Kau lihat itu, Roo, kau mememangkan sebuah piala lainnya bersama Manchester United. Sebuah Piala Liga.
Kau berhasil melampaui angka 41 trofi milik Liverpool dan berhasil mengantarkan Manchester United sebagai klub tersukses di tanah Inggris dengan 42 trofi. Tapi berbeda dengan piala lainnya, kali ini kau tidak tampak begitu bahagia.
Aku tahu kau berusaha sekeras mungkin untuk tampak bahagia. Kau memang berhasil merengkuh piala itu bersama rekan-rekanmu.
Akan tetapi, hal tersebut jelas tak membanggakan bagimu. Kau di sana, mengangkat trofi itu, hanya sebagai gimmick. Sebuah omong kosong selayaknya John Terry memegang trofi Liga Champions pada tahun 2012.
Kau duduk di bangku cadangan selama pertandingan melawan Southampton tanpa bisa berbuat apa-apa. Jose Mourinho kemudian memaksamu melihat apa yang kau tak pernah bayangkan dalam mimpi seorang yang telah lama menjadi kapten dan panutan dalam tim ini.
Melihat timmu tak mengapa tanpa kehadiranmu. Atau bahkan lebih buruk: mereka tampak menikmati menit-menit tanpa kehadiranmu.
Dan aku mungkin adalah orang kesekian yang telah mengatakannya: Iya, kau tak dibutuhkan lagi – mereka sudah memiliki idola mereka yang baru, Zlatan Ibrahimovic namanya.
Kau bisa melihat itu saat di pertandingan final di Wembley. Bagaimana teman-temanmu memandangnya dengan dua gol yang gemilang.
Atau bahkan, bagaimana pongahnya dia memegang trofi itu sendirian dan membiarkan awak media memotretnya. Atau jangan kau tanya soal penggemar-penggemar Manchester United seluruh dunia yang mendadak demam Zlatan.
Sebagian dari mereka kemudian menyinggung bahwa final yang lalu adalah Zlatan Time.
Sementara Zlatan menerima puja-puji itu, ingin aku tanya hal ini, ada di mana dirimu?
Kau berada di tempat di mana dahulu Jose Mourinho meletakkan Iker Casillas, Frank Lampard, ataupun Ricardo Quaresma – bangku cadangan.
Jose memang pandai mengendus kapan karier seseorang akan berakhir, dan aku rasa, itu adalah pertanda buruk denganmu. Mungkin esoknya kau telah membaca koran. Lalu mengetahui bahwa ada klub dari Tiongkok atau dari Amerika yang berminat kepadamu.
Tapi yang tidak aku pikir, mengapa kau memilih bertahan? Aku tak habis pikir setelah membacanya di The Guardian perihal kabar ini. Tak habis pikir apa yang kau katakan, sebagaimana yang aku baca dalam surat kabar tersebut.
Kau bilang, “Meski aku mendengar ada minat dari beberapa klub, yang aku sangat bersyukur mendengarnya, aku ingin mengakhiri spekulasi tersebut dengan mengatakan aku akan bertahan di Manchester United.”
Lalu dengan serampangan kau mengatakan, “Aku harap aku dapat berontribusi penuh dalam tim untuk ketajaman di lini depan. Ini saat yang luar biasa, dan aku ingin menjadi bagian dari tim ini.”
Ya, aku tahu apa yang kau pikirkan. Mungkin kau berpikir kau telah melewati situasi macam ini berkali-kali. Beradu dengan striker lainnya untuk membuktikan siapa mesin gol sejati di Old Trafford.
Ada banyak nama yang kemudian tersingkir karena kalah saing denganmu. Dahulu Dimitar Berbatov sempat mengujimu, dan kau menang. Setelah ia datang pada musim 2008/2009, ia hanya tahan dengan empat musim dengan total 56 gol di seluruh kompetisi.
Sementara kau, dalam empat musim itu, telah mencetak 94 gol di seluruh kompetisi.
Begitu juga yang terjadi saat kapten dan idola para gunners itu, Robin van Persie, hijrah ke Manchester United.
Kau mencetak 16 gol, sementara ia mungkin lebih banyak, 30 gol di musim perdana kalian yang indah. Meski kalah jumlah gol, sejak di hari pertama, kau sudah tunjukkan siapa seorang Wayne Rooney di depan wajahnya. Kau bisa memimpin tim ini, dan para pemain muda menghormatimu.
