Sepenggal Perjalanan 39 Tahun PSS

Dalam skala nasional, tanggal 20 Mei diperingati sebagai hari Kebangkitan Nasional. Pada tanggal yang sama pula, publik Sleman, khususnya para penggemar sepak bola, memeringati hari lahir klub sepak bola kebanggaan mereka, Perserikatan Sepak Bola Sleman (PSS).

PSS sendiri lahir pada 20 Mei tahun 1976 ketika kabupaten Sleman dipimpin oleh Drs. KRT. Suyoto Projosuyoto. Sebelumnya, di Sleman belum ada klub Perserikatan, padahal dua kota dan kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sudah memiliki klub Perserikatan, yakni Persatuan Sepak Bola Indonesia Mataram (PSIM) milik kotamadya Yogyakarta dan Persatuan Sepak Bola Indonesia Bantul (Persiba) milik kabupaten Bantul. PSIM bahkan turut membidani kelahiran Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) pada 19 April 1930.

Masa Awal PSS

Latar belakang berdirinya PSS jelas untuk menggeliatkan pembinaan sepak bola di Sleman serta merekatkan komunitas pencinta sepak bola di Sleman. Ketika itu di Sleman sebenarnya sudah banyak bermunculan berbagai perkumpulan sepak bola, namun karena ketiadaan klub perserikatan, kompetisi yang bergulir di Sleman belum terorganisasi dengan baik. Jika ada pemain yang bagus, mereka akan bermain untuk klub yang berbasis di Yogyakarta atau Bantul lantaran di kedua daerah ini sudah punya kompetisi yang baik dan ada klub perserikatan.

Persyaratan untuk mendirikan klub perserikatan sepak bola adalah minimal sudah harus memiliki lima klub yang aktif. Begitu persyaratan yang disampaikan oleh Prof. Dr. Sardjono, Komda PSSI DIY. Karena memang di Sleman sudah mulai banyak perkumpulan sepak bola, syarat ini mudah saja dipenuhi. Waktu itu, ada lima klub aktif yakni PS Mlati, AMS Seyegan, PSK Kalasan, Godean Putra, dan PSKS Sleman. Lima tokoh yang turut membidani kelahiran PSS Sleman adalah Suryo Saryono, Sugiarto SY, Subardi, Sudarsono KH, dan Hartadi. Kelima tokoh ini ikut pula mengawal perjalanan PSS.

Ketua pertama PSS adalah Gafar Anwar. Beliau merupakan seorang polisi. Namun, dalam perjalanannya, beliau kemudian meninggal dunia sehingga digantikan oleh Drs. Suyadi. Selanjutnya, jabatan ketua dibuat berdurasi tiga tahun dalam setiap periodenya. Pada periode 1983-1985, PSS dipimpin oleh Drs. R. Subardi Pd. Kemudian periode 1986-1989, PSS dipimpin oleh Letkol Inf. Suhartono.

Ketika Letkol Inf. Suhartono masih menjabat, terjadi perubahan durasi kepemimpinan yang dilakukan oleh PSSI. Otoritas tertinggi sepak bola Indonesia ini mengubah masa bakti dalam memimpin klub Perserikatan dari yang sebelumnya tiga tahunan menjadi empat tahunan. Pada pertengahan jabatan Letkol Inf. Suhartono, tepatnya tahun 1987, beliau masih dipilih lagi menjadi ketua umum PSS untuk masa jabatan 1987-1991. Kepemimpinan beliau kemudian dilanjutkan oleh H. RM. Tirun Marwito, S.H. yang menjabat mulai tahun 1991 hingga 1995.

Pada periode 1996-2000, untuk pertama kalinya PSS dipimpin langsung oleh bupati kabupaten Sleman. Bupati Drs. H. Arifin Ilyas ketika itu didaulat untuk memimpin PSS. Di tangan Arifin Ilyas inilah tercipta salah satu periode paling bersejarah bagi PSS.

Perjalanan dari Divisi II ke Divisi Utama

Ketika sudah sah menjadi klub Perserikatan, PSS untuk pertama kalinya mengikuti turnamen yang digunakan sebagai ajang seleksi tim Pra-PON DIY. Turnamen ini digelar di stadion Kridosono. Walaupun hanya turnamen untuk seleksi, bisa dibilang inilah debut resmi klub berjuluk Laskar Sembada itu di sebuah turnamen.

