Tiga Komponen Penting Mitra Kukar Juara Piala Jenderal Sudirman

Mitra Kukar berhasil meraih gelar juara Piala Jenderal Sudirman (PJS). Naga Mekes berhasil membalikkan ketertinggalan dari gol Adi Nugroho bagi Semen Padang di babak pertama dengan dua gol yang dicetak oleh Michael Orah dan Yogi Rahardian di babak kedua.

Menariknya ketiga gol yang berhasil dicetak terjada pasca-water break. Adinugroho mencetak gol pada menit 33 sementara gol Michael Orah terjadi pada menit 72 dan gol kemenangan oleh Yogi Rahadian pada menit 90.

Tentu ini merupakan kemenangan tim. Mulai dari manajemen, pelatih, staf, dan seluruh pemain punya peran masing-masing. Tapi, setidaknya ada tiga alasan mengapa Mitra Kukar bisa tampil baik sepanjang turnamen hingga menggondol Piala Jenderal Sudirman ke Tenggarong.

Jafri Sastra

Jafri Sastra jelas jadi alasan utama mengapa Mitra Kukar bisa juara. Jika Anda mengikuti Mitra Kukar sejak lama maka Anda akan mendapati bahwa tim ini kerap mengalami krisis pelatih, seperti semasa ditangani Stefan Petar Hansson dan Scott Cooper.

Pelatih yang disebut terakhir bahkan meninggalkan Naga Mekes setelah hasil buruk di Indonesia Super League (ISL) 2015 yang hanya berlangsung sebentar. Dia dikenang sebagai pelatih yang mengubah posisi pemain, seperti Jajang Mulyana yang penyerang menjadi stopper.

Setelah penunjukkan Jafri Sastra sepertinya Mitra Kukar baru bisa dibilang stabil. Berhasil masuk semifinal Piala Presiden 2015 membuatnya dipertahankan untuk Piala Jenderal Sudirman serta dibekali komposisi pemain yang lebih baik, hasilnya gelar juara bisa diraih.

Pelatih asal Minang ini memiliki gesture yang baik sebagai pelatih. Punya pemahaman taktikal mumpuni dan pandai membaca situasi di lapangan.

Murid Suhatman Imam ini punya dasar strategi yang sama dengan Nil Maizar, rekan seperguruannya, yakni sepak bola bertahan. Rileks dalam menunggu tim lawan dan memiliki serangan balik yang mematikan. Menjadi penting kemudian untuk punya pemain sayap cepat seperti Yogi Rahardian, Septian David Maulana, maupun Defri Rizki.

Jika Anda melihat Jafri Sastra sejak awal turnamen maka sangat jarang untuk melihatnya duduk di bangku cadangan. Dia lebih suka berdiri, melihat permainan, dan berteriak memberi instruksi. Ini yang membuat pemain di lapangan selalu awas dengan setiap instruksinya. Sesuatu yang tak dimiliki oleh pelatih sekaliber Louis Van Gaal.

Kemampuannya membaca permainan pula yang membuat Mitra Kukar kerap bisa merespons situasi permainan dengan baik. Setelah Yoo Hyun-Koo mendapatkan kartu merah, Mitra Kukar yang unggul jumlah pemain justru bermain terburu-buru dan strukturnya berantakan.

Setelah jeda water break, permainan membaik. Pemain lebih tenang dan tahu bahwa mereka perlu mencecar sektor kiri yang sudah ditinggalkan Setya Novanto yang cedera dan diisi Ricky Akbar Ohorella yang baru saja pulih dari cedera parah. Hasilnya dua menit pasca-waterbreak, Mitra Kukar menyamakan kedudukan melalui tendangan bebas Michael Orah setelah Syahrizal dijatuhkan Ricky Ohorella.

BACA JUGA:  Naturalisasi: Tentang Ambisi Klub dan Mimpi Federasi

Gol kemenangan pun bermulai dari sektor ini. Yogi Rahardian yang menerima bola terobosan berhasil mengelabui Ricky Ohorella untuk kemudian memperdaya Jandia Eka Putra.

Berperangai kalem, berdiri dan berteriak di sisi lapangan untuk memberi instruksi, serta pandai dalam membaca permainan lawan serta mengelola semangat anak asuhnya. Tak salah jika Jafri Sastra setelah ini adalah komoditas pelatih Indonesia yang paling diburu oleh klub dalam negeri maupun luar negeri.

Pemain muda bertalenta

Melihat Rizky Pellu memegang peran sebagai kapten tim jelas jadi hal yang menyenangkan. Di turnamen ini memang Pellu menjadi wakil kapten jika sang kapten, Zulkifli Syukur berhalangan, apalagi pemain yang berposisi sebagai bek kanan ini masih berkutat dengan cedera.

Masih berusia 23 tahun, punya kualitas mumpuni sebagai gelandang, dan mulai bisa diandalkan sebagai pemimpin. Makin lengkap tentunya kualitas yang dimiliki oleh seorang Rizky Pellu ini.

