Orkes Musik dari Lapangan Hijau

Manusia telah lama menggunakan musik untuk berbagai fungsi sosial. Studi bertajuk “Form and Function in Human Song” yang digarap peneliti Harvard University dan Victoria University of Wellington menemukan bahwa musik dapat memicu reaksi emosional manusia.

Penelitian yang melibatkan ribuan pengguna internet dari 60 negara berbeda ini juga menunjukkan bahwa para pendengar dari berbagai belahan dunia dapat mengidentifikasi fungsi dari lagu tertentu berdasarkan nada, melodi, tempo, dan ketukan walau tak mengerti betul arti liriknya.

Riset terbitan Current Biology ini memperlihatkan bahwa para responden lintas negeri mampu mengenali lagu mana yang digunakan untuk menenangkan bayi, menari, menyembuhkan penyakit, atau mengekspresikan cinta.

Sifat alami manusia yang kita bagi bersama memungkinkan kita menjangkau hal itu.

Musik terbukti mampu melampaui perbedaan budaya. Ia tak mengenal batas geografis dan zona waktu.

Selayaknya musik, sepakbola juga mampu menggapai ide dan pemikiran banyak orang. Aturan cara bermain atau Laws of the Game yang disepakati bersama adalah wujud manifestasi dari sifat sepakbola yang universal.

Karena kemiripannya, musik dan sepakbola gemar berkolaborasi serta memunculkan sesuatu yang bisa dinikmati siapa saja di stadion-stadion maupun siaran televisi.

Sebagai unsur hiburan, musik disajikan di upacara pembukaan ataupun laga pamungkas pesta sepakbola.

Di gelaran Piala Dunia, Shakira pernah mendendangkan salah satu lagu resmi turnamen paling ikonik berjudul “Waka Waka” pada upacara penutupan Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan.

Penampilan yang tak kalah ikonik dari Ricky Martin kala menyanyikan lagu “Livin La Vida Loca” juga muncul sesaat sebelum final Piala Dunia 1998 di Prancis.

Pada pesta sepakbola terbesar benua biru, David Guetta pernah manggung sesaat sebelum laga final Piala Eropa 2016 di Stade de France.

BACA JUGA:  Gus Dur, Sepakbola dan Pluralisme

Terakhir, ada lagu “Butter” milik boyband asal Korea Selatan, BTS, yang diputar di Stadion Wembley sebagai salah satu lagu final Piala Eropa 2020.

Sebagai seremonial, musik instrumental atau orkestra disetel melalui speaker panitia seraya mengantar kedua kesebelasan memasuki lapangan pertandingan. Contohnya adalah FIFA anthem.

Juga ada UEFA Champions League anthem yang termahsyur itu. Ini merupakan jenis musik yang membuat bulu roma banyak orang berdiri.

Tanyakan itu pada Cristiano Ronaldo atau Erling Braut Haaland yang sempat tertangkap kamera menyanyikan lagu karya Tony Britten di sejumlah momen sebelum sepak mula. Mereka merapal lirik dengan khidmat bak menyanyikan lagu kebangsaan.

Gareth Bale bahkan pernah berujar, salah satu alasannya bermain untuk Real Madrid adalah untuk memastikan dirinya mendengar langsung UEFA Champions League anthem dari tengah lapangan.

Lalu ada pula national anthem. Musik yang wajib dikumandangkan pada laga-laga internasional.

Tak ada yang meragukan kesakralan lagu Indonesia Raya yang berkumandang di Stadion Utama Gelora Bung Karno. Juga cara para pemain Tim Nasional Italia menyanyikan lagu kebangsaannya, Fratelli d’Italia. Selalu berapi-api dan penuh energi.

Dan dalam beberapa waktu terakhir kita sering mendengar bagian reff lagu “Seven Nation Army” di stadion-stadion Eropa dan Amerika.

Lagu milik duo Rock asal Detroit, The White Stripes pertama kali diperkenalkan sebagai lagu sepakbola oleh suporter Club Brugge pada 2006 silam.

Namun ia mulai benar-benar populer kala jadi lagu resmi pengantar gol di Piala Eropa 2012. Melodinya memang gampang disukai fans sepakbola.

Sampai-sampai reff yang sama tetap dipertahankan sebagai Official Goal Song untuk gelaran Piala Eropa edisi 2016 dan 2020.

Dalam bentuk yang paling berdikari kita mengenalnya dengan chant. Musik yang berasal dari bangku penonton. Digunakan suporter sebagai mantra-mantra.

BACA JUGA:  Adil Sejak Dalam Pikiran

Bisa untuk memacu semangat bertanding tim jagoan supaya bermain garang, juga dipakai untuk membikin ciut nyali tim lawan.

Bernyanyi bak paduan suara merupakan ritual wajib para fans di tribun-tribun stadion.

Biasanya chant dinyanyikan dengan ditemani dentuman drum, lengkingan terompet, tepukan tangan, atau bahkan tak menggunakan alat apapun alias modal pita suara.

Chant adalah jenis musik sepakbola yang ahli dalam menyebrangi daratan dan lautan.

Nyanyian “Allez Allez Allez” yang mulai identik dengan fans Liverpool contohnya.

Selain di Inggris, gubahan chant ini juga dinyanyikan oleh fans Porto di Portugal, Napoli di Italia, Atletico Madrid di Spanyol, Glasgow Rangers di Skotlandia, hingga Bali United di Indonesia!

Musik dan sepakbola memang mampu menembus ruang dan waktu. Meski miliaran penggila sepakbola dipisahkan oleh gunung dan laut, mungkin kita semua sepakat bahwa UEFA Champions anthem adalah lagu sepakbola termegah yang pernah ada.

Pun demikian dengan gairah penggawa Gli Azzurri saat menyanyikan lagu “Fratelli d’Italia”. Tentu saja ini subjektif. Namun bagi saya yang tinggal 10.000 kilometer jauhnya dari tanah Italia, itu merupakan salah satu orkes terindah yang bisa dinikmati dari jagad sepakbola.

Komentar
Penulis merupakan Karyawan Swasta. Bekerja di perusahaan multinasional asal negara peraih 4 kali juara Piala Dunia. Bisa ditemui di twitter @ganesalyosha.