Brasil 1970: Joao Saldanha dan The Famous Five Number 10

Brasil tahun 1970 hingga kini masih dianggap tim nasional (timnas) terbaik sepanjang sejarah sepak bola. Meski kemudian muncul tim Belanda 1974, Brasil 1982 dan Spanyol 2012, timnas Brasil pada awal tahun 1970-an itulah yang pertama kali menunjukkan kepada dunia tentang gambaran nyata sebuah tim yang ideal. Tim ini sekaligus mewarnai kehidupan banyak orang pada masa itu dengan tayangan siaran langsung dari televisi berwarna.

Seragam ikonik kuning Brasil menyala bagaikan kilauan emas di sebuah kotak yang berada di ruang keluarga jutaan orang di seluruh dunia. Seragam yang dipakai oleh pemain-pemain berkemampuan spesial ini adalah seragam yang diimpikan oleh jutaan anak di negeri terluas di Amerika Selatan itu. Brasil telah mencapai kasta tertinggi di dunia sepak bola berkat kemenangan di Piala Dunia 1958 dan 1962. Mereka kemudian berdiri sejajar dengan Uruguay dan Italia, dua negara yang sebelumnya telah memenangi dua gelar Piala Dunia.

Di Piala Dunia 1966, Brasil gagal meraih hattrick kemenangan setelah terhenti di penyisihan grup. Tahun 1969 Brasil menunjuk jurnalis sekaligus mantan pemain, Joao Saldanha sebagai pelatih. Pengalamannya sebagai pelatih saat itu masih minim karena hanya dua musim memegang klub Botafogo.

Joao Saldanha – Pembentuk tim

Joao Havelange selaku presiden federasi sepak bola Brasil (CBF) saat itu menunjuk Saldanha sebagai pelatih agar ia mengurangi kritiknya. Saldanha dikenal sebagai komentator yang berani dan lugas. Saldanha, yang juga anggota partai komunis ini memang terkenal vokal dalam mengkritik pemain, pelatih lain hingga pemilik klub.

Dalam perjalanannya menukangi Selecao, ia memenangi enam pertandingan awalnya. Intervensi menyangkut pemilihan pemain yang datang dari Presiden saat itu, Emilio Garrastazu Medici membuatnya tidak nyaman. Medici, yang memimpin negara dengan sistem diktator militer memintanya untuk memainkan Dario dan Dada Maravilha, pemain yang menjadi pemain favorit sang Presiden.

Akibat penolakannya menggunakan pemain pilihan Presiden, Saldanha lalu harus rela menanggalkan jabatannya. CBF kemudian menunjuk Mario Zagallo, pelatih muda yang merupakan anggota tim pemenang Piala Dunia 1958.

BACA JUGA:  Masih Ingat Persema Malang? Bagaimana dengan PKT Bontang?

 

The famous five “10”

Zagallo meneruskan kerja Saldanha dengan mengakomodasi pemain-pemain berbakat Brasil untuk disatukan dalam satu tim. Ia memainkan Pele bersama empat pemain dengan “kemampuan nomor 10” lainnya yaitu Rivelino, Gerson, Jairzinho dan Tostao. Gerson adalah pengumpan kidal yang handal. Ia juga dikenal memiliki tendangan jarak jauh yang akurat hingga Zagallo menempatkannya di posisi deep-lying playmaker.

Gerson kemudian dikenal sebagai “the brain” di tim tersebut. Dia juga dianggap penerus Waldyr Pereira atau dikenal dengan nama Didi di posisi gelandang tengah tim nasional Brasil yang memenangi Piala Dunia 1958 dan 1962. Keakuratan passing yang dimilikinya bagaikan laser karena mampu membelah barisan pertahanan lawan. Gerson berduet di tengah bersama Clodado, gelandang pekerja yang menjadi model bagi para gelandang penerusnya seperti Paulo Roberto Falcao atau Carlos Dunga.

