Pertandingan pekan kesepuluh Liga Primer Inggris musim 2021/2022 menjadi titik nadir bagi Tottenham Hotspur. Melawan Manchester United yang tengah dihantam krisis, The Lilywhites justru tampil memalukan di kandang sendiri.
Tak ada sisi positif dari kalah dengan selisih tiga gol. Penampilan Son Heung-min dan kawan-kawan malam itu bahkan jelek saja belum.
Hasil-hasil jeblok yang dituai Tottenham sepanjang September dan Oktober bikin gerah manajemen dan juga fans. Chairman klub, Daniel Levy, dan direktur olahraga, Fabio Paratici, lantas mengadakan rapat dadakan buat menentukan nasib pelatih yang baru diangkat per awal musim ini, Nuno Espirito Santo.
Di pengujung era Mauricio Pochettino, kemerosotan memang dialami klub asal London Utara. Pasca-lolos ke final Liga Champions 2018/2019, Pochettino ingin melakukan perombakan skuad. Ia menyebutnya sebagai painful rebuild.
Sosok asal Argentina tersebut ingin menjual pemain yang kariernya mulai menukik dan mensubstitusinya dengan membeli tenaga segar. Namun Levy tidak bisa mewujudkan itu karena terbebani proyek stadion baru. Stadion White Hart Lane yang usang dirubuhkan dan digantikan Stadion Tottenham yang megah.
Pochettino lalu dipecat dan digantikan Jose Mourinho. Apesnya, Mourinho mewarisi skuad yang bisa dibilang sudah kehabisan bensin dan butuh energi baru.
Sempat menunjukkan performa bagus pada periode awal kepelatihannya bersama The Lilywhites, masalah klasik Tottenham perihal inkonsistensi akhirnya muncul dan menjadi senjata makan tuan.
Penampilan mereka menurun dan bikin manajemen puyeng bukan main. Memecat Mourinho menjadi pilihan yang diambil. Ryan Mason lantas didapuk sebagai pelatih interim sampai musim 2020/2021 selesai.
Keputusan Levy mendepak Mourinho memang beralasan, tetapi mencari figur kompeten untuk menggantikannya secara permanen bukan persoalan mudah.
Perburuan Levy akan pelatih anyar berkualitas menemui jalan buntu jelang musim 2021/2022 bergulir. Terlebih profil Tottenham sebagai klub masih tertinggal jauh dari beberapa klub mapan yang menjadi jujugan pelatih kenamaan.
Julian Nagelsmann memilih bertahan di Jerman guna membesut Bayern Munchen. Pochettino dipagari ketat oleh Paris Saint-Germain. Antonio Conte menolak sebab ia baru saja minggat dari Inter Milan.
Levy sempat ingin merekrut Paulo Fonseca, tetapi keinginannya dimentahkan Paratici. Selain getol berkomunikasi dengan Conte, Paratici juga disebut ingin membawa Gennaro Gattuso ke ibu kota Inggris. Namun hal itu diblokir Levy sebab fans menginginkan pelatih dengan profil lebih mengilap ketimbang eks nakhoda AC Milan tersebut.
Pilihan lantas jatuh kepada Nuno yang baru saja hengkang dari Wolverhampton Wanderers. Kontrak selama dua musim ditandatangani dengan opsi perpanjangan di musim ketiga. Bersamaan dengan hadirnya Nuno, The Lilywhites memulai program rebuild-nya.
Toby Alderweireld dilego ke Al Duhail dan disubstitusi oleh Cristian Romero dari Atalanta. Erik Lamela dilepas dan tempatnya diisi oleh Bryan Gil. Serge Aurier, Joe Hart, dan Moussa Sissoko juga ditendang demi memberi ruang kepada Pierluigi Gollini, Emerson Royal, dan Oliver Skipp.
Nuno wajib menghadirkan wajah baru untuk Tottenham. Sialnya, ia sempat diganggu keinginan Harry Kane buat hijrah ke Manchester City.
