Tawa dan Tangis Haris Seferovic

Sebelum laga Swiss kontra Prancis, barangkali hanya sedikit penggemar sepakbola yang akrab dengan nama Haris Seferovic. Hal ini terbilang wajar karena sepanjang kariernya, Seferovic lebih banyak membela tim-tim papan tengah.

Fiorentina, Real Sociedad, Eintracht Frankfurt adalah contohnya. Barulah per musim 2017/2018 lalu, ia memperkuat tim besar, itu pun dalam tataran sepakbola Portugal yaitu Benfica.

Akan tetapi, nama Seferovic melambung ke angkasa beberapa hari lalu. Tepatnya saat Swiss bersua Prancis dalam babak 16 besar Piala Eropa 2020 di Stadion Arena Nationala, Bukarest (29/6).

Bermain dengan cukup spartan, La Nati membuka keunggulan lewat usaha Seferovic di menit ke-15. Keunggulan ini bertahan sampai turun minum.

Les Bleus kemudian mengamuk di babak kedua dengan mencetak tiga gol sekaligus dalam rentang 20 menit lewat usaha Karim Benzema (dua gol) dan Paul Pogba buat mengubah skor menjadi 3-1.

Keberhasilan Prancis melakukan comeback rupanya tak memutus semangat Swiss. Melalui upaya Seferovic dan Mario Gavranovic di sepuluh menit terakhir waktu normal, mereka sanggup menyamakan kedudukan seraya memaksa laga dilanjutkan ke babak tambahan.

Tak ada gol di babak perpanjangan waktu membuat adu penalti jadi cara terakhir untuk menentukan pemenang laga ini. Secara dramatis, Swiss jadi pihak yang tertawa paling akhir.

Sepakan Kylian Mbappe sebagai algojo kelima Les Bleus sukses diblok Yann Sommer, kiper La Nati. Sorak-sorai fans Swiss di tribun diikuti dengan luapan kegembiraan para pemain Swiss, termasuk Seferovic.

Nama Sommer melejit sebagai pahlawan, tetapi sumbangsih Seferovic di laga itu tak boleh diabaikan. Ia yang membuka kans Swiss dengan gol pertamanya, ia pula yang menata ulang semangat tim via gol keduanya.

Dua gol melawan Prancis melengkapi torehan golnya di Piala Eropa 2020 menjadi tiga buah. Satu gol lain Seferovic dilesakkannya saat Swiss menumbangkan Turki 3-1 di laga terakhir penyisihan Grup A.

Lahir pada 22 Februari 1992 dari pasangan muslim keturunan Bosnia-Herzegovina, Hamza dan Sefika, yang bermigrasi ke Swiss pada 1980-an guna menghindari perang di kawasan Balkan, Seferovic sangat tertarik dengan si kulit bundar sedari belia.

Ayahnya pun memasukkannya ke akademi FC Sursee. Kemampuannya yang cukup baik lantas menarik perhatian FC Luzern sampai akhirnya ditarik salah satu klub mapan Swiss, Grasshopper, untuk bergabung dengan tim junior.

BACA JUGA:  Belanda dan Jerman Meretas Jalan Kebangkitan

Bareng tim yang disebut terakhir juga, ia mencicipi debut profesionalnya pada ajang Liga Super Swiss. Namun kiprahnya bersama Grasshopper tak berlangsung lama sebab Fiorentina merekrutnya pada musim panas 2010 dengan mahar 2 juta Euro.

Walau demikian, tenaganya tak langsung dimaksimalkan tim senior. Ia dimainkan di tim Primavera terlebih dahulu. Lalu dipinjamkan ke sejumlah klub, mulai dari Neuchatel Xamax, Lecce, dan Novara.

Pada musim 2013/2014, Sociedad meminangnya dari La Viola dengan biaya transfer 2 juta Euro. Sayangnya, keputusan Seferovic merantau ke Spanyol tidak berjalan sesuai rencana sebab ia tak diberi banyak kesempatan main di sana.

Sadar kesempatannya bermain minim, saat Frankfurt menunjukkan ketertarikan, Seferovic langsung mengangguk setuju untuk pindah. Per musim 2014/2015, ia pun resmi bergabung dengan Die Adler.

Berbeda dengan kariernya di Spanyol yang stagnan, kiprah Seferovic di Jerman membaik. Ia menjadi salah satu striker andalan Frankfurt dalam mengarungi kompetisi, baik lokal maupun regional.

