Kala Sepakbola Dinomorduakan Para Pemain

Usai berlatih sepakbola, para Manchester United makan malam bersama di restoran tempat latihan, staf dan pelatih pun turut bergabung. Semuanya mengambil hidangan yang sudah disediakan para koki. Namun begitu David Beckham, salah satu bintang The Red Devils, masuk ke dalam ruang makan, semuanya tampak bingung.

Beckham mengenakan kupluk saat makan malam. Kupluknya menutupi sebagian kepala dan hal itu membuatnya sedikit berbeda dengan rekan-rekan lainnya. Lantas, pelatih United kala itu, Sir Alex Ferguson, menegur Beckham. Intinya, ia menginginkan sang pemain melepas kupluknya dan makan malam seperti orang pada umumnya. Namun Beckham enggan melepasnya. Pemain bernomor punggung 7 tersebut tetap makan malam dengan kupluk di kepalanya.

Beberapa hari setelahnya, United menggelar sesi latihan. Para pemain mulai berdatangan untuk ambil bagian. Namun sekali lagi, Beckham datang ke tempat latihan dengan menggunakan kupluknya. Melihat hal itu, Ferguson geram.

Ia bertanya kepada Beckham mengapa selalu memakai kupluk. Beckham sempat berkelit menjelaskannya, tetapi sang gaffer pun mengancam akan mengeluarkan Beckham dari tim jika tidak melepas kupluknya. Karena ancaman itu, Beckham menjelaskan bahwa dirinya baru saja memotong rambut.

Pria yang jadi suami Victoria tersebut lalu melepas kupluknya. Ternyata, kepalanya sudah plontos. Beckham membabat habis rambutnya. Ferguson heran. Lantas mengapa Beckham mesti menyembunyikan potongan rambutnya dari orang lain?

Interogasi Ferguson memunculkan pengakuan dari Beckham. Dirinya mengaku bahwa ingin menunjukkan ke wartawan dan dunia mengenai potongan rambut terbarunya kala The Red Devils bertanding melawan Leicester beberapa hari setelahnya.

“Waktu itu saya mulai putus asa dengan dia (Beckham). Saya bisa melihat dia sudah ditelan media atau agen-agen selebritas,” tulis Ferguson dalam autobiografinya.

Kala itu, Ferguson menganggap sepakbola sudah tak lagi menjadi prioritas bagi Beckham. Sepakbola bukan lagi nomor satu di pikiran anak asuhnya. Fokus Beckham mulai terpecah akan hal-hal yang sama sekali tak berhubungan dengan sepakbola. Gaya rambut salah satunya.

Jika kadar selebritas sudah melebihi kadar sepakbola dalam hati pemain, maka wajar kalau alarm tanda bahaya berbunyi. Pasalnya, tujuannya bermain tak lagi murni untuk memamerkan aksi terbaik dan membawa tim merai hasil positif, tetapi juga menarik perhatian media guna mendapat sorotan lebih.

BACA JUGA:  Selamat Ulang Tahun, Becks!

Jika sudah begitu, pemain akan lebih mengutamakan outfit yang dikenakan ketimbang mengasah akurasi tembakan atau umpan. Lebih memikirkan kata-kata untuk diunggah di akun media sosial pribadinya daripada mengevaluasi permainannya di atas lapangan.

Media turut punya andil membuat sepakbola jadi dinomorduakan oleh pemain. Sebab terangnya lampu sorot media ke lapangan hijau berimbas pada keinginan untuk diperhatikan. Termasuk, sisi lain kehidupan mereka.

Sekarang, kisah asmara para pesepakbola dapat dijadikan tajuk utama pemberitaan. Seperti yang terjadi pada Markus Horison dan mantan istrinya, Kiki Amelia, pada turnamen Piala AFF 2010 silam. Alih-alih mengabarkan soal sepakbola, media justru gencar memberitakan saat Kiki menjemput suaminya di hotel tempat menginap para pemain tim nasional sampai pada saat ia menonton dari tribun stadion.