Robin, lambat laun, mengerti mengapa pemain macam Javier Hernandez ataupun Danny Welbeck tak kunjung dapat kesempatan selama ada Wayne Rooney di lini depan. Robin akhirnya menaruh respect padamu, dan kalian menjadi duo selayaknya Batman dan Robin dalam komik DC.
Di musim 2012/2013, kalian bahu membahu menjadi andalan di lini depan The Red Devils. Sebelum pada akhirnya persahabatan kalian meredup karena Louis van Gaal tak begitu menyukai van Persie di lini depan United.
Akan tetapi, yang kali ini berbeda, Roo. Kalau kau pikir kau akan menang selayaknya bersaing dengan Dimitar Berbatov, kau salah. Dan kalau kau pikir kau dapat membuat tandem selayaknya dengan Robin van Persie, kau juga salah.
Manchester United, di masa kalian berdua ada saat ini, persis seperti The Avengers dengan munculnya Iron Man dan Captain America, atau Batman dan Superman dalam Justice League.
Kalian berdua adalah pemimpin dengan ego yang besar. Dan salah satunya harus meredam ego demi kelangsungan tim. Karena kalau tidak, ya salah satunya harus pergi.
Dan sialnya, kaulah orang yang harus mengalah itu, Roo. Kau lihat Zlatan. Serius, lihat kaki-kakinya yang kokoh, tato di punggungnya, otot-otot di lengannya, dan wajahnya yang tampak penuh keyakinan. Semua itu adalah hasil tempaannya berkelana di Eropa selama bertahun-tahun.
Mungkin kau mendengar desas-desus orang-orang yang mengatakan bahwa dirinya adalah sosok tak loyal dan hanya ingin terus mengoleksi medali. Tapi menurut pandanganku, orang-orang tersebut salah.
Medali bukanlah satu-satunya yang ia inginkan. Ia, kau percaya atau tidak, selalu menjaga dirinya agar seperti macan yang lapar. Beringas dan menjadi mimpi buruk bagi pertahanan lawan.
Dan kau sudah lihat sendiri, kan, Roo? Di usianya yang sudah 35 tahun, ia masih bisa mencetak gol. Maaf, bukan hanya mencetak. Tapi mencetak gol sangat banyak.
Saat orang-orang, pada kedatangannya, mencibir hal yang membuatnya bisa mencetak gol sangat banyak bermusim-musim lalu adalah bermain di Liga Prancis, ia buktikan mereka semua salah.
Ia mencetak 26 gol musim ini di seluruh kompetisi. Sementara kau hanya mencetak lima gol. Jose Mourinho masih pening ditaruh di mana kau ini seharusnya, Roo.
Maka dari itu, aku ingin kau memikirkan lagi keputusanmu. Iya aku tahu, mungkin dalam hatimu kau pikir kau adalah legenda bagi klub ini.
Kau telah mencetak 250 gol bagi Manchester United dan menjadi penyekor terbanyak sepanjang masa. Terus kenapa? Kau rela untuk hidup menjadi sidekick dalam bayang-bayang Zlatan?
Semua orang kini, terutama setelah trofi pertamanya, akan terus menghormatinya tanpa pernah sedikitpun mengingat momen-momen terbaik yang telah kau persembahkan.
Kau harus ingat satu hal, manusia itu mudah terkesan dan mudah hilang minat. Hari kemarin mungkin kau dipuja. Saltomu saat melawan Manchester City di Old Trafford pada musim 2010/2011 adalah masa lalu.
Begitupula kala kau mencetak hattrick dan timmu menang 8-2 kala melawan Arsenal di musim 2011/2012, itu juga masa lalu. Rekormu bahkan, juga masa lalu. Sementara hari ini kau tak dapat menghidupi momen-momen itu.
Kau lihat parade kemenangan timmu, mereka merayakan Zlatan sebagai idola baru mereka. Kau lihat wajah Jesse Lingard, dan youngsters lain yang menaruh kagum kepadanya.
Mungkin Zlatan dapat bercerita kisah-kisahnya selama di Eropa selayaknya paman yang baru datang ke desa. Ia dapat memainkan peranmu di tim ini, dan dengan mudahnya, mendapatkan hormat dari semua orang.
Roo, kau akan kukatakan akan sangat konyol dan bodoh jika musim depan tak pindah ke Tiongkok atau Amerika. Kecuali memang inginmu untuk menjadi sidekick alias nomor dua di United.
Pindahlah demi dirimu, demi harga dirimu. Karena dengan begitulah kau akan mendapatkan kebahagiaan dan kehormatanmu kembali.