Tiga musim berseragam Frankfurt, Seferovic bermain di 96 laga dan mencetak 19 gol lintas ajang. Bukan rapor yang menawan, tetapi juga bukan rekam jejak yang buruk.

Pada musim terakhirnya di Negeri Bavaria, Seferovic mengantar Frankfurt ke final Piala Jerman walau usaha merengkuh gelar kandas di tangan Borussia Dortmund.

Selesai berpetualang di Jerman, Seferovic melanjutkan kariernya di Portugal setelah menandatangani kontrak lima musim bareng Benfica.

Bermain di As Aguias, kilau Seferovic lebih terlihat. Walau sempat beberapa kali tergeser dari posisi utama di lini depan, ia berhasil bangkit dan menunjukkan kelasnya.

Hingga tulisan ini dibuat, lelaki setinggi 189 sentimeter ini sudah mengepak 69 gol dari 173 kali turun berlaga lintas kompetisi serta merengkuh tiga gelar yaitu satu Liga Primera Portugal dan sepasang Piala Super Portugal.

Penampilan apiknya di Benfica juga membuat posisi Seferovic di tim nasional Swiss sulit digeser nama lain. Ia selalu jadi pilihan utama dan bersaing dengan Breel Embolo serta Gavranovic.

Sedar junior, Seferovic menjadi juru gedor andalan tim. Seluruh jenjang tim junior ia perkuat. Manisnya, ia selalu berhasil mencetak gol.

BACA JUGA:  Caoimhin Kelleher: Kiper Liverpool Spesialis Penalti

Menariknya, Seferovic sempat mengaku ingin membela Bosnia di level internasional sampai akhirnya Swiss terlebih dulu memberinya panggilan memakai baju timnas.

Pada saat jumpa Prancis kemarin, Seferovic tampil 96 menit dan tak terlibat prosesi adu penalti. Meski demikian, ia bersama rekan setimnya tetap tertawa di pengujung laga.

Sementara dini hari tadi (3/7), ketika Swiss bersua Spanyol, Seferovic juga diturunkan sebagai starter.

Sayangnya, tak ada gol yang sanggup ia bukukan. Bahkan di menit ke-80, dirinya ditarik keluar oleh Vladimir Petkovic untuk digantikan Gavranovic.

Dalam laga yang sengit dan menguras tenaga itu, Swiss lagi-lagi mesti menjalani adu penalti untuk mencari pemenang.

Persis dengan laga Prancis, ia juga tak masuk ke dalam daftar algojo penalti karena sudah diganti pada waktu normal.

Namun berbeda dengan cerita di kota Bukarest, usaha La Nati melaju jauh di Piala Eropa 2020 terhenti di kota St. Petersburg, lokasi pertandingan Swiss melawan Spanyol. Padahal, La Nati dianggap memiliki permainan yang lebih baik ketimbang La Furia Roja.

Tiga dari empat penendang pertama Swiss yaitu Fabian Schar, Manuel Akanji dan Ruben Vargas gagal menunaikan tugasnya dengan baik sehingga Swiss tersingkir.

Seferovic, selayaknya rekan-rekannya juga tertunduk lesu sebagai bentuk kekecewaan. Air mata kesedihan juga menetes di pipi.

Perjalanan Swiss yang sempat terseok-seok di fase grup dan mesti memerah tenaga sampai adu penalti di sepasang pertandingan babak gugur selesai sudah.

Seferovic dan kawan-kawan tentu tak puas dengan capaian mereka. Namun penampilan anak asuh Petkovic di Piala Eropa 2020 bakal teringat jelas di benak para penikmat sepakbola.

Bagi Seferovic sendiri, performa bagusnya di Piala Eropa 2020 bisa menjadi pintu gerbang untuknya bergabung dengan klub-klub yang lebih mapan di Benua Biru. Terlebih, usianya masih 29 tahun alias berada di fase puncak pesepakbola.

Kabarnya, AC Milan tertarik dengan kemampuan sosok yang menyabet gelar pencetak gol terbanyak Liga Primera Portugal musim 2018/2019 tersebut.

Kontraknya di Benfica sendiri baru akan selesai musim panas 2024 mendatang. Akankah Seferovic berganti baju pada musim panas 2021 kali ini?

Komentar
Mahasiswa jurusan Manajemen Dakwah UIN Alauddin Makassar. Bisa disapa via akun Twitter @R_Syabir