur, saya menganggap Stokes dalam posisi offside,” ujarnya. “Namun semua terjadi dengan sangat cepat dan posisiku tidak dalam posisi yang baik untuk mengambil keputusan. Jadi saya bergantung pada hakim garis (Brian Marchant) yang memiliki sudut pandang yang lebih ideal pada saat itu.”
Namun sejarah sudah kadung dicatat. Hingga akhir pertandingan, United tidak mampu membalas gol Stokes tersebut.
Dan akhirnya, tepat pada hari ini, 40 tahun yang lalu, Southampton menjadi juara Piala FA yang menjadi salah satu kejutan terbesar di Piala FA, the magic of FA Cup, they said.
Trofi Piala FA tahun 1976 tersebut pun sampai saat ini menjadi satu-satunya major trophy yang menghiasi lemari trofi di St. Marys.
***
Paulsgrove, Portsmouth, 2 Mei 1976.
South Coast Derby adalah tajuk bagi derbi antara Portsmouth dan Southampton, dua kota yang terpisah jarak kurang dari 40 kilometer. Salah satu derbi terpanas di Inggris tersebut sarat akan kebencian antara pendukung kedua klub yang sudah mengakar dan diturunkan dari generasi ke generasi.
Paulsgrove, sebuah daerah yang terletak di wilayah utara Portsmouth ini bisa disebut sebagai basis massa fans Pompey julukan Portsmouth- yang fanatik. Chairman Pompey saat ini, Iain McInnes, pun lahir dan tumbuh besar di Paulsgrove.
Jadi agak tidak lazim kalau hari itu ada sebuah pesta besar di sebuah rumah di pojok jalan Paulsgrove yang ramai dengan warna putih-merah, warna kebesaran Southampton. Lagu kebangsaan fans Southampton “Oh When The Saints Go Marching In” pun dibawakan oleh Portsmouth Youth Band saat itu.
Perayaan tadi berpusat di rumah milik Marjorie Stokes, ibunda Bobby Stokes. Pada tembok rumah tersebut tergantung banner yang bertuliskan, “Welcome home son, you did us all proud. Super Stokes,” yang menandakan bahwa mereka sedang berpesta untuk merayakan Bobby Stokes, putra daerah yang mereka banggakan mencetak gol kemenangan di final Piala FA.
Bukan merayakan kemenangan Southampton.
***
Sama seperti Alex Oxlade-Chamberlain dan James Ward-Prowse, Stokes lahir di Portsmouth tetapi membela Southampton sejak level akademi. Stokes memilih Southampton karena saat itu Portsmouth tidak memiliki program akademi untuk pemain muda.
Meski berposisi sebagai penyerang, namun pria kelahiran 30 Januari 1950 ini tidak memiliki catatan rekor gol yang terbilang baik untuk Southampton. Tercatat, Stokes hanya mencetak 40 gol dari 216 penampilan.
Pada musim 1975/1976 tersebut pun, Stokes hanya mampu mencetak 8 gol dan hampir dijual oleh manajemen. Kalah bersaing dengan penyerang legendaris Mick Channon dan Peter Osgood bisa jadi alasan lainnya.
Pada musim 1977/1978, dua musim setelah final Wembley, Stokes akhirnya pulang kampung untuk membela klub tanah kelahirannya. Namun, pulang kampung tak dapat memperbaiki catatan golnya. Dia hanya mampu mencetak dua gol dari 27 penampilan.
“Semuanya tidak berjalan baik untuk Bobby saat itu. Sepertinya dia memang lebih cocok bermain untuk Southampton, “begitu anggapan umum fans Pompey saat itu.
Musim berikutnya, pria bernama lengkap Robert William Thomas Stokes ini menyeberangi lautan Atlantik untuk bergabung dengan klub NASL, Washington Diplomats. Stokes pun menjadi rekan setim Johan Cruijff dan bermain di liga yang sama dengan Franz Beckenbauer dan Pele.
Hanya dua musim di tanah Paman Sam, Bobby membela dua klub non-liga sebelum memutuskan pensiun dari sepak bola. Setelah pensiun, Stokes membuka pub bernama Manor House di Portsmouth dan kemudian bekerja di pub milik sepupunya.
Pada 30 Mei 1995, Bobby Stokes meninggal dunia karena broncho pneumonia di Paulsgrove. Tempat dia lahir dan dirayakan sebagai pahlawan pada bulan Mei 1976.
Usia 44 tahun mungkin masih terhitung muda untuk berakhirnya hidup. Namun dalam hidupnya yang singkat tersebut, Bobby Stokes sudah berbuat cukup banyak untuk dua kota yang mencintainya, dua kota yang saling berseteru.
Semua itu karena sebiji golnya pada 1 Mei 1976. Berkat gol tersebut, Southampton mampu merebut satu-satunya major trophy, hingga saat ini. Suatu pencapaian yang bahkan tidak bisa dilakukan oleh Matthew Le Tissier, salah satu legenda terbesar Southampton.
Terima kasih, Bobby. Semoga kau tenang di sana.
Sumber: bobbystokesbook.com
NB: Terima kasih untuk Mark Sanderson (@bobbystokesbook) yang sudah mengijinkan konten pada blognya dipakai pada tulisan ini. Buku Mark berjudul Bobby Stokes: The Man from Portsmouth Who Scored Southampton’s Most Famous Goal mulai beredar 2 Mei 2016 di amazon.co.uk.