Seperti yang telah diketahui secara luas bahwa zat gizi makro dibagi menjadi empat, yaitu karbohidrat, lemak, protein, dan air. Jika karbohidrat dan lemak lebih berperan sebagai pemberi energi, maka berbeda dengan protein, yang berfungsi menjaga kondisi tubuh agar tetap fit dan ideal.
Protein membantu atlet dalam membangun otot tubuh, pemulihan cedera, dan mencegah atlet dari serangan penyakit infeksi. Pada kesempatan kali ini, penulis akan membahas lebih lanjut mengenai peran protein bagi atlet.
Fungsi protein
Layaknya sebuah bangunan yang dituntut untuk dapat terus berdiri dengan kokoh, atlet profesional, termasuk pesepak bola, juga dituntut untuk tetap dapat tampil prima sepanjang musim kompetisi. Protein dapat dikatakan sebagai sebuah fondasi yang dapat membantu atlet guna memenuhi tuntutan tersebut.
Protein telah lama dikaitkan dengan power dan strength, serta sebagai bahan baku utama otot, sehingga tampak logis jika asupan protein meningkat, maka ukuran dan kekuatan otot juga meningkat (Bean, 2009).
Protein diperlukan untuk pertumbuhan dan pembentukan jaringan baru, perbaikan jaringan rusak, dan untuk mengatur banyak jalur metabolisme, serta dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk produksi energi.
Protein juga diperlukan untuk produksi hampir semua enzim dan berbagai hormon tubuh (seperti adrenalin dan insulin), serta neurotransmiter (saraf). Protein memiliki peran dalam menjaga keseimbangan cairan optimal jaringan, mengangkut zat gizi ke dalam dan keluar dari sel, membawa oksigen dan mengatur pembekuan darah (Bean, 2009).
Kebutuhan protein
Kebutuhan protein bagi seorang atlet disebutkan berada pada rentang 1,2-1,6 gr/kg berat badan per harinya dan nilai ini berada di atas kebutuhan protein bagi non-atlet, yaitu sebesar 0,6-0,8 gr/kg berat badan. Peningkatkan kebutuhan protein bagi atlet ini disebabkan oleh karena atlet lebih beresiko untuk mengalami kerusakan jaringan otot, terutama saat menjalani latihan/pertandingan olahraga yang berat (Irawan, 2007).
Rentang 1,2-1,6 gr/kg berat badan per hari adalah rentang maksimum kebutuhan protein yang diakibatkan dari kebutuhan yang meningkat selama menjalani latihan ketahanan dan latihan resistensi (FIFA, 2010).
Pada olahraga yang bersifat ketahanan dengan durasi panjang sebagian kecil asam amino dari protein juga akan digunakan sebagai sumber energi terutama saat simpanan glikogen sudah semakin berkurang. Oleh karena hal-hal tersebut maka kebutuhan konsumsi protein seorang atlet dalam kesehariannya akan relatif lebih besar jika dibandingkan dengan kebutuhan non-atlet (Irawan, 2007).
Pesepak bola memang bukan atlet ketahanan, tetapi dalam porsi latihan mereka, akan ada latihan ketahanan dan juga latihan-latihan intens lainnya. Sehingga menjadi penting untuk menjaga asupan protein mereka tidak kekurangan. Berikut adalah contoh perhitungan kebutuhan protein bagi atlet:
Atlet A memiliki berat badan 60 kg. maka kebutuhan protein hariannya ada dalam rentang (1,2 gr x 60 kg) sampai (1,6 gr x 60 kg) atau tepatnya 72-96 gr protein/kg berat badan per hari. Setara dengan 288-384 kkal per hari.
Beberapa peneliti juga ada yang mengatakan bahwa rentang 1,2-1,6 gr/kg berat badan per hari tidak dapat dikatakan sebagai rentang yang benar-benar universal (FIFA, 2010). Hal tersebut dikarenakan dalam menilai kebutuhan protein untuk atlet, bahkan untuk setiap orang, ada faktor-faktor lain yang dapat memengaruhi, seperti halnya (Clark, 2008):
- Atlet Endurance (ketahanan) dan latihan intens lainnya. Sekitar 5 persen dari energi dapat berasal dari protein selama latihan ketahanan, terutama jika simpanan glikogen otot telah habis dan glukosa darah sedang rendah.
- Atlet mengonsumsi terlalu sedikit kalori. Sehingga protein diubah menjadi glukosa dan dibakar untuk menjadi energi, bukannya digunakan untuk membangun dan memperbaiki otot.
- Masa pertumbuhan atlet remaja. Protein sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan otot mereka.
- Untrained people yang “baru” memulai program latihan. Mereka membutuhkan protein ekstra untuk membangun otot.
Clark (2008) menjabarkan secara lebih spesifik mengenai kebutuhan protein seseorang, terutama untuk atlet, sebagai berikut:
Lalu bagaimana dengan asupan protein berlebih?
