Minggu siang (12/03) waktu setempat, Mauro Icardi memberondong gawang Atalanta sebanyak tiga kali. Ini adalah tiga gol pertamanya selama berseragam Internazionale Milano. Apa yang spesial dari pertandingan tersebut?
Beberapa hari sebelumnya, Internazionale baru saja merayakan ulang tahunnya yang ke-109. Gol-gol Icardi ke gawang Atalanta bermakna ganda, yakni sebagai hadiah ulang tahun sekaligus memperpanjang asa Internaszionale untuk berlaga di liga Champions musim depan.
Icardi tampil ngotot sepanjang pertandingan. Gol pertamanya diperoleh dari tembakan jarak dekat memanfaatkan tembakan bebas Ever Banega. Gol kedua adalah penalti bergaya Panenka, dan gol ketiga dihasilkan dari tandukan sempurna memanfaatkan tendangan sudut.
Skor akhir 7-1 terpampang di papan skor ketika wasit meniup peluit panjang tanda berakhirnya pertandingan.
Ada satu hal menarik yang mungkin menjadi motivasi Icardi bermain baik pada pertandingan tersebut, yakni dipicu keputusan pelatih tim nasional Argentina, Edgardo Bauza, yang tetap keukeuh tidak memasukkan namanya ke dalam daftar pemain tim nasional Argentina yang akan berlaga di ajang kualifikasi Piala Dunia 2018 akhir bulan ini.
Argentina akan menjamu Chile pada Jumat (24/03) pagi, dan bertandang ke Bolivia lima hari kemudian.
“Bagi saya dia adalah seorang finisher. Sekarang Higuain akan menjadi starter, Pratto adalah penggantinya. Ketika sesuatu terjadi kepada salah satu di antara mereka, Icardi akan dipanggil.”
Kalimat tersebut diucapkan Bauza sewaktu menjawab pertanyaan wartawan perihal tidak adanya nama Icardi di dalam daftar pemain tim nasional terbaru.
Mayoritas rakyat Argentina, dalam survei yang dilakukan akhir tahun lalu pun lebih memilih Icardi sebagai partner Higuain, dibandingkan Pratto. Tolok ukurnya sangat sederhana, yakni 20 gol dan 8 asis yang diciptakan Icardi di (hanya) kompetisi Serie A musim ini.
Melihat keputusan tak wajar ini, muncul spekulasi bahwa pengambil keputusan sesungguhnya di tim nasional bukanlah Bauza, melainkan Lionel Messi. Mengapa bisa?
Semuanya dimulai dari cinta terlarang
Icardi, yang lahir di Kota Rosario, Argentina, 24 tahun silam, sejak berumur enam tahun sudah pindah ke Pulau Canaria yang dikenal sebagai destinasi wisata unggulan di Spanyol. Karier sepakbolanya dimulai dari klub lokal, Vecindario, dan mencetak lebih dari 500 gol selama membela tim tersebut.
Tahun 2007, Icardi resmi mendarat ke Barcelona setelah menolak tawaran dari Real Madrid, Sevilla, Espanyol, Depertivo La Coruna, Valencia, Arsenal, dan Liverpool. Di usia yang baru menginjak 14 tahun, ia masuk dalam tim Barcelona U-17.
Di Barcelona, ia berkesempatan bertemu dengan salah satu kompatriotnya, Maxi Lopez, yang kala itu sedang menikmati masa-masa terbaiknya sebagai pesepakbola. Icardi begitu mengidolai Maxi Lopez sampai hubungan keduanya sudah seperti keluarga.
Dan siapa yang menyangka, Icardi pun jatuh hati dengan istri Lopez, seorang selebritas terkenal Argentina bernama Wanda Nara yang lebih tua enam tahun darinya. Cinta Icardi ini “sayangnya” tidak bertepuk sebelah tangan. Hubungan terlarang ini terbongkar pada tahun 2013 sehingga memicu perceraian antara Wanda dan Maxi.
Satu tahun setelahnya, Icardi dan Wanda menikah. Skandal ini begitu heboh dan masih diperbincangkan sampai saat ini. Bahkan, secara terang-terangan, Maradona menyebut Icardi sebagai sosok pengkhianat dan tak pantas menjadi bagian dari tim nasional Argentina.
Lantas, mengapa Messi dirumorkan menjadi penyebab utama sehingga Icardi tidak pernah dipanggil Bauza? Jawabannya sederhana.
Pertama, Maxi, selain kompatriotnya sesama Argentina di Barcelona, keduanya merupakan teman baik. Kedua, Messi adalah tipikal pria setia pada pasangannya. Ketiga, Messi sudah seperti “dewa” di tim nasional dan pelatih pun harus berkonsultasi dengannya perihal pemain yang layak bermain untuk tim nasional.
Kaitkan ketiganya, dan kesimpulannya adalah Messi membenci Icardi walau tidak serta merta menyampaikan secara eksplisit seperti Maradona.
Masa depan Icardi
Icardi sendiri sangat mendambakan bermain bagi negaranya. Hal ini ditunjukkannya dengan menolak tawaran Cesare Prandelli di tahun 2012 yang memintanya untuk memperkuat tim nasional Italia yang saat itu sedang krisis penyerang.
Sampai saat ini, Icardi baru satu kali bermain bersama tim nasional senior Argentina, kala menghadapi Uruguay, tahun 2013 silam.
Tak ada penyesalan dalam dirinya telah menolak tawaran Prandelli. Hal itu ia tunjukkan dengan penampilan konsisten dari tahun ke tahun bersama Internazionale demi bisa kembali memperkuat tim nasional Argentina.
Kala musim 2014-2015 ia bahkan menjadi pencetak gol terbanyak bersama Luca Toni dengan 22 gol. Pencapaian yang sangat hebat untuk pemain yang baru berusia 22 tahun.
Saat ini, yang perlu dilakukannya (mungkin) bukan lagi mencetak gol secara rutin karena statistiknya sudah “menjawab”. Kapten Internazionale ini (mungkin) harus terus mencetak tiga gol di setiap pertandingannya untuk mencuri perhatian Bauza.
Frasa Latin Ad impossibilia nemo tenetur (tak seorang pun berkewajiban melakukan hal yang mustahil) tampaknya tak berlaku bagi Icardi. Segala hal yang mustahil dilakukan seorang pesepakbola harus dilakukan Icardi agar bisa kembali mengenakan seragam tim Albiceleste.
Entah sampai kapan Icardi harus menunggu, namun dunia sepakbola sangat menikmati cerita ini.