BACA JUGA:  Red Square: Ketika Politik dan Propaganda Menetas di Lapangan Sepakbola

Di tahun ketiganya, PSS mulai mengikuti kompetisi Divisi II PSSI, tepatnya pada tahun 1979. Bersama dengan Persiba, Persig Gunung Kidul, dan Persikup Kulon Progo, mereka langsung masuk Divisi IIA bersama dengan perserikatan di provinsi Jawa Tengah menjadi satu rayon sehingga perserikatan manapun yang lolos di DIY harus bergabung dulu dengan provinsi Jawa Tengah. Jadi, untuk bisa melaju ke Divisi II nasional, klub perserikatan Yogyakarta perlu menjadi juara di DIY dan kemudian bisa bersaing dengan klub asal Jawa Tengah.

Sistem inilah yang membuat PSS lama menjadi penghuni Divisi II. PSS seringkali bisa menjadi juara di DIY tetapi kesulitan ketika harus bertemu dengan tim asal Jawa Tengah. Alhasil PSS selalu mengikuti kompetisi Divisi II PSSI dari tahun 1979 hingga 1996. Namun, catatan menariknya adalah selama mengikuti kompetisi Divisi II ini, PSS tidak menerima bantuan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pemkab Sleman. Dana yang diperlukan biasanya dari sumbangan tokoh-tokoh sepak bola Sleman.

PSS akhirnya berhasil promosi ke Divisi I Liga Indonesia pada kompetisi 1995/1996. PSS yang saat itu dilatih oleh Suwarno melalui perjalanan yang berliku. Setelah berhasil menjadi juara Divisi II wilayah DIY, Laskar Sembada mampu lolos dari grup Jawa Tengah/DIY hingga akhirnya lolos pertandingan play-off di stadion Tridadi pada tanggal 4-9 Juli 1996 setelah memeroleh hasil memuaskan saat menghadapi Persiss Sorong, Aceh Putera, dan Persipal Palu.

Keberhasilan ini lantas membuat PSS mengikuti kompetisi Divisi I Liga Indonesia mulai kompetisi 1996/1997. Setelah empat tahun di Divisi I, PSS akhirnya bisa mewujudkan mimpi untuk berlaga di Divisi Utama, level tertinggi dalam Liga Indonesia saat itu, setelah mampu promosi pada musim kompetisi 1999/2000.

Tahun 2000 adalah tahun berakhirnya masa jabatan bupati Drs. Arifin Ilyas dan ia, sebagai bupati, ingin meninggalkan kesan yang terbaik sehingga termotivasi kuat untuk mengantarkan PSS masuk Divisi Utama Liga Indonesia. Akhirnya, pada musim kompetisi 1999/2000, dalam situasi krisis moneter, PSS berhasil promosi ke Divisi Utama Liga Indonesia setelah bersama-sama dengan Persita Tangerang, Persikabo Kabupaten Bogor, dan Persijap Jepara melakoni pertandingan empat besar di stadion Benteng Tangerang. Pertarungan empat besar tersebut berlangsung pada 26-30 Mei 2000. PSS yang ditangani duet pelatih Drs. Nurdjoko dan Drs. Herwin Sjahrudin dengan manajer H. Sukidi Cakrasuwignyo keluar sebagai juara kedua kompetisi Divisi I Liga Indonesia dan memastikan satu tiket ke Divisi Utama.

Kiprah di Divisi Utama

Mulai musim 2001, PSS pun berlaga di Divisi Utama. Kepengurusan PSS mengalami perubahan dengan digantikannya posisi Arifin Ilyas sebagai ketua umum oleh Drs. H. Ibnu Subiyanto, Akt. yang ketika itu menjabat sebagai bupati Sleman. Kepengurusan Ibnu Subiyanto yang berlangsung hingga tahun 2004 ini diperpanjang mulai 2005 seiring dengan terpilih kembalinya Ibnu Subiyanto sebagai bupati Sleman untuk periode kedua.

Pada musim perdananya di Divisi Utama, PSS menempati peringkat kesembilan Wilayah Timur. Prestasi yang lumayan untuk tim debutan. Pencapaian terbaik PSS di Divisi Utama terjadi pada musim 2003 dan 2004 ketika klub ini mampu menembus posisi empat besar.

