Ribut-Ribut Oriundi

Italia-Olanda amichevole

Franco Vasquez dan Eder Citadin Martins menjadi dua nama ‘asing’ terbaru yang dipanggil untuk menjadi anggota tim nasional Italia. Penampilan impresif kedua pemain untuk klub mereka masing-masing mampu meyakinkan pelatih tim nasional, Antonio Conte, untuk memberi mereka kesempatan. Namun, pemanggilan dua pemain ini kemudian justru memicu rangkaian kontroversi. Dua legenda sepak bola Italia, Roberto Mancini dan Franco Causio menyuarakan ketidaksenangan mereka secara terang-terangan akan pemanggilan dua pemain ‘asing’ ini.

Sebelum melangkah lebih jauh, mari kita dedah terlebih dahulu apa itu oriundi. Oriundi (bentuk jamak dari oriundo) adalah istilah bagi orang-orang yang tidak lahir di Italia namun datang ke Italia sebagai imigran atau memiliki darah Italia sehingga berhak untuk menjadi orang Italia. Istilah ini juga dikenal di Spanyol dan memiliki arti serupa. Di Italia sendiri, khususnya di sepak bola, penggunaan oriundi jelas bukan merupakan barang baru.

Sejak Giovanni ‘Johnny’ Moscardini (orang Italia, kelahiran Skotlandia) melakukan debut untuk tim nasional Italia pada 6 November 1921, oriundi hampir tidak mungkin untuk dilepaskan dari perjalanan sejarah Gli Azzurri. Dari empat Piala Dunia yang telah mereka menangi, tiga di antaranya diperoleh lewat bantuan legiun asing ini. Nama Luis Monti, Raimundo Orsi, dan Mauro Camoranesi (ketiganya lahir di Argentina) adalah nama-nama yang mustahil dipisahkan dari kejayaan tim nasional Italia.

Meski begitu, pada kurun waktu 1966 s/d 1980, penggunaan pemain asing sempat dilarang usai kekalahan memalukan dari Korea Utara pada Piala Dunia 1966, sehingga kesempatan para oriundi untuk membela Italia pun tertutup. Akan tetapi, selepas itu, penggunaan oriundi kembali marak, setidaknya sampai dengan Piala Dunia 2014 silam. Thiago Motta (kelahiran Brasil) dan Gabriel Paletta (kelahiran Argentina) menjadi dua oriundi yang dipanggil Cesare Prandelli untuk turnamen tersebut.

Menilik sejarah penggunaan oriundi yang begitu panjang ini, aneh rasanya jika masih ada orang Italia yang merasa tidak nyaman dengan hal ini. Antonio Conte bahkan mengatakan bahwa penggunaan oriundi ini bukan hal baru dan bukan hal yang tak biasa, karena sejarah memang mengatakan demikian. Pada perhelatan Piala Dunia 1930, Benito Mussolini bahkan sampai sempat mengirim dua agen rahasia untuk memaksa Luis Monti untuk membela tim nasional leluhurnya. Sementara itu, Vittorio Pozzo secara terang-terangan mengatakan bahwa apabila mereka (para oriundi) siap mati untuk Italia, maka tak ada alasan bagi mereka untuk tak bisa berseragam Azzurri.

BACA JUGA:  PSIM Jogja: Rindu Berwarna Biru

Apa yang diutarakan Mancini dan Causio barangkali terdengar sangat xenophobik. Hal nyaris senada belum lama ini juga keluar dari mulut Arrigo Sacchi yang menyatakan kekhawatirannya akan banyaknya jumlah pemain kulit hitam di level junior persepakbolaan Italia. Pertanyaannya adalah, apakah mereka benar-benar mengidap xenophobia atau mereka hanya mengutarakan keprihatinan terhadap kualitas pemain tim nasional namun gagal mengartikulasikannya dengan baik?

Entah pertanyaan ini bisa benar-benar dijawab atau tidak, yang jelas, sejarah menunjukkan bahwa Sacchi dan Mancini sudah sering bekerja dengan pemain-pemain yang mereka ‘serang’. Tak pernah ada masalah yang muncul dari tim asuhan mereka dalam kaitannya dengan rasialisme dan xenophobia. Mancini memang sempat bersitegang dengan Mario Balotelli, akan tetapi permasalahan mereka lebih disebabkan karena Balotelli yang tak jua berhenti berulah. Sementara itu, Franco Causio pun pernah bermain dengan seorang pemain yang ‘secara teknis’ merupakan seorang oriundo: Claudio Gentile (lahir di Libya).

Kalau memang apa yang diutarakan oleh Mancini dan Causio memang semata-mata adalah bentuk keprihatinan, barangkali hal tersebut, terlepas dari cara penyampaiannya, akan lebih mudah diterima oleh publik. Faktanya adalah, Franco Vasquez dan Eder Martins adalah dua pemain yang bersinar di dua klub provinciale alias klub kecil. Mereka adalah ikan besar di kolam kecil. Jika dibandingkan dengan dua oriundi sukses terakhir, Mauro Camoranesi dan Thiago Motta, dua pemain ini jelas tidak belum ada apa-apanya.

Ketika mendapat panggilan dari tim nasional, Camoranesi merupakan anggota skuat juara Juventus di bawah komando Fabio Capello. Sementara itu, Motta merupakan bagian integral dari tim Internazionale peraih trigelar di bawah Jose Mourinho. Singkatnya, kedua pemain tersebut adalah pemain-pemain kualitas nomor wahid yang layak untuk mengenakan seragam timnas manapun, tak terkecuali Italia. Vasquez dan Eder? Jelas masih jauh.

BACA JUGA:  Nasib Pedagang Asongan Stadion ketika Tidak Ada Sepak Bola

Tim nasional Italia saat ini memang tak bertabur bintang seperti pada masa lampau, dan oleh karena itu pula, pada tiap pergelaran internasional yang mereka ikuti pasca Piala Dunia 2006, mereka tak pernah jadi unggulan. Prandelli memang sempat membawa Italia ke partai puncak Euro 2012, akan tetapi, suka tidak suka, itu adalah kejutan. Apabila Mancini dan Causio bermasalah dengan hal itu dan lantas menyerang Vasquez dan Eder karena dianggap tak akan memberi kontribusi signifikan, maka hal tersebut masih ‘agak’ bisa dimengerti.

Akan tetapi, apabila memang itu kasusnya, meski bisa dimengerti, cara Mancini dan Causio mengutarakan uneg-uneg mereka tetap tak dapat dibenarkan, karena mereka melakukan generalisasi. Fungsi utama babak kualifikasi dan partai persahabatan adalah untuk mengutak-atik komposisi tim demi mencari siapa-siapa yang benar-benar cocok dalam skema permainan untuk akhirnya dibawa ke putaran final (jika lolos). Vasquez dan Eder saat ini sedang tampil memikat (meski ‘hanya’ untuk dua tim kecil), dan sejarah keluarga mereka memungkinkan mereka untuk tampil bagi Gli Azzurri.

Dalam hemat saya, Conte sedang melakukan hal tersebut. Tak ada jaminan bahwa nantinya Vasquez dan Eder akan menjadi penghuni tetap tim nasional. Apabila mereka tampil bagus secara konsisten, mengapa tidak? Apapun demi tim nasional yang lebih baik, bukan?

Komentar
Punya fetish pada gelandang bertahan, penggemar calcio, dan (mencoba untuk jadi) storyteller yang baik. Juga menggemari musik, film, dan makanan enak.