Cahaya dan terang adalah prasyarat untuk penglihatan manusia. Dalam kegelapan total kita tidak melihat apa-apa. Namun sebaliknya, dalam terang yang sangat berlebihan kita tidak tahan juga kesilauannya.
Petikan dari bapak arsitektur modern Indonesia, Y.B. Mangunwijaya, di atas bisa kita aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari mana kala matahari terbenam dalam waktu sore dan perlahan-lahan kegelapan total hadir di malam hari.
Dalam gejala perubahan waktu itulah, penglihatan kita memerlukan suatu penerangan sebagai pengganti sinar matahari pada siang hari untuk menjaga kinerja pada malam hari, baik dalam skala kecil seperti di rumah atau skala besar seperti di stadion sepakbola.
Cahaya yang dihasilkan dari lampu di rumah atau di stadion sepakbola tak muncul begitu saja. Ada proses panjang yang terjadi dalam setiap sebaran cahaya yang menerangi langkah kita. Mulai dari klaim penemuan lampu yang dilakukan oleh Humphry Davy hingga akhirnya disempurnakan dengan bola lampu oleh Thomas Alva Edison.
Dalam konteks sepakbola, di daratan Spanyol, 78 tahun setelah ditemukannya bola lampu dan dikomersilkan oleh perusahaan dari Thomas Alva Edison, eksperimentasi teknologi pada konstruksi bangunan seperti stadion mencoba hal baru.
Percobaan itu dilakukan dengan memasukkan unsur teknologi berupa penerangan lampu sorot atau floodlight di Stadion Nuevo Estadio Chamartín ―sekarang bernama Stadion Santiago Bernabeu― yang kerap menghelat pertandingan sepakbola di siang hari di tahun 1957.
Dua puluh tiga tahun kemudian, kolektivitas semangat pesepakbola di atas rumput hijau ternyata berbanding terbalik dengan tragedi yang dialami para supporter dengan adanya tragedi Bradford, Heysel, Hillsborough, hingga Furiani. Tragedi itu diakibatkan karena keusangan infrastruktur stadion dan ditambah minimnya pengetahuan tentang manajemen keramaian.
Untuk itulah, UEFA bersama Uni Eropa membuat suatu konvensi tentang keselamatan dan keamanan stadion. Pada akhirnya, regulasi terhadap modernisasi sepakbola tak bisa ditawar dalam era transformasi global. Dampaknya terlihat pada renovasi stadion.
Kemudian, terjadilah kolaborasi pihak klub dengan firma arsitektur atau para arsitek seperti, Alberto Cugini dan Ulisse Stacchini (Stadion San Siro, Italia), HOK Sports (Stadion Wembley, Inggris), Herzog & De Meuron (Stadion Allianz Arena, Jerman), Francesc Mitjans Miró, Josep Soteras Mauri, dan Lorenzo García Barbón (Stadion Camp Nou, Spanyol).
UEFA memberlakukan standarisasi melalui bentuk regulasi ketat dalam Guide To Quality Stadium diperuntukkan bagi pihak klub dan pihak firma arsitektur. Dalam konteks penerangan, terlampir regulasi bahwa setiap stadion wajib memiliki lampu sorot.
Hal itu menjadi kebutuhan untuk menggelar pertandingan malam hari untuk mengakali terbatasnya waktu pada siang hari saat musim dingin di Eropa. Aturan ini juga menyebutkan soal ketinggian lampu sorot pada stadion yang memiliki atap maupun yang tak beratap. Pemakaian LED lighting yang sejalan dengan kampanye transisi energi Uni Eropa juga diintegrasikan di sini.
Pengaturan cahaya untuk stadin yang tidak beratap cukup berbeda dengan karakteristik stadion yang dibangun di era Belanda di Indonesia. Stadion lawas, seperti Gelora 10 November, Surabaya; Gajayana, Malang; Siliwangi, Bandung; Sriwedari, Solo; atau bahkan Teladan, Medan, masih menggunakan sistem lampu sorot bentuk menara.
Selain itu, dalam regulasi UEFA, pencahayaan stadion harus kompatibel dengan persyaratan televisi. Variasi intensitas cahaya sebelum pertandingan, selama pertandingan dan setelah pertandingan wajib disesuaikan dengan penggunaan energi. Penempatan posisi, ketinggian serta sudut dalam desain lampu sorot juga diatur supaya sebaran cahaya seragam diseluruh area lapangan.
Pertemuan unsur teknologi, adanya regulasi, dan luka pada tragedi dalam stadion seakan menerjemahkan cara pandang Mangunwijaya dalam karyanya Pasal-Pasal Penghantar Fisika Bangunan mengenai persoalan kenyamanan fisik atau comfortablilty.
Ia menjelaskan bahwa kenikmatan dalam suatu rumah datang dari keadaan dan pengaturan fisik rumah dan dapat menjangkau sisi penghayatan jiwa dalam psikologi menurut cita rasa masing-masing.
Kita juga perlu sepakat pada pernyataan Jacques Herzog. Ia merupakan seorang arsitek asal Swiss yang bertanggungjawab dalam pembangunan Stadion Allianz, Munchen yang megah itu.
“Semua seni adalah tentang bagaimana barang dibuat dan mengapa barang dibuat […] Dan mengungkapkan cara memandang dunia, apa yang keluar ketika seseorang membuat puisi, lukisan, patung atau bangunan,” ujarnya dalam wawancara dengan The Guardian.