Tepat pada tanggal 1 Juni 2018, kesebelasan top Skotlandia, Rangers FC, meresmikan Steven Gerrard sebagai pelatih anyar mereka. Lelaki Inggris tersebut menandatangani kontrak berdurasi empat musim.
Walau belum berpengalaman sebagai juru strategi, manajemen Rangers percaya bahwa Gerrard adalah sosok yang tepat untuk membawa The Gers kembali kompetitif.
Usai dinyatakan bangkrut pada tahun 2012 lalu dan didegradasi paksa ke divisi terendah Liga Skotlandia, jalan yang mesti ditempuh Rangers buat memulihkan namanya amat berliku. Beruntung, Gerrard mampu memaksimalkan kesempatan yang diberikan pihak manajemen. Terlebih, tekanan untuknya juga tak kelewat masif.
Manajemen Rangers mengerti bahwa ada proses yang kudu mereka lakoni terlebih dahulu sebelum sampai ke tempat di mana mereka biasanya berada dalam konstelasi sepakbola Skotlandia.
Di musim pertamanya, Gerrard mampu membawa Rangers mengakhiri kompetisi di peringkat dua serta lolos ke Liga Europa pada musim berikutnya. Kinerjanya dinilai impresif karena Rangers hanya tertinggal sembilan poin dari rival bebuyutannya, Celtic FC, dalam perebutan titel Liga Primer Skotlandia.
Usaha Gerrard bersama Rangers buat mendongkel kedigdayaan Celtic di musim 2019/2020 makin menggelegak. Fans The Gers pun memiliki keyakinan lebih bahwa tim kesayangan mereka sekarang lebih tangguh. Nahas, nasib berkata lain. Rangers agak tercecer dari Celtic yang melaju kencang sejak awal musim.
Tatkala Liga Primer Skotlandia 2019/2020 disetop akibat Corona dan gelar juara diberikan kepada Celtic berdasarkan rataan poin, James Tavernier dan kawan-kawan bertengger di posisi dua tapi tertinggal 13 angka dari sang rival.
Realita di atas bikin Gerrard mengusung ambisi tinggi saat kembali berkompetisi pada musim 2020/2021 mendatang. Meski demikian, saat kontraknya dengan Rangers belum juga berakhir, Gerrard sudah santer dikabarkan menjadi suksesor Jurgen Klopp di Liverpool.
Sebagai putra lokal sekaligus legenda Liverpool, ia tentu akan dikait-kaitkan dengan pekerjaan impiannya ini. Namun sebelum itu semua menjadi nyata, lelaki berumur 40 tahun itu wajib menuntaskan pekerjaan besarnya di Stadion Ibrox.
Berbekal memori kolektif bersama Gerrard, separuh pendukung Liverpool, belakangan menyamar sebagai fans Rangers. Alih-alih dilakukan untuk menenun tradisi kekerabatan antarklub, dukungan itu diberikan karena pendukung Liverpool menaruh perhatian besar pada karier kepelatihan Gerrard.
Di luar itu semua, kiprah Gerrard bareng Rangers memang patut diperhatikan. Sebab, ia memiliki segudang raihan prestise sebagai pesepakbola. Rumusan antara pengalaman bermain Gerrard yang bertabur prestasi dengan siasat taktis dan strategis sebagai pelatih, tentu akan menjadi daya tarik tersendiri ketika menukangi suatu kesebelasan.
Di Skotlandia, Gerrard mendapat sorotan cukup tinggi karena Rangers memang bukan tim sembarangan karena masih berstatus sebagai penguasa tanah Skotlandia dengan 54 gelar liga. Lebih jauh, Gerrard juga menghadirkan mental petarung yang lebih ke dalam tim asuhannya.
Hanya perlu sedikit sentuhan magis maka Tavernier dan kawan-kawan akan siap jadi tim nomor satu. Bisa dibilang, Gerrard sedang membangun kembali energi positif di Stadion Ibrox. Antusiasmenya menukangi Rangers juga terlihat kala ia merayakan kemenangan atas Celtic di markas lawan dalam laga bertajuk Derbi Old Firm.
Tentu ini menguatkan solidaritas organik di kalangan pendukung Rangers yang akhir-akhir ini mengalami masa pancaroba dan didera inferioritas akibat dominasi Celtic. Musim depan, Liga Primer Skotlandia tak lagi sebatas ajang prasyarat juara bagi The Bhoys. Setelah beberapa musim, Rangers dapat kembali meramaikan bursa juara.
Di sisi lain, andai gagal merengkuh gelar juara, performa Rangers di bawah asuhan Gerrard mesti diperhitungkan matang-matang. Pasalnya, setelah Gerrard hadir, banyak aspek teknis dan non-teknis yang mulai berubah di kubu Glasgow biru. Selain itu, faktor impersonal Gerrard sebagai seorang legenda Liverpool, salah satu tim mapan Eropa, memupuk kepercayaan diri bagi segenap elemen klub.
Seabrek tugas yang diambil Gerrard di Rangers tidak sesimpel melihat persaingan papan atas Liga Primer Skotlandia di masa lampau. Namun yakinlah, Gerrard menghadirkan warna baru dalam rivalitas Celtic dan Rangers yang selama ini mendominasi di kancah sepakbola Skotlandia.
Selain soal jati diri klub, di lapangan, Gerrard berupaya membubuhkan sepakbola yang bertenaga di depan pendukung The Gers. Formasi menyerang 4-3-3 yang jadi pakemnya, ditopang oleh fisik pemain-pemain muda yang masih trengginas. Hasilnya, atraksi di Stadion Ibrox dihiasi banyak serangan. Dan performa Rangers perlahan tapi pasti, menanjak berkat polesannya.
Sementara Liverpool, sedang menyongsong salah satu periode terbaiknya di bawah asuhan Klopp. Mereka sudah amat dekat dengan gelar liga pertamanya dalam kurun 30 tahun terakhir. Sebuah pencapaian yang selama ini amat dinantikan fans The Reds di manapun berada.
Oleh karena itu, suporter Liverpool sepatutnya duduk tenang menikmati kisah bersama Klopp seraya memberi keleluasaan kepada Gerrard untuk mengenyam pengalaman, suka dan duka sebagai pelatih di kota Glasgow. Siapa tahu, Gerrard adalah figur yang bakal menghadirkan lagi trofi mayor yang sudah lama hilang dari lemari trofi The Gers lagi.
Bila mampu melakukannya, kepulangan ke Stadion Anfield hanya tinggal menunggu waktu. Namun satu yang pasti, Gerrard harus kembali dengan kapabilitas nan aduhai sebagai pelatih. Bukan sekadar romantisme belaka yang justru berpotensi memunculkan kekecewaan bagi semua pihak.