Semakin Indonesia meraih kemenangan demi kemenangan, media semakin getol memberitakan kemesraan Markus dan Kiki. Di mana hal tersebut dapat mempengaruhi konsentrasi Markus yang menjadi palang pintu terakhir skuad merah-putih. Ya, ketimbang memikirkan pertandingan, bisa saja dirinya berpikir mengenai apa yang akan diberitakan media tentang.

Antara Hobi dan Sepakbola

Beberapa pemain melebarkan sayap ke pijakan-pijakan yang lain. Para pemain tentu memiliki hobi yang bisa dibilang tak lekat dengan profesinya. Sebagai penggemar, kita tentu tak bisa menghakimi hal itu sebab hobi adalah hak dari masing-masing persona.

Andrea Pirlo hobi mengoleksi batu permata semacam batu akik. Theo Walcott gemar menulis buku anak, bahkan telah merilis empat seri. Sementara Xavi Hernandez punya ketertarikan akan dunia perjamuran. Walau demikian, hobi itu tak boleh menyingkirkan sepakbola di hati dan pikiran mereka.

Jika pemain profesional sanggup memberi porsi yang seimbang terhadap hobi dan profesinya, umumnya mereka bisa tampil lebih baik saat beraksi di lapangan. Memphis Depay adalah bukti sahihnya. Bersama Olympique Lyonnais dan tim nasional Belanda, ia memamerkan aksi brilian dengan konsisten mencetak gol. Di sisi lain, ia juga rajin menciptakan lagu rap.

Sejak 2011, Depay sudah berkolaborasi dengan berbagai musisi rap, salah satunya Rotterdam Airlines. Alhasil, karyanya terus bermunculan. Bahkan lagu berjudul Fall Back sudah ditonton hingga 5,4 juta kali di kanal berbagi video, YouTube.

BACA JUGA:  Kei Hirose, Petarung Sejati yang Dicintai

Media Sosial

Media sosial dapat membuat pesepakbola menjadi lebih dari sekadar pesepakbola. Adanya media sosial bikin hal-hal yang terjadi pada mereka bisa diketahui publik secara langsung dan tak melulu berhubungan dengan si kulit bundar. Kondisi ini juga mengantar mereka merasa jadi selebritas.

Instagram, YouTube, hingga TikTok menjadi wadah bagi pesepak bola memberi tahu dunia akan pesona mereka. Semakin sering mendapat sorotan, semakin sering pula mengunggah konten-konten kekinian. Seperti yang dilakukan bek muda berbakat milik Bayern Munchen, Alphonso Davies.

Pria Kanada itu memiliki akun YouTube bersama kekasihnya, Jordyn Huitema. Davies dan Huitema kerap mengunggah kegiatan sehari-hari mereka. Mulai dari membeli busana hingga perayaan ulang tahun. Perilaku ini persis sekali dengan apa yang biasanya dipamerkan para selebriti dunia.

Sebagai penggemar, banyak pihak yang tak ingin Davies atau bakat-bakat muda lainnya terjun terlalu dalam ke dunia hiburan. Ada rasa enggan melihat pemain muda yang tengah bersinar justru salah jalan dengan banyak tampil di media sosial. Pasalnya, dunia hiburan dapat mempengaruhi cara berpikir mereka. Alih-alih fokus pada sepakbola yang katanya jadi impian sejak kecil, mereka nantinya malah sibuk membuat konten ini dan itu demi sorotan media serta publik. Ya, apalagi kalau bukan haus akan popularitas.

Padahal, popularitas itu tak perlu susah payah mereka perjuangkan di luar lapangan. Dari dalam lapangan, mereka pun bisa meraupnya dengan mudah. Asalkan, mampu tampil bagus sepanjang waktu dan membantu kesebelasan yang diperkuat meraih prestasi.

Komentar
Buruh tulis dan penikmat sepakbola Inggris yang dapat disapa via akun Twitter @isalomonkalou