Selain Pellu, Mitra Kukar banyak dihuni pemain muda bertalenta lainnya. Sebut sana nama Rudolf Yanto Basna yang masih berusia 20 tahun, Septian David Maulana (19), Yogi Rahardian (20), Dinan Javier (19), Bayu Pradana (23), hingga Syakir Sulaiman (23). Bahkan penyerang andalan dari Brasil, Patrik Dos Santos Cruz juga masih berusia 22 tahun.

Dengan banyaknya pemain muda, bahkan yang berusia di bawah 21 tahun dan telah jadi andalan, aturan dua pemain U-21 di tim inti tak jadi soal bagi Jafri Sastra. Dia memasang pemain muda tidak sekadar untuk memenuhi kewajiban tapi memang bertumpu pada mereka.

Rudolf Yanto Basna jelas jadi topik yang paling hangat untuk dibicarakan. Pemain asal Papua ini tampil trengginas sepanjang turnamen. Di putaran pertama bahkan sempat terpilih sebagai man of the match sebanyak dua kali oleh Labbola.

Penghargaan pemain terbaik turnamen yang diterimanya pun dirasa layak. Walaupun berusia muda dia tampil tenang dan lugas. Arthur Cunna Da Rocha jelas senang punya tandem seperti dirinya. Bek muda dengan postur ideal dan kemampuan di atas rata-rata jelas akan jadi pemain masa depan timnas Indonesia.

Tiga legiun asing

Keputusan penting dilakukan oleh manajemen Mitra Kukar jelang PJS. Mereka memutuskan tak lagi menggunakan jasa OK John, Carlos Raul Sciucatti, dan Guy Junior Ondua yang membela Mitra Kukar di ajang Piala Presiden. Alasannya jelas soal kualitas, meski seperti yang kita tahu OK John cukup layak untuk dipertahankan dari sisi performa.

BACA JUGA:  Jangan Sia-siakan Donny van de Beek

Tapi, keputusan itu jelas tak akan pernah disesali. Tiga legiun asing yang didatangkan untuk mengisi slot pemain asing punya kualitas yang bisa dikatakan lebih baik.

Ketiga pemain berkebangsaan Brasil itu masing-masing untuk posisi bek, gelandang serang, dan penyerang. Arthur Cunna Da Rocha membuktikan diri bisa tampil lugas dan jadi komandan lini belakang.

Pemain berusia 25 tahun ini tampak bisa jadi mentor yang pas untuk Yanto Basna yang sedang berkembang. Terlihat beberapa kali dia berdisikusi dan memberi instruksi kepada juniornya tersebut. Satu lagi kontribusi pentingnya, dia mencetak satu gol di Kanjuruhan yang bisa memaksa Arema ke babak penalti untuk kemudian berhasil dimenangi Naga Mekes.

Rodrigo Dos Santos jadi legiun asing yang mengisi pos gelandang serang. Dalam formasi 4-2-3-1, dia tampil berada di belakang penyerang utama. Rodrigo meski tak seistimewa Gustavo Lopez atau Zah Rahan bisa memainkan perannya secara apik sebagai pengatur serangan. Dia pula yang memaksa Yoo Hyun-Koo melakukan dua pelanggaran berbuah kartu kuning. Keluarnya gelandang asal Korea Selatan itu begitu krusial di partai final.

Nama terakhir adalah Patrick Dos Santos Cruz. Dia jelas penyerang yang jauh lebih baik daripada Guy Junior. Teman Neymar ini mencetak tujuh gol dari sembilan pertandingan yang dijalani selama PJS. Dia pun dinobatkan sebagai top skor turnamen setelah unggul satu buah gol dibanding Cristian Gonzales. Namanya jelas akan jadi rebutan, tak hanya klub Indonesia tapi juga Malaysia.

Itulah tiga komponen penting Mitra Kukar bisa menjadi juara Piala Jenderal Sudirman. Tanpa ketiganya, rasanya sulit bagi Naga Mekes untuk bisa juara. Tak lupa pula, ucapan terima kasih perlu diberikan kepada suporter Mitra Mania yang telah mendukung jauh-jauh ke Jakarta. Meski minoritas, kehadiran mereka terasa amat penting untuk meningkatkan moral bertanding Mitra Kukar.

Selamat Mitra Kukar! Jangan cepat puas dengan gelar juara ini dan teruslah berbenah untuk prestasi yang lebih baik.

NB: Menurut NET TV dan Pengawas Pertandingan gol pertama Mitra Kukar dicetak oleh Rizky Pellu. Walaupun dalam pandangan kami, Michael Orah-lah yang berhak namanya dicatat. Apa pun itu, gol penyama kedudukan itu penting bagi gelar juara ini.

Komentar
Akrab dengan dunia penulisan, penelitian, serta kajian populer. Pribadi yang tertarik untuk belajar berbagai hal baru ini juga menikmati segala seluk beluk sepak bola baik di tingkat lokal maupun internasional.