Setiap kali mendengar kalimat barang antik, ada banyak hal yang tentunya meletup di kepala kita. Mulai dari benda-benda bersejarah peninggalan kerajaan atau masa perang, mobil-mobil lawas yang tak lagi diproduksi sampai perabotan rumah tangga yang bentuknya unik dan kuno. Namun buat penggemar sepakbola, bola plastik adalah ‘barang antik’ tersendiri.
Mengapa demikian? Sebab bola plastik memiliki nilai yang amat spesial dan tak tergantikan oleh yang lain. Saat pertama kali mengenal sepakbola dan ingin memainkannya, bola jenis ini selalu jadi opsi pertama untuk dibeli.
Alasannya simpel dan bola plastik memang punya banyak kelebihan seperti harganya murah dan tak bikin kantong bolong (anak-anak yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar bahkan bisa mengumpulkan uang masing-masing seribu Rupiah untuk membeli satu atau dua bola sekaligus), dapat ditemukan di warung-warung kecil pinggir jalan dan ringan.
Bagi kita, apalagi yang masih anak-anak, bola plastik merupakan teman nomor satu. Seperti yang biasa disebutkan tokoh kartun asal Jepang, Tsubasa Ozora. Dengan menggunakan bola plastik, kaki kita takkan mendapat beban terlalu berat saat bermain. Alhasil, tunggang langgang dengan bertelanjang kaki pun tak masalah. Lain halnya dengan bola yang terbuat dari kulit.
Jadi sebuah pemandangan yang lazim sewaktu melihat bocah-bocah bergerombol datang ke sebuah warung guna membeli bola. Dengan sedikit keributan kecil ala bocah-bocah, mereka lantas melaju dengan antusiasime tinggi ke lapangan buat memainkannya. Entah lapangan itu berupa lapangan rumput, tanah, beton atau bahkan aspal.
Tak hanya jadi alat permainan, bola plastik sebetulnya juga sarana untuk bersilaturahmi. Tak percaya? Silakan mengangguk-angguk tanda setuju bila kamu pernah bermain bersama orang yang tidak kamu kenal dengan bola plastik. Entah saat kamu masih belia atau bahkan sudah dewasa. Alhasil, punya tambahan teman, kan?
Ya, bola plastik adalah sumber kegembiraan kita di siang atau sore hari selepas sekolah atau akhir pekan kala berkesempatan untuk berkumpul dengan teman-teman. Bermain hingga lelah mendera dan kehausan. Namun tetap saja kita tertawa dan bahagia bahkan di saat ayah atau ibu sudah memanggil-manggil dengan nada tinggi serta siap menjewer telinga kita gara-gara main terlalu lama.
Di satu waktu, bola yang ringan itu juga bisa menjadi sumber malapetaka dan membuat kita ketakutan lantaran kena marah. Masalah paling umum adalah bola yang kita tendang menghantam pot tanaman atau kaca jendela.
Dari sekian kelebihan yang ada dari bola plastik, terselip juga satu kekurangan yakni mudah rusak. Baik dikarenakan lubang kecil sehingga bola mengempis sampai sobek gara-gara dihajar kaki-kaki keras kita tanpa henti. Problem ini pula yang memunculkan berbagai ide di kepala guna membuatnya lebih awet. Misalnya saja dengan melapisi garis bulat sambungnya dengan lakban hitam atau malah menggabungkan dua bola plastik berbeda lalu direkatkan dengan lakban hitam.
Iwan Fals memiliki lagu yang berjudul Barang Antik. Lagu yang rilis pada tahun 1984 tersebut bercerita tentang sebuah oplet yang mulai tergerus oleh perkembangan jaman. Oplet tersebut kalah bersaing dengan mikrolet, bajaj, dan bus kota. Pada bagian akhir lagu tersebut terdapat lirik yang memunculkan optimisme untuk pemiliki oplet tersebut, ”Oh Bapak tua, pemilik oplet tua, tunggu nanti di tahun 2001 (masa yang akan datang) mungkin opletmu jadi barang antik yang harganya selangit”.
Jika oplet butuh waktu puluhan tahun untuk jadi barang antik, maka bola plastik akan selalu ‘antik’ di setiap masanya. Takkan pernah lekang oleh waktu dan senantiasa menghasilkan jutaan cerita. Bila mereka yang mendaku indie selalu butuh kopi dan senja buat menenangkan hati, maka kita yang gemar sepakbola cuma butuh bola plastik buat merayakan sepakbola. Bergembira bersama teman-teman sebaya di tanah lapang, entah dari rumput, tanah, beton atau malah aspal.