Tim asal Malaysia, Johor Darul Takzim (JDT) berhasil meraih trofi juara AFC Cup 2015. The Southern Tigers –julukan JDT— berhasil mengalahkan wakit Tajikistan, FC Istiklol dengan skor tipis 1-0 di partai puncak yang digelar di Pamir Stadium, Dushanbe, Tajikistan, Sabtu (31/10) lalu.
Raihan JDT pada gelaran kali ini sebenarnya sedikit dinaungi oleh keberuntungan karena berhasil melaju ke partai final setelah lawan mereka, Al-Qadsia, berasal dari Kuwait yang baru saja menerima sanksi FIFA akibat adanya intervensi pemerintah dalam federasi sepak bola Kuwait.
Namun pencapaian JDT juga terbilang sensasional, karena akhirnya setelah lebih dari 12 tahun negara dari kawasan Asia Tenggara berhasil meraih gelar juara di kompetisi regional.
Jauh sebelum JDT berhasil, tepatnya pada tahun 2001 dan 2002, tim asal Thailand, Thai Farmers Bank, bahkan menjadi kampiun Liga Champions Asia yang merupakan kompetisi tertinggi region AFC. Tahun lalu Asia Tenggara juga sebenarnya berpeluang meraih gelar juara, andai Persipura Jayapura tidak dihentikan oleh Al-Qadsia di babak empat besar.
Dua pencapaian hebat dalam kurun waktu dua tahun, apakah akan menjadi pertanda akan kebangkitan sepak bola Asia Tenggara?
Per 31 Desember 2015, Integarasi ekonomi antarnegara Asia Tenggara akan diberlakukan dan sudah cukup memasyarakat dengan sebutan ASEAN Economic Community (AEC) atau lebih sering diucapkan dengan bahasa Indonesia yaitu Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Bukan hanya di bidang perekonomian saja negara negara Asia Tenggara akan melakukan integrasi, tetapi juga di bidang sepak bola yaitu melalui ASEAN Super League (ASL) yang digagas oleh ASEAN Football Federation (AFF). Kompetisi sendiri diwacanakan akan bergulir pada Agustus 2016.
ASL secara sederhana adalah kompetisi yang akan mempertemukan klub perwakilan negara-negara Asia Tenggara (termasuk Australia yang tergabung dalam sub-regional AFF). Setiap kontestan akan bertanding dalam sistem round-robin atau sistem setengah kompetisi.
Juara dari ASL sendiri akan mendapatkan tiket otomatis langsung berlaga di babak penyisihan grup Liga Champions Asia, di luar prestis dan nominal hadiah berupa uang yang jelas menggiurkan bagi tiap klub peserta.
“Makin banyak kompetisi, makin baik untuk perkembangan sepak bola kami, saya yakin banyak pihak yang akan tertarik, bahkan kami masih mencoba mempelajari (mengenai turnamen ini) apakah kami akan mengirim klub atau skuat usia di bawah 23 tahun,” kata Dan Palmi, manajer tim nasional Filipina. Dan Palami juga menekankan bahwa klub-klub Filipina siap berpartisipasi.
Reaksi dukungan lain yang diungkapkan oleh manajer umum Arema, Ruddy Widodo yang menyebutkan bahwa ASL akan menjadi tolak ukur Indonesia Super League (ISL) di kancah regional Asia Tenggara, karena juara kompetisi tersebut secara prestis akan menjadi tim terbaik regional tersebut.
Mengacu pada pernyataan dari Dan Palami dan Ruddy Widodo, ASL sendiri akan membuat klub asal Asia Tenggara menjadi lebih berkembang dan mendapatkan benefit tersendiri.
Dari segi kompetisi, klub di Asia Tenggara akan memainkan banyak laga, bukan hanya kompetisi domestik dan kompetisi regional, mereka akan bermain di ASL yang merupakan kompetisi sub-regional, hematnya setiap klub akan berkompetisi di empat sampai lima kompetisi (Malaysia sebagai contoh ada dua Piala di kompetisi domestiknya) mulai tahun depan.
Sudah menjadi pemahaman bersama pula bahwa makin banyak bermain makin meningkatlah pengalaman bertanding, tentunya hal ini akan meningkatkan kualitas dari tim-tim asal Asia Tenggara. Belum lagi keuntungan finansial yang mungkin didapat oleh setiap kontestan. Baik dari sponsor, hak siar televisi dan tiket stadion tentunya.
Nilai positif yang didapat dari ASL yang bisa jadi meningkatkan kualitas sepak bola Asia Tenggara ini membuat apa yang diraih oleh JDT mungkin saja bisa diraih tim asal Asia Tenggara lain, secara bertahap mungkin ke depannya bisa saja Asia Tenggara merusak dominasi Asia Barat dan Asia Timur di Liga Champions Asia.
Apabila boleh bermimpi lebih jauh lagi ASL akan berpengaruh kepada peforma tim nasional, dan bisa saja membuat kita bisa menyaksikan salah satu negara asal Asia Tenggara kembali berlaga di Piala Dunia. Asia Tenggara akan mengaum kembali.
Namun seperti buah simalakama, ASL tidak hanya mendatangkan keuntungan luar biasa bahkan memiliki dampak besar terhadap kemajuan sepak bola Asia Tenggara, tetapi ada resiko besar yang ditanggung oleh setiap kontestan. Mengenai jadwal yang mesti disesuaikan dan berpengaruh terhadap pengeluaran ekstra yang akan dikeluarkan oleh setiap peserta karena akan berlaga di kompetisi tambahan.
Seperti keluhan yang disampaikan oleh Jan Steinbrunner, pelatih Geylang United, klub asal Singapura.
“Dengan adanya ASL, kami jelas membutuhkan para fans untuk bertandang di kompetisi tambahan, ini sangat tidak baik bagi S-League, kami tidak mungkin mengacuhkan kompetisi domestik kami,” sebut Steinbrunner seperti yang dilansir ESPN FC.
Yang disampaikan oleh Steinbrunner tersebut menujukan poin utama ada di masalah penjadwalan, karena dengan bertambahnya kompetisi maka akan berpengaruh terhadap apa-apa yang terjadi di kompetisi domestik.
Para pemain memang akan bermain terus, namun imbasnya mereka akan tidak fokus karena kelelahan yang disebabkan bermain di banyak kompetisi, belum lagi perjalanan sebelum pertandingan yang bisa jadi berpengaruh terhadap peforma pemain di lapangan.
Dengan bertambahnya kompetisi, tentu pengeluaran ekstra akan dikeluarkan oleh klub, terutama laga tandang, karena awayday ke luar negeri jelas membutuhkan dana esktra dibandingkan bertandang di kompetisi domestik yang sudah terhitung dalam anggaran awal.
Maka konsep dari ASL sendiri mesti lebih dimatangkan dan disesuaikan, apalagi visi yang dicanangkan adalah bernilai positif yaitu kejayaan sepak bola Asia Tenggara.