FC Porto dan titik putih menjadi kawan akrab musim ini. Mereka baru saja merayakan keberhasilan lolos ke babak 16 besar Liga Champions dengan jingkrak-jingkrak dan bersorak di atas ketinggian. Momen kegagalan penalti Yannick Carrasco ke gawang Bayer Leverkusen adalah pemicunya. Skuad asuhan Sergio Conceicao dipastikan melaju ke fase selanjutnya setelah Atletico Madrid ditahan imbang Leverkusen lewat momen penalti di menit-menit akhir pertandingan.
Sebelumnya, justru Leverkusen yang menjadi korban di area kotak terlarang milik Porto. Dua kali kubu Jerman mendapat kesempatan tendangan penalti dalam dua laga berbeda. Dua-duanya digagalkan oleh kiper 23 tahun milik Porto, Diogo Costa. Bahkan dalam kemenangan 4-0 Porto atas Leverkusen, Costa mencatatkan satu assist dan satu penyelamatan sekaligus dalam satu pertandingan. Leverkusen dibuatnya frustasi habis-habisan.
Kemampuan shot-stopper sebagai kekuatan utama
Diogo Costa menjadi kiper pertama sejak 2003 yang mampu melakukan tiga kali penyelamatan dari titik putih dalam satu musim kiprahnya di Liga Champions. Satu penalti lain yang ia gagalkan adalah ketika laga kontra Club Brugge. Ia bahkan mencatatkan dua penyelamatan dari titik putih di laga itu.
Tepisan pertamanya untuk sepakan Hans Vaneken dianulir wasit karena dinilai keluar garis sebelum bola ditendang. Sepakan kedua, Club Brugge mengganti eksekutor. Noa Lang bertugas mencetak skor, namun pupus berkat penampilan gemilang Costa yang kembali mengagalkannya.
Diogo Costa penalty save, part 3! @FCPorto || #UCL pic.twitter.com/jWTwe6lPN8
— UEFA Champions League (@ChampionsLeague) October 28, 2022
Costa, tanpa perlu perdebatan panjang adalah kiper muda dengan masa depan paling cerah saat ini. Ia menjadi pilihan utama baik di level klub maupun skuad Portugal untuk Piala Dunia. Ia menyisihkan seniornya, Rui Patricio yang sudah nyaris satu dekade bertugas di bawah mistar Portugal. Di timnas, ia juga telah membuat penyelamatan dari titik putih musim ini. Tepatnya saat berlaga versus Swiss di ajang UEFA Nations League September lalu. Patrick Shick lagi-lagi menjadi korban tepisannya dari bawah mistar.
Kemampuannya sebagai shot-stopper memang luar biasa. Di level turnamen remaja, saat membela portugal di ajang UEFA European U-17 Championship pada 2016, Costa muncul sebagai pahlawan kemenangan di laga final kontra Spanyol. Ia sukses menepis tendangan kelima Spanyol dalam babak adu penalti yang diambil oleh Manu Morlanes. Costa membawa Portugal meraih gelar juara Ke-6 mereka di turnamen remaja antar negara Eropa tersebut.
Sweeper, ball-playing goalkeeper, dan tangguh di udara dalam satu paket talenta
Beda dengan kebanyakan kiper lain, Costa memilih nomor 99. Angka yang identik dengan kiper legendaris Porto, Vitor Baia. Secara pesat, kemampuannya berkembang dan adaptif dengan sepakbola modern. Tidak seperti David de Gea yang kurang agresif saat menangani bola daerah, Costa acapkali keluar sarang sebagai sweeper. Data defensive action-nya di luar kotak penalti mencapai angka 15, lebih tinggi daripada David de Gea (14) dan Aaron Ramsdale (13).
Atributnya terasa semakin lengkap ketika melihat statistik passing-nya sebagai kiper. Selama musim ini berjalan, Costa melepaskan 493 umpan, tidak termasuk goal kick. Angka itu melampaui statistik kiper-kiper top lain yang biasa terlibat dengan fase build up macam Ederson, Alisson, Ramsdale, atau De Gea.
Rata-rata umpan per laganya mencapai 34 kali yang mana menjadi pemain dengan umpan tertinggi Ke-9 di antara pemain Porto yang lain dengan tingkat kesuksesan umpan mencapai 74.7 persen (data FBref). Jangkauan umpannya juga cukup jauh hingga rata-rata mencapai 33.9 yard.
Di udara, kiper kelahiran Rothrist, Swiss itu juga sama tangguhnya. Presentase keberhasilannya menghalau bola atas mencapai 7 persen, hanya kalah dari Ederson yang berada di angka 8.3 persen dan jauh dari De Gea yang hanya 3.2 persen. Untuk saat ini, bisa dibilang Costa adalah kiper muda dengan atribut paling komplit di sepakbola modern.
Atas dasar itu juga, Manchester United kepincut dengan jasanya untuk melengkapi puzzle dalam panduan permainan sepakbola ala Erik ten Hag yang membutuhkan kiper dengan kemampuan build up mumpuni.
Jalan karier lancar sejak usia remaja
Costa bergabung dengan akademi Porto pada 2011 silam. Sejak saat itu juga, Costa remaja berkembang pesat. Ia pindah dari sebuah klub amatir yang berada di distrik Braga, CB Povoa Lanhoso. Kompetensinya sebagai penjaga gawang kemudian langsung dibandingkan dengan eks kiper-kiper top yang menjadi pilihan utama di Porto seperti Vitor Baia, Iker Casillas, atau Agustin Marchesin.
Namun, mentalnya tak gentar. Ia telah merasakan atmosfer kompetisi sejak usia muda dengan terlibat secara berturut-turut dalam skuad Portugal U-17, U-19, dan U-21 sebelum kini menapaki karier senior bersama Cristiano Ronaldo dan kawan-kawan.
Costa lebih cocok dengan peran all-rounded goalkeeper alih-alih hanya menyandang peran shot-stopper. Musim 2021/2022 ia mendapat kesempatan emas menunjukkan kemampuan terbaik sebagai kiper nomor 1 Porto. Marchesin selaku kiper utama kala itu mengalami cedera sehingga Costa berdiri dengan tinggi 1.86 meternya untuk mengawal gawang klub berjuluk Dragoes tersebut. Ia menjalani musim yang bagus. Membawa Porto juara dan menyabet gelar kiper terbaik kompetisi dengan 52 penyelamatan dan 15 kali nirbobol dalam 22 penampilan.