Tim Nasional (Timnas) putri Indonesia mengawali kiprah mereka di AFC Women’s Asian Cup 2022 dengan kekalahan telak 0-18 dari Australia (21/1).
Menyakitkan? Tentu saja, saya tidak akan berbohong kalau rasanya sakit banget melihat timnas kita dibantai seperti itu.
Memalukan? Tentu tidak. Kenapa harus malu kalau Timnas kita berada di kompetisi sepakbola perempuan tertinggi di benua Asia tersebut setelah absen lebih dari 30 tahun.
Ditambah lagi adanya fakta bahwa federasi sepakbola Indonesia (PSSI) tidak menghelat kompetisi di kancah persepakbolaan putri.
Padahal, Timnas Putri kita punya potensi besar untuk berprestasi. Sayangnya, ada kesan bahwa PSSI tidak peduli dengan hal tersebut.
Pada akhirnya, apa yang bisa diharapkan dari federasi yang salah satu anggota komite eksekutifnya merasa bahwa hal terpenting dalam sepakbola itu adalah hasilnya? Bukan proses untuk meraih hasil itu.
Lihat saja, di setiap pertandingan Liga 1, selalu ada banner di tepi lapangan yang bertuliskan, “Sepakbola Wanita Siap”. Namun bagaimana kenyataannya?
Slogan itu cuma omong kosong. Bagaimana mungkin para pesepakbola putri itu siap ketika kompetisi tidak ada?
Sepertinya memang sudah menjadi ciri khas PSSI. Lantang mengucap janji, tapi bobrok dalam realisasi.
Lihat saja pemain-pemain Timnas putri Australia. Mereka sudah bisa merumput di kompetisi elite benua Eropa dan bahkan menjadi bintang andalannya.
Ditambah lagi kompetisi di negara mereka juga dihelat secara konsisten. Dengan fakta seperti ini, bagaimana kita bisa berharap Timnas putri bisa mengimbangi sang lawan?
Atau mungkin, kita memang selalu punya ekspektasi sangat besar terhadap tim yang bernama Timnas Indonesia di ajang apapun yang mereka ikuti tanpa peduli dengan kondisi riilnya?
Saya mengutuk orang-orang yang justru mengerdilkan perjuangan para Srikandi Indonesia dengan mengatakan bahwa “Mending kalah WO (walk out) saja”, “Memalukan”, “Ini pesepakbola atau selebgram?”.
Kalau mengaku sebagai fans sepakbola, sesekali gunakan logika berpikir yang lebih cerdas.
Bagaimana ceritanya kalah WO itu malah dianggap lebih terhormat? Kalah WO itu ibarat pecundang yang memutuskan untuk menyerah sebelum berjuang.
Nah, mereka yang kemarin sempat mengatakan itu adalah pecundang sejati. Baik di kehidupan kesehariannya maupun ranah sepakbola.
Seringkali, warganet bertingkah seperti pejuang yang ada di barisan depan pertempuran. Padahal selama ini banyak rebahan sambil main media sosial.
Paling lantang menyebut kata berjuang, tapi paling lantang juga saat mengolok-olok perjuangan pemain sesungguhnya di lapangan.
Satu hal lagi, berhenti memanggil Timnas putri kita dengan sebutan Timnas Selebgram. Timnas kita diisi oleh perempuan-perempuan yang mengorbankan banyak hal demi bisa bermain sepakbola.
Ada yang sudah bermain sepakbola sejak kecil bersama tim laki-laki. Ada juga yang berangkat dari futsal. Bahkan ada yang rela berhenti sekolah demi mengejar mimpi untuk bermain sepakbola.
Semua hal di atas dibuat sirna oleh warganet yang dengan mudahnya melabeli mereka sebagai selebgram. Toh, kepopuleran mereka di media sosial juga lahir karena perilaku warganet, bukan?
Sosok para pemain diobjektifikasi lalu diberi standar. Ada yang menyebut cantik dan sebagainya. Dari situ pula, warganet menetapkan standar tentang kemampuan mereka mengolah si kulit bundar. Betapa warganet ini bertingkah layaknya Tuhan yang maha benar.
Berhenti menganggap sepakbola itu olahraga eksklusif untuk lelaki saja. Sepakbola adalah olahraga universal di mana semua orang dari jenis kelamin dan golongan apapun, berhak untuk memainkannya.
Bagi saya, lelaki yang menolak adanya sepakbola perempuan, hanyalah orang-orang yang sebenarnya tidak ahli dalam sepakbola. Mereka takut statusnya terganggu dengan keberadaan perempuan-perempuan yang mungkin lebih jago.
Kemarin (25/1), Timnas putri kembali takluk saat menjalani partai keduanya di AFC Women’s Asian Cup 2022. Kali ini mereka ditaklukkan Thailand dengan kedudukan akhir 0-4.
Seperti sebelumnya, masih ada saja yang melontarkan caci maki buat Timnas putri. Tentu dengan berbagai penyebutan dan alasan yang tidak masuk akal.
Entah apa yang ada di benak mereka. Seolah-olah, memberi apresiasi bagi para Srikandi itu adalah perbuatan haram.
Walau kalah di dua laga, saya merasa bangga kepada Timnas putri. Di tengah berbagai keterbatasan, mereka tetap mau berjuang membawa nama Indonesia.
Saya sendiri tak tahu apakah peristiwa ini bakal membuka mata PSSI bahwa kompetisi sepakbola putri harus diadakan.
Sebab aneh sekali rasanya kalau PSSI bangga karena Timnas putri kita tampil di AFC Women’s Asian Cup 2022 sementara mereka tak menggelar kompetisi resmi bagi para pesepakbola putri. Sungguh federasi yang tata kelolanya amatiran sekali.
Masih ada satu laga lagi yang bakal dilakoni Timnas putri yakni melawan Filipina (27/1). Apapun hasilnya kelak, tetap tegakkan kepalamu Garuda Pertiwi!