Mesti diakui, ada banyak sekali pekerjaan rumah yang mesti dituntaskan lelaki berumur 47 tahun ini di klub anyarnya. Terasa makin tak enak, dukungan kepadanya jauh dari kata mencolok.
Partai Tottenham kontra United pada Sabtu (30/10) kemarin begitu krusial untuk Nuno. Ada pertaruhan besar dalam laga tersebut.
Seperti biasa, Nuno memainkan skema 4-2-3-1 kesukaannya dengan Pierre Emile Hojbjerg dan Skipp sebagai poros ganda di lini tengah. Keduanya diinstruksikan buat mematikan ruang gerak gerak Bruno Fernandes.
Sementara Giovani Lo Celso yang diapit Son dan Lucas Moura menjadi motor penggerak serangan sekaligus pendukung Kane untuk mengobrak-abrik lini pertahanan The Red Devils yang digalang Harry Maguire dan kolega.
Nahas untuk sang pelatih, pesan apa pun yang ia sampaikan kepada Son dan kawan-kawan tak menimbulkan efek apapun di lapangan.
Ole Gunnar Solskjaer yang sebetulnya juga tengah disorot karena penampilan buruk United terlihat jauh lebih agung dibanding Nuno pada kesempatan ini.
Performa Tottenham teramat menyedihkan pada laga ini. Selain kebobolan tiga gol tanpa mampu membalasnya, mereka cuma bikin sembilan tembakan yang enam di antaranya tidak tepat sasaran.
Penguasaan bola sebesar 58 persen seakan percuma sebab di sepertiga akhir permainan, anak asuh Nuno seperti tak tahu harus berbuat apa. Pada akhirnya, Tottenham kudu menelan pahitnya kekalahan kelima di Liga Primer Inggris musim ini.
Suporter yang kecewa kemudian lantang berteriak kepada Nuno, “Kau tidak tahu apa yang kau lakukan”. Seisi Stadion Tottenham menyorakinya. Kredibilitas Nuno jatuh ke titik nadir.
Bukan cuma Nuno yang diejek. Levy pun kebagian sumpah serapah suporter. Pria Yahudi yang nyaris tak tersentuh itu, untuk pertama kali, menatap stadion yang ia bangun dengan berdarah-darah (baca: utang), hanya untuk mendengar ejekan dari suporter yang berdiri di sekelilingnya.
Suporter ingin Levy pergi, tetapi kita lebih mungkin menyaksikan dirinya menendang setiap pelatih yang gagal menyenangkan orang-orang yang rela mengeluarkan banyak uang demi melihat The Lilywhites berlaga.
Dan seperti yang telah dituliskan di bagian awal, petualangan Nuno bersama Tottenham amat mudah ditebak. Segalanya berlangsung singkat serta tak meninggalkan kesan apapun.
Ia dipecat per 1 November 2021. Berselang sehari kemudian, pihak manajemen mengumumkan Conte sebagai pelatih baru The Lilwyhites dengan kontrak selama 18 bulan.
Welcome to Tottenham Hotspur, Antonio Conte. pic.twitter.com/3faSqLW38g
— Tottenham Hotspur (@SpursOfficial) November 2, 2021
Nafsu Tottenham untuk menghapus predikat ayam (baca: semenjana) memang sudah sampai di ubun-ubun. Cukuplah ayam menjadi lambang klub. Performa mereka di atas lapangan harus segagah elang.
Ada hal nyata yang ingin mereka capai, bukan sekadar meramaikan jagad Liga Primer Inggris atau finis di atas Arsenal, sang seteru bebuyutan.
Bersama Nuno, keinginan tersebut gagal dicapai. Kini dengan kehadiran manajer berprofil tinggi, asa tersebut kembali hidup. Tak peduli bahwa segala permasalahan yang selama ini bikin langkah tim mandek harus diselesaikan Conte terlebih dahulu.