Wiljan Pluim: Dari Belanda ke Indonesia Lewat Vietnam

Akhir-akhir ini, ada sebuah nama yang menjadi buah bibir para pendukung PSM Makassar. Dia adalah playmaker berusia 27 tahun bernama Wiljan Pluim (baca: Wi-li-an Plo-em).

Pada akhir putaran pertama Indonesia Soccer Championship (ISC), PSM Makassar masih terdampar di papan bawah klasemen. Namun, setelah bergabungnya Robert Rene Alberts (RRA) sebagai pelatih kepala, prestasi klub berusia 101 tahun ini perlahan-lahan membaik.

Hingga pekan ke-30, Ardan Aras dan kawan-kawan kini sanggup bersaing di papan atas, tepatnya posisi lima klasemen sementara.

Perubahan drastis PSM tak lepas dari efek bagus bergabungnya Pluim. Pemain tengah asal Belanda ini sudah bergabung ketika RRA mengambil alih kursi kepelatihan, tapi baru bisa dimainkan di putaran kedua kompetisi.

Selama sekitar 12 pertandingan, Pluim sudah mencetak 3 gol, yaitu sebuah gol indah ke gawang Barito Putra dan PS TNI, serta gol penentu kemenangan di injury time melawan Madura United. Selain 3 gol tersebut, ia juga sudah mencetak 3 asis di semua pertandingan PSM pada bulan November 2016.

Prestasi ini tentu cukup gemilang bagi seorang pemain yang baru bergabung di sebuah tim yang berada ribuan kilometer jauhnya dari kampung halamannya.

Penampilan Pluim sudah sering membuat penonton terkagum-kagum. Tak terkecuali para presenter dan komentator di stasiun-stasiun televisi yang menyiarkan TSC.

Selain umpan-umpan matangnya yang memanjakan lini depan, Pluim juga dikaruniai teknik penguasaan bola yang apik, didukung sepasang kaki jenjang yang menyokong postur tubuh jangkung 192 sentimeter.

Sering, para komentator TSC mengibaratkan penampilan Pluim seperti seorang penari balet bertubuh lentur.

 

Siapa sebenarnya Wiljan Pluim?

Kita sering mendengar sindiran bahwa seorang pemain asing tak terkenal yang berkiprah di Indonesia mungkin hanya pemain bola abal-abal di negara asalnya. Salah besar jika Anda menganggap Wiljan Pluim sebagai pemain abal-abal.

Tahun 2015 yang lalu, ia bahkan masih tercatat sebagai pemain di Eredivisie (Liga utama) Belanda. Selain itu, berbagai berita tentang karier mentereng pemain ini sudah banyak tercatat di berbagai media yang kebanyakan berbahasa Belanda.

Pria kelahiran 4 Januari 1989 ini merupakan lulusan akademi Vitesse Arnhem, klub yang sudah lama malang-melintang di Eredivisie.

Pada tahun 2010, tepat ketika ia berusia 21 tahun, Pluim sudah menjadi sorotan media-media Belanda. Pasalnya, ia diincar pelatih legendaris Leo Beenhakker untuk memperkuat klub raksasa Feyenoord. Namun, Pluim akhirnya memutuskan untuk tinggal di Vitesse untuk berjuang menembus tim inti.

BACA JUGA:  Membangkitkan (Kembali) Sebuah Kenangan tentang PSM Makassar

Tiga tahun yang dihabiskannya di tim utama Vitesse terbilang kurang memuaskan. Ia hanya tampil sebanyak 36 kali dan mencetak 5 gol, sehingga ia kemudian menerima tawaran peminjaman dari Roda JC.

Klub asal kota Kerkrade yang juga berkiprah di Eredivisie ini akhirnya menawarinya kontrak permanen. Namun, empat tahun di klub tersebut tak juga mendongkrak kariernya sehingga Pluim pun pulang kampung untuk membela PEC Zwolle, klub kota kelahirannya.

Semusim di Zwolle sempat mengembalikan kepercayaan dirinya. Pluim mencetak 34 penampilan dan menjadi elemen penting yang menghindarkan PEC Zwolle dari jurang degradasi.

Tawaran pun kembali datang dari sesama peserta Eredivisie, kali ini, Willem II Tilburg menjadi tempat berlabuhnya. Sayang, di klub kota Tilburg inilah bencana bagi kariernya dimulai. Kontrak Pluim diputus di tengah jalan oleh klub yang memakai nama salah satu mendiang raja Belanda tersebut.

Usaha Pluim meneruskan karier di Eropa gagal setelah seleksinya di klub Superliga Denmark, Sonderjyske Fodbold, tidak berakhir memuaskan. Di tengah-tengah persimpangan nasib itulah, sebuah tawaran datang dari klub Liga Vietnam, Binh Duong FC.