Sayangnya, pada tahun 2006 prestasi klub ini mulai turun. Bukan lantaran persoalan teknis, namun karena mengundurkan diri demi alasan kemanusiaan. Saat itu keputusan mengundurkan diri di tengah kompetisi diambil akibat gempa yang mengguncang DIY. Gempa ini menghambat pula pembangunan stadion Maguwoharjo. Dana pembangunan dialokasikan untuk bantuan bagi korban gempa dan area stadion pun dipergunakan untuk tempat pengungsian.

BACA JUGA:  Menjaga Kepakan Sayap Super Elang Jawa

Tahun 2007, PSS kembali berkiprah. Sayang, PSS gagal melaju ke Indonesia Super League (ISL), yang dirancang sebagai liga level tertinggi, karena hanya menempati posisi ke-12 Wilayah Timur. Setelah itu, PSS masih kesulitan untuk kembali ke liga teratas dan masih terpaku di Divisi Utama – yang merupakan liga level kedua.

Juara Divisi Utama 2013 dan tragedi pengaturan skor

Saat terbaik untuk mewujudkan misi berlaga di kasta tertinggi Liga Indonesia terjadi pada musim 2013. Dengan skuat yang sangat baik, juga dukungan melimpah dari Slemania dan Brigata Curva Sud, PSS jadi kandidat kuat juara Divisi Utama, dan gelar itupun akhirnya berhasil diraih. Untuk pertama kalinya Super Elang Jawa meraih gelar juara nasional.

Sayangnya, ketika itu masih ada dualisme kompetisi IPL-ISL yang berakibat pada status promosi PSS. Konflik ini kemudian menghasilkan kesepakatan bahwa mulai musim 2014, ada penyatuan liga dengan ISL sebagai kompetisi yang tertinggi dan tetap mengakomodasi kontestan IPL. Tetapi, yang diakomodasi kemudian hanya klub eks-IPL – kompetisi tertinggi versi Liga Prima Indonesia Sportindo (LPIS) – lewat play-off. Untuk juara Divisi Utama versi LPIS yang dijuarai oleh PSS, tidak diberi kesempatan mengikuti play-off.

Kesempatan kembali datang pada musim 2014. Tampil meyakinkan dari babak penyisihan hingga delapan besar, PSS dipastikan melaju ke empat besar. Ada dua tiket ke ISL yang akan diperebutkan. Namun, petaka kemudian datang tak disangka. Skandal pengaturan skor yang dikenal sebagai sepak bola gajah antara PSS dengan PSIS Semarang menghapus semua harapan publik Sleman Fans untuk melihat tim kebanggaannya berlaga di ISL.

Lima gol bunuh diri pada pertandingan yang berakhir dengan skor 3-2 untuk “kemenangan” PSS itu membuat kedua tim yang bertanding didiskualifikasi. Para pemain yang bermain pun tak luput dari sanksi berat. Sayangnya hingga kini PSSI belum bisa menemukan dan menghukum aktor intelektual di balik pengaturan skor tersebut.

Sang Elang kembali terbang

Luka yang amat mendalam di musim 2014 itu perlahan tapi pasti coba dihilangkan. Meski tahu sejarah tak mungkin dihapus, tapi geliat sepak bola Sleman yang terus menggelora bisa jadi pengobat rasa kecewa yang amat mendalam.

Suporter tidak meninggalkan stadion. Mereka masih terus memenuhi tribun dan bernyanyi dengan lantang ketika PSS berlaga. Penjualan jersey untuk musim 2015 laris manis. 800 jersey yang satuannya dihargai 200 ribu rupiah ludes terjual dalam tempo tiga jam saja. Launching tim dibuat dengan megah di salah satu pusat perbelanjaan yang ada di Sleman.

Walaupun saat ini kompetisi tidak jelas kapan akan mulai bergulir dan tim yang sudah mulai dibentuk dibubarkan, Sang Elang dipastikan bisa kembali terbang. Dia pernah terperosok pada musim lalu tapi tak ingin menyerah karena tragedi. Siap kembali mengepakkan sayap dengan dukungan penuh seluruh stakeholder sepak bola Sleman.

Hari ini PSS genap berusia 39 tahun dan akan terus eksis di persepakbolaan Indonesia.

 

Komentar
Akrab dengan dunia penulisan, penelitian, serta kajian populer. Pribadi yang tertarik untuk belajar berbagai hal baru ini juga menikmati segala seluk beluk sepak bola baik di tingkat lokal maupun internasional.