Versi Terbaik Salah Merebut Panggung Haaland

Selebrasi gol Mohammed Salah kontra Manchester City. (Liverpool FC)
Selebrasi gol Mohammed Salah kontra Manchester City. (Liverpool FC)

Mohamed Salah menjaga Anfield tetap sakral. Ia menjadi malaikat maut bagi Manchester City sekaligus menjaga Liverpool tak terkalahkan selama 28 laga terakhir di kandang. The Egyptian King muncul sebagai pahlawan kemenangan The Reds di saat Erling Haaland digadang-gadang akan menodai Anfield dengan gol-golnya. Petaka bagi City di menit 76 saat Salah menerima long pass dari Alisson, mengelabuhi Joao Cancelo, lalu seketika membuat seisi stadion bergemuruh menyambut kembali kebangkitannya.

Salah kembali ke peran terbaiknya, bermain menusuk ke tengah agar memudahkannya mencari posisi tembak terbaik lewat sudut-sudut sempit. Di laga kontra City, Salah ditempatkan sebagai ujung tombak dalam formasi dan sistem anyar Jurgen Klopp dengan 4-2-3-1 di atas kertas. Ia berlarian dan bergerak di antara garis pertahanan tinggi ala City.

Hasilnya memuaskan. Meski hanya mencatatkan 31 sentuhan, di bawah rata-rata 47,7 sentuhan per laga musim ini, tapi 6 di antaranya berada di kotak penalti lawan. Roberto Firmino dan Diogo Jota sebagai support di belakangnya mudah menemukan Salah yang bergerak aktif mencari ruang.

Beberapa kali ia menunjukkan efektivitasnya jika ditempatkan lebih ke tengah alih-alih melebar di sisi kanan selama awal musim ini. Di antaranya saat menit 27 saat tubuh licinnya mampu memenangkan long pass dari Andy Robertson dan lolos dari penjagaan Ruben Dias, menit 50 ketika ia menerima through pass dan nyaris membuka keunggulan, dan menit 70 ketika pergerakan menusuk ke dalam yang menjadi trademark-nya terus-terusan mengancam gawang The Citizens.

Peran Salah yang lebih merapat ke tengah juga membuat lini serang Liverpool lebih cair. Dengan Firmino dan Jota, trisula ini sukses memproduksi peluang-peluang berkualitas dengan switching play antara ketiganya.

Contoh terbaik saat peluang emas Jota di menit 56. Salah melebar ke kanan untuk merenggangkan jarak di antara bek tengah lawan, lalu Harvey Elliot dengan cerdik melihat celah itu dan mengirim through pass ke Jota. Umpannya memang gagal, namun kemudian Salah mendapat bola liar sebelum mengumpannya ke Jota yang nyaris mencetak gol andai sundulan pemain asal Portugal tersebut tak melambung.

Sama halnya ketika Darwin Nunez masuk, ia tetap diberi tempat di sektor tengah alih-alih bergeser untuk memberikan Nunez posisi sebagai target man. Hal ini untuk memberinya kebebasan mencari ruang dan link up bersama rekan-rekan yang berada di belakangnya. Di lain sisi, Haaland dibuat tak berkutik oleh aksi defensif Liverpool yang bekerja secara kolektif untuk menutup rapat-rapat ruang di tengah. Pertahanan Liverpool menunjukkan cara yang benar tentang bagaimana mematikan sang monster.

Hattrick Salah kontra Rangers tentu berperan besar untuk mengembalikannya ke kondisi terbaik. Tapi terlepas dari itu semua, kemenangan Liverpool adalah buah dari kejeniusan Klopp yang mampu merubah sistem di tengah kondisi penuh keterbatasan. Klopp tahu betul apa yang menjadi masalah di dalam skuadnya.

Ternyata Salah tidak menurun karena kenaikan gaji atau ditinggal Sadio Mane ke Bayern Munchen. Tapi karena selama ini ia merasa terkekang di pinggir lapangan. Kemenangan atas City menjadi momentum tepat bagi Salah maupun Liverpool untuk menjaga konsistensi di level tertinggi permainan The Reds yang selama ini kita kenal.

Komentar
BACA JUGA:  Mencintai Manchester United Bukanlah Aib