Sabtu, 21 Maret 2009, takdir pelatih RB Salzburg, Matthias Jaissle berubah 180 derajat. Karier Jaissle sebagai bek tangguh Hoffenheim harus berakhir akibat cedera lutut yang serius di hari itu. Cederanya tak pernah benar-benar sembuh, hingga pada awal 2014, ia memutuskan pensiun dini di usia 26 tahun.
Keputusan tersebut terasa sangat menyakitkan bagi Jaissle. Padahal, dalam laga kontra Hannover yang membuatnya cedera parah, sang bek sedang dipantau oleh asisten pelatih Jerman, Hansi Flick. Permainan Jaissle sebelumnya telah membuat pelatih Jerman, Joachim Low, terpikat.
Desember 2008, Bayern Munchen mesti berhadapan dengan Hoffenheim yang sedang dalam performa terbaiknya. Sang juara harus menghadapi tim promosi yang langsung menempati puncak klasemen. Hoffenheim yang dibesut Ralf Rangnick memainkan gaya sepakbola cepat dan menyerang.
Mereka memenangkan 11 pertandingan dari 15 pertandingan pertama mereka. Tiba di Bavaria, Hoffenheim unggul 3 poin atas Bayern Munchen yang kala itu masih dilatih oleh Jurgen Klinsmann. Jaissle adalah jantung dari pertahanan Hoffenheim.
Bek kelahiran 5 April 1988 yang saat itu berusia 20 tahun direkrut oleh Rangnick dari akademi Stuttgart 2 tahun sebelumnya. Kedatangan Jaissle berhasil membuktikan kepada khalayak bahwa ia adalah salah satu pemain muda yang paling menjanjikan.
Sebelum tampil di kompetisi teratas Liga Jerman, Bundesliga, Jaissle adalah pilar Hoffenheim pada musim 2007/08. Malam di saat melawan Bayern Munchen merupakan kesempatan terbesar dalam karier Jaissle untuk kembali membuktikan kualitasnya.
Namun dalam pertandingan itu, Hoffenheim harus mengalah dari Bayern Munchen dengan skor akhir 2-1. Satu gol dari Philipp Lahm dan Luca Toni membuat gol dari Vedad Ibisevic terasa hambar. Jaissle meninggalkan lapangan dengan rasa kecewa yang teramat berat.
Penyebabnya karena gol Philipp Lahm lahir dari kesalahannya akibat terpeleset di saat mencoba untuk menutup pergerakan lawannya tersebut. Meskipun begitu, Jaissle yang masih sangat muda tidak berlarut-larut dalam penyesalan.
Potensinya sebagai calon bek tangguh Timnas Jerman bahkan dianggap lebih unggul dari Mats Hummels. Tapi cedera parah merubah takdir Jaissle. Ia berusaha untuk kembali bermain, namun cedera tersebut tidak pernah berhasil pulih 100 persen.
“Saya benar-benar mencoba segalanya, tapi itu tidak bisa terjadi,” ujar Jaissle sambil menangis. Dia pergi dari lapangan hijau dan lebih banyak belajar tentang ilmu manajemen sembari memperbanyak aktivitas bermain golf untuk mengisi waktu luangnya.
Suatu hari, Rangnick yang saat itu sudah bekerja sebagai Direktur Olahraga untuk RB Salzburg dan RB Leipzig menghubunginya. Jaissle diundang untuk bergabung dengan program pelatihan di departemen junior. Di sana, Jaissle membantu pelatih lainnya seperti, Sebastian Hoenes di tim U17 RB Leipzig hingga diangkat sebagai asisten pelatih Alexander Zorniger di Brondby.
Selama mengikuti program pelatihan di departemen junior, Rangnick rupanya menyukai pekerjaan Jaissle. Pada tahun 2019, Jaissle dipanggil kembali oleh Rangnick dan dipercaya untuk menangani tim U18 Salzburg. Di tahun 2021, Jaissle dipromosikan untuk melatih FC Liefering, tim cadangan RB Salzburg yang bermain di Divisi Dua Liga Austria.
Tiga bulan setelah Jaissle menjabat di sana, pelatih RB Salzburg Jesse Marsch ditunjuk Leipzig menggantikan Julian Nagelsmann yang hengkang ke Bayern. Saat itulah, Jaissle langsung diangkat sebagai pengganti Marsch sebagai pelatih di tim senior RB Salzburg.
Di usia 33 tahun, Jaissle menjadi pelatih RB Salzburg termuda sepanjang sejarah klub. Bahkan lebih muda 10 bulan dari Nagelsmann, yang menjadi tolak ukur pelatih muda Eropa dalam beberapa tahun terakhir.
Pada musim pertamanya, Jaissle membawa RB Salzburg di jalur juara Bundesliga Austria. Ia juga membawa RB Salzburg ke babak sistem gugur Liga Champions untuk pertama kalinya dalam sejarah mereka pada musim 2021/2022.
Selama menjadi pelatih, Jaissle mengembangkan permainan yang cepat dan cair. Di FC Liefering, Jaissle menggunakan pakem formasi 4-4-2. Liefering bertransisi ke depan dengan cepat setelah mendapatkan bola kembali dan mencari penyerang yang berlari sejak awal.
Di RB Salzburg, ia menggunakan pakem formasi 4-3-1-2 yang dapat bertransformasi menjadi 3-2-5. Nomor 6 akan turun ke belakang, nomor 10 naik ke depan bersama dua fullback yang membantu dalam transisi penyerangan yang sangat cepat.
Jaissle juga membuat keuntungannya sendiri dengan memiliki banyak penyerang muda yang sangat potensial. Chukwubuike Adamu, Noah Okafor, dan Benjamin Šeško adalah calon predator sempurna bagi para klub elit di Eropa.
Di musim 2022/23, ketiga striker tersebut membuat awalan yang fantastis. Adamu (21 tahun) mencatatkan 7 gol dan 1 asis dari 16 pertandingan. Okafor (22 tahun) mencetak 8 gol dan 1 asis dari 16 pertandingan. Sesko (19 tahun) membukukan 4 gol dan 2 asis dari 18 pertandingan.
Pun masih ditambah dengan beberapa talenta muda lainnya seperti kiper Philipp Köhn, bek Maximilian Wöber, gelandang Maurits Kjærgaard, dll. Mungkin, mendidik pemain muda berbakat seperti mereka di RB Salzburg adalah jalan takdir yang sempurna bagi, Matthias Jaissle.