Sir Bobby Robson dan Ipswich Town

Nama Jose Mourinho tentu begitu populer di telinga Anda dalam satu dasawarsa terakhir, baik karena prestasi atau segala kontroversi yang meliputinya. Suka tidak suka, Anda yang mendaku pencinta sepak bola mesti mengakui jikalau rekam jejak pria asal Portugal ini memang mengilap.

Pelatih yang akrab disapa Mou ini setidaknya punya 22 gelar di sepanjang karier kepelatihannya bersama empat klub berbeda, yakni FC Porto, Chelsea, Internazionale Milano, dan Real Madrid. Hal yang tidak semua pelatih di muka bumi mampu gapai.

Bagi Mou sendiri, ada satu sosok yang amat sangat berjasa terhadap kariernya sebagai seorang pelatih sepak bola. Dalam wawancaranya dengan radio talkSPORT medio 2015 silam, nama Sir Bobby Robson menjadi orang pertama yang disebutkan pria yang kini berusia 53 tahun itu.

Pertemuan keduanya terjadi pertama kali di Lisbon tatkala Robson mulai menukangi klub lokal, Sporting CP pada musim panas 1992. Keterbatasan bahasa yang menjadi kendala membuat sang juru latih merasa perlu seorang penerjemah untuk menjelaskan taktik yang diusungnya. Hal itulah yang lantas membuat Robson menunjuk Mou sebagai interpreter.

Kebersamaan keduanya bahkan berlanjut sampai ke Barcelona dengan Mou saat itu tak lagi berstatus sebagai penerjemah, melainkan asisten pelatih. Hingga akhirnya perpisahan itu datang pada pertengahan 1997 usai Robson balik kucing ke Belanda untuk membesut kembali PSV Eindhoven yang pernah diasuhnya pada awal 90-an.

Mou sendiri dipertahankan pihak Barca sebagai asisten pelatih untuk Louis Van Gaal, manajer anyar mereka.

“Dia adalah sosok yang eksepsional. Bekerja dengan passion yang luar biasa pada sepak bola. Kariernya pun sangat gemilang”, puji Mou dalam interview tersebut.

Mou merasa bahwa ada banyak sekali ilmu yang didapatnya selama kurang lebih lima tahun bekerja sama dengan suami Elsie Gray tersebut. Sang Englishman memang bak seorang guru bagi Mou yang saat itu sedang meretas kariernya.

**

Jauh sebelum merengkuh beberapa trofi bersama PSV, Porto, dan Barcelona, nama Robson lebih dahulu melejit bersama klub asal East Anglia berjuluk The Tractor Boys, Ipswich Town. Dirinya mulai menukangi tim yang bermarkas di stadion Portman Road ini sejak Januari 1969, menggantikan Bill McGary yang hijrah ke Wolverhampton.

Ada sedikit perjudian yang dilakukan manajemen Ipswich kala itu sebab pengalaman Robson terbilang masih minim. Rekam jejaknya bersama Fulham, kesebelasan yang pertama kali ditukanginya dengan jabatan pelatih pun tak terlalu menyilaukan mata.

Chairman Ipswich saat itu, John Cobbold, berkeras bahwa pilihan mereka pada sosok kelahiran Sacriston ini tidak salah.

Kenyataannya, empat musim perdana Robson di Portman Road berjalan tidak memuaskan sebab Ipswich tak pernah dibawanya finis di sepuluh besar Divisi Satu, kasta teratas di Liga Inggris saat itu. Namun pihak manajemen tetap mempertahankannya sebagai pelatih.

BACA JUGA:  Sports Club, Era Baru Klub Sepakbola Indonesia

Sampai akhirnya peruntungan Ipswich berubah total di musim 1972/1973, tidak menjadi kampiun memang, namun The Tractor Boys berhasil mengakhiri liga dengan bercokol di peringkat empat klasemen akhir.

Pencapaian manis ini ditambah dengan keberhasilan menggondol Texaco Cup, kejuaraan yang diikuti klub-klub Inggris, Irlandia Utara, Republik Irlandia, dan Skotlandia yang tidak tampil di kompetisi Eropa.

Semenjak saat itu The Tractor Boys secara konsisten menjadi pengganggu kedigdayaan Liverpool yang di era 70-an dan 80-an sangat mendominasi Liga Inggris. Ipswich sendiri tercatat selalu finis di enam besar selama satu dekade sejak nangkring di posisi empat musim 1972/1973 meski tak pernah mampu keluar sebagai juara.

Pengecualian terjadi di musim 1977/1978 ketika anak asuh Robson hanya sanggup finis di peringkat ke-18 klasemen akhir.

Pada musim itu juga, Ipswich berhasil menorehkan prestasi manis dengan merebut Piala FA untuk kali pertama sepanjang sejarah klub usai menekuk Arsenal di partai final.

Berlaga di stadion Wembley dan disaksikan kurang lebih seratus ribu pasang mata, gol semata wayang Roger Osbourne di menit ke-77 sudah cukup untuk memenangi pertandingan.

