Dalam kancah sepakbola Indonesia, nama kota Cirebon pasti tak seseksi Bandung, Jakarta, Makassar, Malang atau Surabaya. Walau demikian, Cirebon pernah meramaikan meramaikan kasta teratas sepakbola nasional lewat kesebelasan Indocement (awalnya bernama Perkesa dan bermarkas di Sidoarjo sebelum akhirnya pindah ke Yogyakarta lalu bermukim di Cirebon) meski prestasinya biasa-biasa saja.
Di luar Indocement yang akhirnya lenyap ditelan Bumi, masih ada beberapa klub lain yang masih eksis mewakili Cirebon di tingkat nasional hingga kini. Di antaranya adalah PSIT Kota Cirebon dan PSGJ Cirebon yang acap menggunakan Stadion Bima, Stadion Ranggajati maupun Stadion Watubelah sebagai tempat bertanding.
Namun berbicara tentang naik turunnya persepakbolaan Cirebon tentu sulit dilepaskan dari nama stadion yang disebut pertama. Dibuka pada tahun 1972 silam, Stadion Bima yang namanya diambil dari salah satu tokoh Pandawa Lima dalam dunia pewayangan sehingga di depan stadion berdiri patung Bima yang sedang melawan kawanan ular, menjadi tempat di mana masyarakat Cirebon beroleh sorotan lebih, utamanya dari fanatisme terhadap sepakbola.
Berdiri di lahan seluas 161.183 meter persegi dan terletak di wilayah kota Cirebon, Stadion Bima dapat menampung sekitar 15 ribu penonton. Stadion yang satu ini agak berbeda dari stadion-stadion yang ada di Indonesia karena cuma memiliki dua tribun yakni tribun VIP Barat dan tribun timur.
Stadion Bima sendiri merupakan arena multifungsi karena memiliki Gedung Olah Raga (GOR) yang dapat digunakan untuk pertandingan basket, bulutangkis, futsal maupun voli. GOR Bima sendiri pernah dipercaya menjadi tuan rumah kegiatan olahraga berskala nasional dalam tajuk Kobatama (sekitar tahun 2000-an), Proliga, audisi bulutangkis yang diadakan PB Djarum dan salah satu venue Pekan Olahraga Nasional (PON) Jawa Barat XIX.
Bersebelahan dengan GOR Bima terdapat Padepokan Merpati Putih yang biasa digunakan untuk olahraga pencak silat. Bergeser ke arah barat dari stadion madya, berdiri kolam renang Catherine Surya, arena renang yang namanya diambil dari atlet renang nasional. Di sisi barat daya arena renang tersebut, terdapat lapangan sepakbola yang biasa digunakan untuk latihan. Terakhir, ada pula venue tenis yang terletak di seberang stadion madya.
Pada awalnya Stadion Bima merupakan milik PT. Pertamina sebelum akhirnya pada 2019 kepemilikannya beralih kepada Pemerintah Kota Cirebon. Pada masanya, stadion ini merupakan salah satu stadion dengan lapangan terbaik sehingga saat peresmiannya tahun 1974 silam, digelar pertandingan antara Osters (tim asal Swedia) melawan Pertamina dengan hasil akhir 3-2 bagi sang tamu.
Berselang beberapa tahun kemudian, tepatnya tahun 1976, diadakan partai eksebisi yang mempertemukan empat tim yaitu Pertamina, tim nasional Indonesia, tim nasional Swedia, dan Feyenoord. Stadion Bima juga pernah menggelar playoff degradasi kompetisi Perserikatan di tahun 1985.
Pada musim 1999/2000, angin segar berhembus di Stadion Bima karena tempat ini menjadi rumah baru untuk Indocement yang baru saja hijrah dari Yogyakarta. Indocement pun sempat meroketkan beberapa nama pesepakbola seperti Aliyudin, Inyong Lolombulan, dan Jaldecir ‘Deca’ dos Santos. Sayangnya, perjalanan Indocement di Kota Wali tak panjang.
Beberapa klub nasional semacam Persikab, Persikad dan Persiwa juga pernah menjadikan Stadion Bima sebagai homebase medio 2010-2018. Laga sepakbola berskala nasional yang saya ingat digelar di Stadion Bima adalah pertandingan antara Persiwa melawan PSIM dalam lanjutan Liga 2 musim 2018. Partai itu sendiri berujung kemenangan Walk Out (WO) bagi Laskar Mataram karena penggawa Persiwa menolak bermain sebab gajinya belum dibayarkan.
Kini, pengelolaan Stadion Bima sudah beralih ke Pemkot Cirebon. Sejumlah terobosan coba dilakukan dengan menjadikan Stadion Bima sebagai pusat olahraga, ekonomi sekaligus Ruang Terbuka Hijau (RTH). Namun di luar itu semua, ada kerinduan dari masyarakat Cirebon yang belum tuntas yakni melihat pertandingan sepakbola berskala nasional dari level tertinggi di Stadion Bima seperti dahulu.