Sundulan dalam Sepakbola dan Bahayanya

Sepakbola merupakan cabang olahraga paling populer di planet Bumi dan memiliki penggemar di kota-kota metropolitan sampai pelosok desa.

Sepakbola dengan segala dinamikanya selalu menghadirkan pertunjukan yang menarik atensi.

Bermacam teknik disuguhkan para pemain. Beraneka taktik diimplementasikan para pelatih. Ada aksi individual, ada pula hasil kerja kolektif.

Satu yang pasti, semuanya mengusung misi sederhana yakni mencetak gol guna meraup kemenangan.

Bicara tentang teknik dalam bermain, ada banyak sekali yang mesti dikuasai para pemain. Salah satu teknik dasar dalam permainan sepakbola adalah sundulan atau heading.

Teknik ini merupakan aksi dari seorang pemain yang menggunakan kepalanya untuk menyentuh atau mengarahkan bola.

Sundulan sendiri begitu identik dengan duel-duel yang terjadi di udara, baik dalam aksi defensif maupun ofensif.

Pada fase yang disebut terakhir, mungkin publik tak bisa lupa dengan gol sundulan yang dibukukan Robin van Persie ke jala Iker Casillas kala Belanda berjumpa Spanyol dalam babak penyisihan Grup B Piala Dunia 2014 silam.

Menerima umpan lambung menyilang dari Daley Blind, van Persie yang ketika itu tak terkawal lalu terbang dan menyundul bola secara presisi tanpa sanggup dihalau Casillas. Jala La Furia Roja pun bergetar dan membuat De Oranje menyamakan kedudukan 1-1 .

Gol itu sendiri menjadi awal pesta Belanda ke gawang Spanyol dan akhirnya menang setelah Stefan de Vrij, Arjen Robben (bikin dua gol), serta van Persie (lagi) menghujani gawang lawan dengan gol-gol selanjutnya. Secara keseluruhan, Belanda menang telak atas Spanyol dengan skor 5-1!

BACA JUGA:  Pantang Menyerah Seperti Luke Shaw

Bicara tentang gol sensasional van Persie via sundulan, maka kita juga harus memahami bahwa aksi tersebut juga berisiko untuk para pemain.

Pasalnya, menyundul bola terlalu sering bisa menimbulkan neurodegeneratif alias penurunan fungsi otak, salah satunya adalah Demensia.

Bahaya yang Menyerang

Demensia menurut WHO (World Health Organization) adalah timbulnya sindrom neurodegeneratif akibat kelainan yang bersifat kronis dan progesif.

Lebih jauh, hal itu juga mengganggu fungsi kognitif karena diikuti dengan buruknya kontrol emosi dan perilaku oleh otak.

Artikel dalam jurnal Neurosurgery tahun 2012 menjelaskan bahwa seorang pemain rata-rata menyundul bola 6 sampai 12 kali per laga dan melakukan setidaknya 2000 sundulan kala menjalani karier selama kurang lebih 20 tahun.

Aksi-aksi sundulan yang dilakukan pesepakbola selama kariernya dapat mengubah struktur otak yang ada di kepala lantaran mengalami benturan terus-menerus dengan bola.

Pada tahun 2019, PFA Charity (asosiasi pesepakbola profesional Inggris) mendanai sebuah penelitian yang menemukan bahwa pemain sepakbola 3,5 kali berpotensi meninggal karena demensia dibandingkan dengan orang-orang biasa.

Selain itu, seperti yang di kabarkan oleh The Guardian, penelitian yang dilakukan pihak Universitas Glasgow, menyatakan bahwa pesepakbola memiliki risiko lima kali lebih tinggi terkena Alzheimer, empat kali lebih tinggi didera masalah saraf motorik dan dua kali lebih tinggi menderita Parkinson.

Sejauh ini, sudah banyak mantan pemain sepakbola yang meninggal akibat terkena Demensia.

Legenda Celtic, Billy McNeill (wafat pada 2019), mantan penggawa tim nasional Inggris ketika menjuarai Piala Dunia 1966, Ray Wilson (2018), Martin Peters (2019) dan Nobby Styles (2020) adalah sebagian contohnya.

Legenda Manchester United yang kini berumur 83 tahun, Sir Bobby Charlton, juga sedang berjuang melawan Demensia yang menghinggapinya sejak November 2020 kemarin.

BACA JUGA:  Sepakbola sebagai Sarana Promosi Kesehatan

Selain Demensia, potensi bahaya dari sundulan adalah gegar otak. Ini merupakan jenis cedera otak traumatis.

Masih hangat di ingatan kita semua saat Ryan Mason berbenturan kepala dengan Gary Cahill dan bikin dirinya mengalami retak tengkorak.

Aturan yang Berubah

Pada tahun 2016, Federasi Sepakbola Amerika Serikat (USSF) membuat aturan khusus untuk pemain di bawah umur 11 tahun. Mereka dilarang menyundul bola, baik saat berlatih maupun bertanding.

Selain itu, untuk kelompok umur 12 dan 13 tahun, maksimal latihan sundulan adalah 30 menit per pekannya dengan tiap pemain tidak melakukan sundulan lebih dari 15 sampai 20 kali.

Asosiasi sepakbola Eropa (UEFA) juga membuat aturan bagi pemain muda. Ada lima poin yang yang termaktub di dalam UEFA Heading Guidelines for Youth Players.

Pertama, perhatikan besar dan berat bola. Kedua, tekanan bola untuk latihan dan pertandingan dikurangi. Ketiga, mengurangi durasi latihan menyundul. Keempat, melatih kekuatan otot leher. Kelima, memperkuat kesadaran akan kemungkinan gegar otak.

Federasi sepakbola Inggris (FA) juga mengeluarkan aturan yang lebih rinci. Mereka mengelompokkannya dalam berbagai kelompok usia. Mulai dari U-6 sampai U-18.

Mereka menentukan ukuran bola, format permainan hingga frekuensi sundulan yang bisa dilakukan oleh tiap-tiap kelompok umur.

Hal-hal tersebut dilakukan demi menekan efek yang dapat ditimbulkan dari aksi sundulan yang memang lazim ada dalam permainan sepakbola.

Dengan begitu, banyaknya kasus pesepakbola yang mengalami Demensia beberapa tahun setelah pensiun, utamanya saat memasuki usia senja dapat ditekan.

Komentar
Fisioterapis yang biasa saja, pegiat Football Manager dan penggila AC Milan yang biasa saja juga, sih. Bisa disapa di akun Twitter @rifqiannafi.