Pilkada Banten dan Aturan Gol Tandang

Hingar bingar pesta politik lima tahunan Pilkada telah selesai dengan diumumkannya hasil rekapitulasi suara di beberapa wilayah oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) di daerah setempat. Namun, kita terlalu terfokus pada pertarungan antarcalon di wilayah Ibukota, Jakarta.

Padahal ada beberapa Pilkada lain yang juga menarik, salah satunya Banten yang berada persis di sebelah barat wilayah Ibukota. Di daerah tersebut ada dua calon yang bertarung yakni sang petahana Rano Karno yang kita kenal melalui Si Doel, dan sang lawan Wahidin Halim yang mencoba peruntungan ke-duanya.

Pilkada Banten memiliki hasil yang unik jika dilihat dari bagaimana Wahidin Halim dan Andika Hazrumy memenangi laga melawan pasangan Rano Karno dan Embay Mulya Syarief.

Secara umum, jika suatu calon berhasil menggunguli pihak lawan di banyak wilayah, ada probabilitas kemenangan yang lebih besar pada calon tersebut. Namun, situasi mengatakan sebaliknya, di mana sang lawan berhasil memperoleh suara terbanyak dengan modal hanya menang di dua wilayah saja.

 

Wilayah Wahidin Halim – Andika Hazrumy Rano Karno – Embay Mulya Syarief
Kota Cilegon 42,4 % (76.480) 57,6 % (104.020)
Kota Serang 44,5 % (123.203) 55,5 % (153.493)
Kota Tangerang 66,8 % (505.806) 33,2 % (250.909)
Kota Tangerang Selatan 47,7 % (259.737) 52,3 % (285.257)
Kabupaten Lebak 42,9 % (254.182) 57,1 % (338.079)
Kabupaten Pandeglang 46,4 % (243.751) 53,6 % (281.832)
Kabupaten Serang 55,3 % (365.775) 44,7 % (295.618)
Kabupaten Tangerang 48,7 % (577.050) 51,3 % (608.873)
Total 50,93 % (2.405.804) 49,07 % (2.318.081)

(Sumber:  pilkada2017.kpu.go.id/hasil/t1/banten)

Hasil keseluruhan dari pemilihan tersebut menunjukkan, bahwa Rano Karno berhasil memenangi enam wilayah dari delapan wilayah Kota/Kabupaten yang ada di Provinsi Banten. Sayangnya, perolehan total suara justru dimenangkan oleh sang lawan, berangkat dari dua wilayah saja kemenangan yang diperoleh.

BACA JUGA:  Nike yang Membawa Revolusi Kepada Kita

Maka, menang di kandang bg secara hampir mutlak dan berusaha tidak kalah secara jomplang di wilayah lain, menjadi faktor kunci kemenangan tersebut.

Bila mengikuti cocoklogi kekinian dalam sepakbola, Wahidin–Andika berhasil menerapkan strategi gol tandang di wilayah-wiayah yang mengalami kekalahan, tetapi tidak secara besar.

Sebetulnya, aturan Gol Tandang merupakan solusi lain untuk menentukan pemenang bila kedudukan agregat sama kuat dalam suatu pertandingan sebelum dipastikan apakah berlanjut ke babak perpanjangan waktu atau tidak.

Aturan tersebut biasanya berlaku pada fase sistem gugur turnamen yang mengadopsi sistem dua kali bertemu, kandang dan tandang. Inti dari sistem tersebut, gol yang berhasil dicetak saat posisi tandang, lebih dihargai sebagai keuntungan agresivitas karena suatu tim berada pada posisi bertanding di tempat lawan.

Karena itulah, ada kecenderungan bila suatu tim akan mencoba defensif saat menjadi tuan rumah agar tim tersebut tidak kebobolan dan menjadi agresif untuk mencetak gol saat tandang.

Di kompetisi bergengsi  benua biru, Liga Champions Eropa, sudah ada beberapa kejadian mengenai gol tandang dalam sepuluh tahun terakhir.

Musim lalu, Atletico Madrid melaju ke final setelah gol Antoine Griezmann di kandang Bayern menjadi penentu dengan agregat 2-2. Begitupula dengan Bayern München di musim 2009/2010 mereka dua kali lolos dengan agregat 4-4, modal kemenangan kandang 2-1 dan kalah 3-2 saat melawan Fiorentina dan Manchester United.

Chelsea bahkan dua kali digagalkan lolos melalui sistem ini, ketika Barcelona meraih treble winners pertama-nya dengan skor 1-1 melalui laga yang penuh kontroversi. Serta, menghadapi Paris Saint-Germain dengan skor 2-2 setelah extra time di musim 2014/2015.

Arsenal pun juga begitu, dua kali gagal melalui agregat 3-3 setelah kalah 1-3 di kandang, namun menang 2-0 saat tandang ketika menghadapi  Bayern München di musim 2012/2013 dan AS Monaco di musim 2014/2015.

BACA JUGA:  Luang Prabang, Lanexang, dan Lao Toyota: Wujud Distopia Sepakbola Laos

Hal ini membuat Arsene Wenger berujar bahwa aturan gol tandang perlu dihapus karena penentuan yang berhak lolos menjadi tidak adil.

Kembali ke Banten, memang tidak ada agregat dalam penghitungan suara dalam menentukan pemenang. Kemenangan Wahidin dalam Pilkada tersebut menunjukkan bagaimana tetap berusaha unjuk gigi dengan kalah secara tipis, dan memaksimalkan basis suara di kandangnya sendiri.

Sehingga peluang untuk mendulang suara banyak tetap muncul melalui agresivitas di wilayah lawan. Memang  ada beberapa opini atau pendapat negatif bahwa ada indikasi kecurangan sehingga beberapa wilayah di Banten mengadakan pemungutan suara ulang.

Yang jauh lebih penting dari Pilkada kali ini, sekiranya setiap calon pemimpin bisa bersaing secara sehat dan mereka bisa belajar banyak prinsip sportivitas dalam olahraga termasuk sepakbola sehingga memiliki sikap legowo baik saat menang ataupun kalah.

 

Komentar