Sheriff Tiraspol: Jawara dari Kultur Timur Sungai Dniester

Kemenangan Sheriff Tiraspol atas Dacia dengan skor 1-0 pada 30 Mei 2016 lalu menandai berakhirnya Moldovan National Division musim kompetisi 2015/2016. Dengan berakhirnya musim, Sheriff Tiraspol resmi membawa pulang trofi liga kasta tertinggi dalam persepakbolaan Moldova tersebut ke Tiraspol setelah sebelumnya mampir di Kota Orhei selama semusim.

Sheriff Tiraspol juga menasbihkan diri sebagai tim tersukses di Moldovan National Division dengan 14 gelar. Biasanya tim yang sukses dalam kompetisi nasional berasal dari kota besar, tetapi Sherrif Tiraspol merupakan perkecualian. Tim ini malah berasal dari kota pemberontak dengan kultur yang sangat berbeda dengan kota lain di Moldova.

Semua berawal ketika Uni Soviet mulai goyah yang membuat konflik di antara negara-negara bagian. Negara-negara bagian tersebut mulai memisahkan diri, tak terkecuali Republik Sosialis Soviet Moldavia (RSS Moldavia).

Dalam proses pemisahannya, kelompok nasionalis Moldova memilih berpihak kepada Ukraina daripada Rusia karena saat perang itu memang terdapat dua blok besar yang dipimpin oleh Rusia di satu sisi dan Ukraina di sisi yang lain. Kelompok inilah yang nantinya memilih bahasa Ukraina sebagai bahasa resmi di Moldova.

Kaum nasionalis tersebut mulai menyerang orang-orang Rusia yang berada di Moldova. Bahkan, penduduk asli Moldova yang mendukung Rusia tak luput dari serangan ini. Para simpatisan Rusia ini akhirnya berusaha menyelamatkan diri ke arah timur dengan menyebrangi sungai Dniester.

Sayangnya, hal ini malah membuat posisi mereka terjepit diantara kaum nasionalis Moldova di barat dan Ukraina di timur. Tak mau takluk dari Moldova, orang-orang ini mendeklarasikan kemerdekaan dari Moldova.

Kemudian mereka membentuk sebuah negara bernama Republik Pridnestrovia Moldavia pada 2 September 1990 dengan ibukota Tiraspol. Selanjutnya, negara di sisi timur Sungai Dniester ini dikenal dengan nama Transnistria.

Wilayah Transnistria dan Moldova dibatasi oleh sungai Dniester. Walaupun secara de facto Transnistria merupakan negara merdeka, namun tak satupun negara lain yang mengakuinya. Sehingga wilayah ini juga diklaim sebagai bagian dari Moldova.

Berada dalam wilayah sengketa dan terasingkan dari kota-kota di Moldova lainnya, Transnistria mempunyai iklim yang cocok untuk perkembangan bisnis ilegal. Perusahaan yang merupakan gembong bisnis haram tersebut bernama Sheriff. Perusahaan ini dibentuk oleh mantan agen rahasia Uni Soviet bernama Viktor Gushan dan Ilya Kazmaly.

BACA JUGA:  Kemenangan Sevilla dan Hegemoni Spanyol di Eropa

Perusahaan ini juga yang membentuk klub Sheriff Tiraspol, bahkan Gushan saat ini masih menjabat sebagai presiden klub. Dibentuknya Sherrif Tiraspol menjadi warna tersendiri bagi penduduk Transnistria ditengah-tengah kultur suram yang dikuasai pemberontak.

Sheriff Tiraspol mempunyai fasilitas megah yang tentunya dibiayai dari bisnis yang dijalankan Sheriff. Berbeda dengan klub-klub Eropa timur kebanyakan, fasilitas yang dimiliki Sheriff Tiraspol lebih mirip dengan fasilitas yang dimiliki oleh klub-klub besar di Eropa barat.

Stadion Sheriff merupakan keagungan tersendiri di Transnistira. Berdiri dalam kemewahan dan berada di dekat lapangan latihan yang terawat dan sebuah hotel bintang lima membuat stadion ini tak jarang digunakan oleh tim nasional Moldova.

Namun, perusahaan Sheriff menggunakan klub ini sebagai topeng kejahatan mereka. Kesuksesan Sheriff Tiraspol bersanding dengan transaksi ilegal, pembiayaan pemberontak, suap-menyuap dengan pejabat setempat, dan korupsi skala nasional maupun internasional.