Tentunya segala hal yang berlebihan, termasuk asupan protein, akan menyebabkan ketidakseimbangan dan menjadi kurang baik bagi tubuh. Berikut adalah dampak terlalu banyak mengonsumsi protein (modifikasi Bean, 2009; Clark, 2008; Tipton & Wolfe, 2007):
- Jika atlet terlalu banyak mengonsumsi protein, maka akan menyebabkan atlet menjadi kekenyangan dan konsumsi karbohidrat menjadi terbatas, padahal karbohidrat merupakan sumber energi utama manusia.
- Protein dipecah ke dalam urea, produk limbah dieliminasi dalam urin. Jadi, jika mengonsumsi protein dalam jumlah banyak, maka atlet juga harus banyak minum. Jika tidak akan berisiko pada batu ginjal. Sering pergi ke kamar mandi dan perut kembung mungkin dapat memberi ketidaknyamanan selama pelatihan dan kompetisi.
- Secara teoritis, terlalu sering mengonsumsi protein dalam jumlah berlebihan juga disinyalir dapat menyebabkan kerusakan pada hati dan ginjal akibat stress yang didapatkan kedua organ tersebut dalam memetabolisme protein dalam jumlah berlebih.
- Atau Kantong Kering juga dapat menjadi dampak ‘buruk’ lainnya. Diketahui bahwa protein hewani biasanya harganya mahal, sehingga memaksa tim atau atlet, secara pribadi untuk merogoh kocek lebih dalam untuk diet. Jika suatu tim memiliki anggaran terbatas, maka dananya dapat dialihkan untuk membeli lebih banyak sumber protein nabati (kacang-kacangan, lentil, tahu, tempe) dan lebih banyak buah, sayuran, biji-bijian, kentang.
- Diet tinggi protein biasanya menjadi boomerang tersendiri bagi atlet, apalagi jika berasal dari protein hewani (yang secara langsung juga mengandung lemak hewani, yang mengandung kolesterol). Ini akan semakin tidak baik jika cara pengolahannya digoreng karena berisiko dapat menaikkan berat badan atlet dan kesehatan jantung atlet.
Pesepak bola bukanlah atlet yang dituntut memiliki tubuh besar berotot layaknya binaragawan, sehingga pesepak bola tidak terlalu dituntut untuk mengonsumsi suplemen protein (dalam bentuk tablet atau kapsul) guna meningkatkan asupan protein harian mereka dalam jumlah besar.
Survei diet menunjukkan bahwa sebagian besar atlet yang makan dalam jumlah cukup guna memenuhi kebutuhan energinya, biasanya telah berhasil mencapai asupan protein di atas 1,2-1,6 gr/kg berat badan per hari, bahkan tanpa menggunakan suplemen protein. Oleh karena itu, sebagian besar atlet tidak perlu didorong atau dididik untuk meningkatkan intake protein mereka (FIFA, 2010).
Sebaliknya, orang yang mengonsumsi asupan energi yang cukup dari berbagai varian zat gizi (tidak terfokus pada makanan kaya protein) harus memastikan kebutuhan protein mereka terpenuhi dengan baik, termasuk kenaikan kebutuhan protein yang dapat timbul akibat pelatihan intensitas tinggi.
Jika kenaikan kebutuhan protein tersebut tidak diperhatikan dengan baik, maka dapat berisiko gagal untuk memenuhi kebutuhan protein harian, terutama bagi mereka yang sangat membatasi asupan energi untuk waktu yang lama atau yang tidak memiliki banyak variasi makanan. Asupan energi yang cukup juga penting dalam mempromosikan keseimbangan protein atau meningkatkan retensi protein (FIFA, 2010).
Berikut ini penulis jabarkan daftar makanan sumber protein menurut Kemenkes (2014). Kandungan zat gizi satu (1) porsi Tempe sebanyak 2 potong sedang atau 50 gram adalah 80 Kalori, 6 gram Protein, 3 gram lemak dan 8 gram karbohidrat. Daftar pangan sumber protein nabati sebagai penukar 1 porsi tempe adalah:
Kandungan zat gizi satu (1) porsi terdiri dari satu (1) potong sedang Ikan segar seberat 40 gram adalah 50 Kalori, 7 gram Protein dan 2 gram lemak. Daftar pangan sumber protein hewani dengan 1 (satu) satuan penukar porsi Ikan segar:
Pada akhirnya, sama seperti halnya kebutuhan akan pemenuhan energi (dari konsumsi lemak dan karbohidrat), kebutuhan terhadap protein juga penting untuk diperhatikan. Dalam pemenuhannya harus diperhatikan jumlah, jenis, dan varian cara pemasakannya.
Jadi, antara pemenuhan energi dan asupan protein harus saling melengkapi, jangan sampai terjadi ketidakseimbangan dalam diet atlet, termasuk pesepak bola. Dengan kedisiplinan dalam diet dan istirahat yang cukup setiap harinya, maka atlet dapat tampil prima sepanjang musim.