Tadinya, Pluim sudah berharap akan me-restart kariernya di Asia dimulai dari Vietnam. Apalagi, Binh Duong akan berkiprah di ajang bergengsi, Liga Champions Asia.

“Saya datang ke Asia bukan untuk liburan,” kata Pluim seperti dikutip oleh Voetbal International. “Sepak bola Asia sedang berkembang pesat dan saya ingin menjadi bagian di dalamnya.”

Ia juga diharapkan mampu meneruskan prestasi Nguyen van Bakel, pemain tengah keturunan Belanda yang sempat sukses di Binh Duong.

Namun, musibah kembali menghampirinya. Tak lama setelah Liga Vietnam berjalan, Pluim harus dirawat di rumah sakit akibat menderita infeksi usus.

Entah bagaimana, pihak Binh Duong FC secara sepihak memutus kontrak pria malang ini. Seperti dilaporkan Fox Sports Belanda, kasus pemutusan kontrak ini sempat diperjuangkannya sampai FIFA.

Nasib Pluim sempat terkatung-katung, sampai-sampai demi menjaga kebugaran tubuh, ia harus numpang latihan di FC Da Nang, rival Binh Duong. Beruntung, Robert Postma dari Top Sport Management, agen pemain tempatnya bernaung, membawa berita tentang sebuah tawaran dari Indonesia.

BACA JUGA:  Permainan Psikologi Claudio Ranieri

Dari situlah ia kemudian menemukan rumah barunya di PSM Makassar. Beruntung, di PSM ia bertemu dengan dua kompatriot senegaranya, yaitu pelatih RRA dan Ronald Hikspoors, pemain yang juga pernah merumput di Eredivisie bersama MVV Maastricht.

Kesan Pluim terhadap Indonesia

“Sejak di Vietnam, saya terbiasa dengan suhu udara mencapai 34 derajat Celcius. Itu cuaca yang bagus untuk berlibur di pantai, tapi bukan untuk latihan sepak bola,” kata Pluim sedikit bercanda pada Voetbal international.

“Tapi dibandingkan Vietnam, sepak bola Indonesia sedikit lebih terorganisir. Masyarakat di sini juga jauh lebih ramah dan terbuka kepada orang asing.”

Melalui sebuah liputan yang dirilis website resmi Top Sport Management, Pluim juga menyatakan kekagumannya atas antusiasme penonton sepak bola Indonesia.

“Di Indonesia, stadion terisi 15 ribu atau 20 ribu penonton sudah biasa. Jumlah penonton bahkan bisa mencapai 35 ribu untuk sebuah pertandingan bergengsi. Bagi seorang pemain profesional, bermain di hadapan stadion yang terisi penuh tentu saja menyenangkan.”

Namun, sepertinya tebersit sedikit harapan di lubuk hatinya untuk bisa bermain lebih lama lagi di Indonesia. “Kontrak saya di PSM hanya untuk setengah musim. Liga Indonesia menganut aturan maksimal empat pemain asing dalam satu klub, sehingga saya harus bekerja keras agar bisa bersaing.”

“Tapi, perjuangan saya baru dimulai,” ia menambahkan. “Saya ingin bermain di sini selama bertahun-tahun kalau memungkinkan.”

Penampilan gemilangnya sudah memberi bukti nyata dalam bentuk peningkatan signifikan prestasi PSM di putaran dua TSC. Manajemen PSM tentu harus berusaha sekuat tenaga mempertahankan Pluim, apalagi untuk menghadapi Liga Indonesia musim depan.

Catatan penulis:

Berbagai media di Indonesia, termasuk situsweb resmi Indonesia Soccer Championship, sering menyebut namanya menjadi “Willem Jan Pluim”.

Meski demikian, tidak terlihat satu pun sumber di luar negeri yang pernah menulis seperti itu. Baik di situsweb resmi agen Pluim, Top Sports Management, Transfermarkt, maupun kanal media sosial klub Vitesse, PEC Zwolle dan Roda JC, nama yang tertulis hanya “Wiljan Pluim”. Setidaknya demikian pengamatan penulis.

 

Komentar
Selalu percaya sepak bola bukan hanya 2 x 45 menit di lapangan hijau, melainkan juga filosofi sederhana yang bisa mengubah hidup manusia. Cintanya terhadap sepak bola tumbuh di stadion bersejarah yang dulu bernama Mattoanging, dan sampai sekarang tetap menjadi pendukung setia PSM. Pernah menerbitkan buku memoar perjalanan sepak bola berjudul Home & Away (2014).