Bobby Robson (paling kiri) bergembira bersama pemain Ipswich usai meraih trofi Piala FA.
Bobby Robson (paling kiri) bergembira bersama pemain Ipswich usai meraih trofi Piala FA.

 

Kegemilangan Ipswich besutan Robson nyatanya tak cuma sampai di situ sebab satu prestasi membanggakan berhasil digapai lagi pada musim 1980/1981. Tanpa disangka-sangka, Terry Butcher dkk. mencuri atensi khalayak luas dengan membawa pulang trofi Piala UEFA ke East Anglia setelah mengandaskan wakil Belanda, AZ Alkmaar, di babak final.

Laga final Piala UEFA musim itu sendiri dihelat dalam dua leg, dengan leg pertama dimainkan di Portman Road sementara partai kedua dilangsungkan di markas AZ.

Kala beraksi di hadapan publik sendiri pada pertemuan pertama, Ipswich tampil beringas dan menang tiga gol tanpa balas. John Wark, Frans Thijssen dan Paul Mariner jadi aktor yang mencatatkan namanya di papan skor malam itu.

Harapan yang diusung AZ untuk membalikkan keadaan saat menjamu anak buah Robson dua pekan kemudian di Belanda pupus setelah empat gol yang mereka lesakkan ke gawang Ipswich bisa dibalas dua kali oleh The Tractor Boys. Total, AZ kalah agregat 4-5 dari utusan Inggris tersebut.

Kepulangan anak asuh Robson ke Ipswich pun disambut amat sangat meriah oleh fans setia. Parade juara diadakan, seisi skuat dan tentunya trofi Piala UEFA diarak berkeliling kota menggunakan bus tingkat tak beratap.

BACA JUGA:  Perlukah Mengambil Lisensi Kepelatihan untuk Menulis Sepak Bola?

Hari itu, kota Ipswich yang pada penghujung 2006 pernah dihebohkan kasus pembunuhan berantai oleh Steven Wright tampak semarak dan lebih macet ketimbang biasanya.

bobby-robson-ok
Bobby Robson dan asistennya, Bobby Ferguson, memamerkan trofi Piala UEFA.

 

Kisah gilang gemilang yang dicapai Ipswich dan Robson saat itu tentu sulit dilepaskan dari kehadiran pemain-pemain berkualitas yang dimiliki tim. Butcher, Mariner, Thijssen, dan Wark merupakan empat sekawan yang jadi tulang punggung tim bersama Kevin Beattie, Alan Brazil, George Burley, Paul Cooper, Arnold Muhren dan sang skipper, Mick Mills.

Hebatnya, dari nama-nama di atas, praktis hanya duo Belanda, Muhren dan Thijssen, serta Mariner yang bukan produk akademi Ipswich. Tercatat, selama empat belas tahun mengasuh Tractor Boys, Robson memang cuma memboyong empat belas orang pemain saja dari kesebelasan lain. Adil rasanya jika menyebut akademi Ipswich ketika itu merupakan salah satu yang terbaik di Inggris.

Di akhir musim 1981/1982, sang ahli strategi menolak perpanjang kontrak selama satu dekade walau diiming-imingin kenaikan gaji oleh pihak Ipswich. Hal ini membuat namanya dikaitkan dengan Manchester United yang saat itu sedang paceklik titel.

Akan tetapi, dirinya menepis kabar tersebut dan menerima pinangan Fooball Association (FA) untuk jadi manajer tim nasional Inggris yang baru saja ditinggal Rob Greenwood akibat tampil tak memuaskan di Piala Dunia 1982.

Walau berantakan di ajang Piala Eropa, gagal lolos di Euro 1984, dan gugur di penyisihan grup Euro 1988, tapi prestasi Inggris agak mendingan di Piala Dunia. Mereka lolos ke perempatfinal Piala Dunia 1986 sebelum akhirnya kembali merasakan partai semifinal di Piala Dunia 1990 walau kemudian keok di babak adu penalti melawan Jerman Barat.

Inggris sendiri akhirnya finis di tempat keempat pada Piala Dunia yang berlangsung di Italia itu.

Kiprah dan berbagai prestasinya di bidang sepak bola pada akhirnya membuat kerajaan Inggris menghadiahinya gelar kebangsawanan “Sir”. Sampai detik ini pun hanya ada empat figur pelatih sepak bola yang punya gelar tersebut yakni Sir Matt Busby, Sir Alex Ferguson, Sir Alf Ramsey, dan Robson sendiri.

Di penghujung karier kepelatihannya, Robson kerap bertarung dengan masalah kesehatan yang menggerogoti tubuhnya. Hingga akhirnya dirinya menghembuskan nafas terakhir akibat kanker paru-paru tepat tujuh tahun silam, 31 Juli 2009.

Ipswich sendiri telah lama membuat patung sang manajer legendaris di kandang mereka, Portman Road. Tak sampai di situ sebab tribun utara stadion berkapasitas 30.000 penonton itu juga dinamai Sir Bobby Robson Stand sebagai bentuk penghormatan.

Selamat jalan, Sir Bobby!

Coach In Peace.

 

Komentar