Pele adalah pionir pemain bernomor 10 dengan kemampuan atletis dan teknis yang sangat menonjol di antara pemain lain yang berposisi sama dengannya.

“Nomor 10” selanjutnya adalah pemilik kaki kiri berbahaya selain Gerson yaitu Roberto Rivelino. Rivelino juga berposisi natural sebagai pemain nomor 10 di belakang striker berkat visinya yang luar biasa. Oleh Zagallo, Rivelino ditempatkan di sisi kiri dengan sesekali merangsek ke tengah. Saat Rivelino bergerak ke tengah, Gerson mengisi posisinya di sisi kiri tersebut. Rivelino yang awalnya menggeluti futsal ini diakui sebagai yang pertama kali mempopulerkan gaya flip-flap, yang kemudian jamak diperagakan oleh Zinedine Zidane dan Cristiano Ronaldo.

Jairzinho, Tostao dan tentu saja Pele melengkapi famous five number 10 dalam skema tersebut. Jairzinho terkenal sebagai sayap kanan dengan kecepatan larinya yang sangat menyulitkan para fullback. Namun tidak hanya cepat, ia juga memiliki game-intelligent yang memadai hingga bisa ditempatkan di berbagai posisi. Ia kemudian menjadi pencetak gol terbanyak Brasil di Piala Dunia 1970 dengan tujuh gol karena dalam prakteknya, ia sering berposisi sebagai striker.

BACA JUGA:  Apa yang Terjadi Seabad Lalu di Copa America?

Kebisaan Jairzinho yang tajam mengoyak gawang lawan tidak lepas dari peran Tostao. Pemain ini memang “terdaftar” sebagai penyerang, namun kemampuannya dalam mengumpan menjadikannya pembuka jalan bagi rekan-rekan setimnya. Di Piala Dunia 1970, Tostao hanya mencetak dua gol, namun tidak mengurangi kontribusinya dalam kesempurnaan permainan. Permutasi posisinya dengan Pele dan Jairzinho jugalah yang meluluh lantakkan Italia di final.

Last not but least, Pele. Menebus cederanya di nyaris sepanjang turnamen 1962, Pele memimpin Brasil memenangi Piala Dunia 1970 dengan gaya. Ia adalah pionir pemain bernomor 10 dengan kemampuan atletis dan teknis yang sangat menonjol di antara pemain lain yang berposisi sama dengannya. Keistimewaan ini salah satunya ia tunjukkan dalam dummy running yang melegenda itu ketika menghadapi Uruguay di semifinal.

Pele adalah prototipe sempurna dari seorang pemain hebat di lapangan hijau. Kegemilangannya bahkan dimulai pada usianya yang masih menginjak angka 17 saat memenangi Piala Dunia 1958. Kombinasinya dengan Didi dan Garrincha benar-benar memukau dunia, tiga gelar Piala Dunia miliknya hingga kini masih belum disamai siapa pun.

Tidak seperti pelatih Italia Feruccio Valcareggi yang enggan memainkan duo gelandang serang “nomor 10” Gianni Rivera dan Sandro Mazzola dalam satu tim, Zagallo mengakomodasi mereka berlima dengan pembagian peran yang saling mengisi. Zagallo memang menginginkan dua gelandang tengah berbeda karakter yang menjadi pusat permainan timnya. Keberadaan Clodado dan Gerson sebagai double-pivot menjadi kunci untuk menopang kekayaan skill individu dari empat pemain menyerang lainnya.

Pada akhirnya, lima pemain berkelas maestro inilah yang menjadikan tim ini terbaik sepanjang masa. Kemampuan mereka seolah menutupi fakta pertahanan mereka yang sebenarnya tidak istimewa.

Kemenangan ketiga Brasil di Piala Dunia ini sekaligus menjadikan Mario Zagallo orang pertama yang memenangi Piala Dunia sebagai pelatih maupun pemain.

Komentar
@aditchenko, penggemar sepak bola dan penggiat kanal Casa Milan Podcast