Berkembang dari kultur Transnistira yang membenci Moldova, Sheriff Tiraspol juga lebih menyukai untuk merekrut pemain-pemain asing. Pada musim ini saja tercatat 40 persen dari pemain mereka berasal dari luar Moldova.

Sebanyak 12 pemain dari 28 pemain yang dimiliki klub ini merupakan pemain asing sedangkan 16 pemain berkewarganegaraan Moldova. Dari 16 pemain tersebut, ada 8 pemain belum pernah menginjakkan kaki di lapangan hingga saat ini. Sementara semua pemain asing sudah pernah bermain setidaknya dua laga.

Pemain-pemain kunci yang dimiliki Sheriff Tiraspol juga berasal dari luar Moldova. Winger kiri asal Brasil, Ricardinho, menjadi motor serangan tim ini. Ia bersanding dengan Zoran Kvržić, pemain tim nasional Bosnia-Herzegovina, yang menguasai flank kanan.

Sementara keseimbangan lini tengah terdapat Josip Brezovec asal Kroasia yang mempunyai corak powerhouse bak Frank Lampard. Penyerang asal Swiss, Danijel Subotic, yang merupakan top skor Moldovan National Division musim lalu ditempatkan sebagai juru gedor utama. Sayangnya Subotic dilego ke Gabala FK akhir Januari lalu.

Senang menggunakan pemain asing, tak heran jika di timnas Moldova tidak banyak pemain yang berasal dari Sheriff Tiraspol. Pada kualifikasi Piala Dunia bulan Oktober lalu, tercatat hanya 4 pemain yang berasal dari klub ini dari total 26 pemain yang dipanggil. Dari 4 pemain tersebut hanya Vladislav Ivanov saja yang berasal dari akademi Sheriff. Sebuah keanehan ketika tim yang mendominasi liga selama 14 kali hanya mampu menyumbangkan sedikit pemain ke tim nasional.

BACA JUGA:  Ambisi Tinggi Persipa

Sheriff Tiraspol dan klub-klub Moldova lain memang di bawah satu liga yang sama. Setiap musim bus Sheriff berkali-kali menyebrangi perbatasan Transnistria dengan Moldova. Berkali-kali pula segelintir pendukung Sheriff bertandang ke stadion rival di sisi barat sungai Dniester.

Namun, hal itu tidak membuat sepakbola dapat menyatukan kultur mereka. Bahkan, saat klub asal Chisnau yang merupakan ibukota Moldova bertandang ke Sheriff Stadium, pendukung Sheriff seringkali berteriak “Rusia, Rusia, Rusia!” dengan maksud mengejek kultur yang dibawa oleh pemain-pemain lawan.

Meskipun mengusung kultur yang berbeda, Sheriff Tiraspol adalah simbol dari sepakbola Moldova di kancah Eropa. Mereka pernah berhasil mencapai fase grup Europa League pada 2013. Mereka berada di grup bersama Tottenham Hotspur, Anzhi Makhachkala, dan Tromsø di Grup K. Walaupun hanya berada pada peringkat tiga klasemen akhir dari hasil tiga kali imbang dan sekali menang, Sheriff berhasil membawa wajah sepakbola Moldova ke Eropa.

Kesuksesan Sheriff Tiraspol di persepakbolaan Moldova seperti melihat Taipei City Tatung memenangkan Chinese Super League atau Dinamo Sukhumi mendominasi Umaglesi Liga Georgia.

Mungkin satu-satunya tim yang pernah bernasib sama dengan Sheriff adalah Erbil SC ketika klub asal daerah yang menamakan diri Iraqi-Kurdistan ini memenangkan Iraq Premier League.

Sheriff Tiraspol memang telah berhasil menjadi wajah sepakbola Moldova di Eropa, tetapi di sisi lain ada hal yang sangat disayangkan. Klub ini dibiayai oleh kegiatan ilegal yang dilakukan oleh perusahaan Sheriff dan digunakan sebagai simbol perlawanan kepada Moldova oleh sebagian kelompok separatis.

Sampai kapanpun, jika terus seperti ini, seberapa pun suksesnya Sheriff Tiraspol tidak akan mampu menjadi topeng kejahatan di baliknya. Kejahatan akan tetap dinilai sebagai kejahatan apa pun jenis topeng yang digunakan untuk menutupinya.

 

Komentar
Pendukung Persiba Bantul dengan akun twitter @AndhikaGila_ng