Mengenal Wonosobo dan Sepakbolanya yang Dingin

Mengenal Wonosobo dan Sepakbolanya yang Dingin
Mengenal Wonosobo dan Sepakbolanya yang Dingin

Membicarakan sepakbola di Indonesia, tentu Jawa Tengah merupakan wilayah yang tak bisa dianggap remeh. Meski saat ini prestasi klub-klubnya sedang menukik, Jawa Tengah tetap punya peran spesial di kancah sepakbola nasional.

Dalam sejarah pendirian Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) pada tahun 1930, persatuan sepakbola dari daerah Magelang yang bernama Indonesische Voetbalbond Magelang (IVBM), turut serta menjadi pendirinya.

Tetapi, walau di masa lalu ada representasi sepakbola Jawa Tengah dalam sejarah pendirian PSSI, hal ini tak serta membuat perkembangan sepakbola di provinsi tersebut (secara umum) berkembang pesat.

Penurunan kualitas sepakbola Jawa Tengah bisa dilihat dari komposisi kontestan kasta liga teratas di Indonesia saat ini, di mana belum ada satu pun wakil Jawa Tengah di sana.

Sekitar satu dekade ke belakang masih ada PSIS Semarang sebagai salah satu kekuatan yang patut diperhitungkan di level nasional. Kini, bahkan “aroma” Jawa Tengah di kompetisi teratas Indonesia belum ada kembali.

Pantas saja begitu, karena belum semua kabupaten/kota di Jawa Tengah mempunyai klub yang siap untuk berlaga di kompetisi profesional. Salah satu yang belum siap itu adalah Kabupaten Wonosobo.

Sepakbola di Wonosobo

Kabupaten yang berada dekat dengan Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing serta dataran tinggi Dieng ini, memiliki klub Persatuan Sepakbola Indonesia Wonosobo (PSIW).

Klub ini harusnya berlaga di kompetisi kelas tiga Indonesia, Liga Nusantara. Namun ternyata PSIW urung ikut serta dan hanya mendaftarkan timnya (U-17) untuk mengikuti Piala Soeratin 2017 di musim ini.

Perkembangan PSIW sekadar “jalan di tempat” sejak dulu. Belum ada progres berarti yang terlihat dari klub berjuluk Laskar Kolodete ini. Sekadar info, kata “kolodete” sendiri diserap dari nama Kyai Kolodete, salah satu pendiri wilayah Wonosobo dahulu kala.

Sejarah PSIW Wonosobo pun tidak ada kelejasan datanya, sejak kapan mereka itu berdiri. Jika bukan orang yang punya relasi dengan pemangku kebijakan sepakbola di Wonosobo, sudah pasti sulit untuk mengulik keterangan mengenai klub ini.

Dan yang pelik, untuk membuka “kenalan” tersebut tidaklah mudah. Apalagi bagi saya, orang awam yang cuma sekadar ingin menunjukkan kepedulian terhadap Wonosobo dengan menuliskan sepakbola lokalnya.

Sudah begitu, di samping susahnya menembus birokrasi di daerah, faktanya belum ada situs resmi, baik itu dari pengurus klub atau Askab PSSI Wonosobo dalam menyediakan informasi memadai tentang PSIW dan sepakbola Wonosobo secara keseluruhan.

Maka tidak heran, kalau masyarakat di sana seakan buta dengan informasi tentang sepakbola di rumahnya sendiri.

Sedikit informasi mengenai sejarah eksistensi PSIW, justru saya peroleh dari blog arsip kliping sepakbola milik Novan Herfiyana yang, dimuat lagi oleh situs Indosoccer.id ketika membahas PSIK Klaten.

Di foto tentang kliping koran tersebut, ada tulisan yang menerangkan keanggotaan PSSI tahun 1937. Di situ ada keterangan “PSIW. (Wonosobo) p/a t. Garoengweg Wonosobo”. Bisa jadi PSIW sudah ada sejak tahun 1937.

BACA JUGA:  PSG: Kisah Berbeda di Prancis dan Eropa

Betapa absurdnya sepakbola di Wonosobo juga tercermin minimnya infrastruktur yang menunjang sepakbola. Stadion Kalianget yang menjadi markas bagi PSIW, belum tentu mampu menampung seribu atau dua ribu penonton.

Wujud fisik stadion ini pun terlihat kurang elegan apabila ingin disebut “stadion”. Tempat tersebut pada dasarnya belum mencerminkan sebagai tempat menyepak bola yang layak bagi sebuah klub profesional.

Rumput liar yang tumbuh tinggi di sekitar lintasan atletik (dipotong jika hanya ada turnamen), tribun yang sering tidak terurus dan pagar dari bambu ala kadarnya, menjadi pemandangan yang umum dilihat apabila berkunjung ke sana.

Foto Stadion Kalianget Wonosobo, home base untuk PSIW dengan pagar bambunya.

 

Pada awal tahun 2017 lalu, sempat muncul wacana segar dari Menpora Imam Nahrowi, tentang rencana pembangungan stadion bola di Wonosobo. Menpora menyampaikan hal tersebut ketika sedang melakukan kunjungan kerja.

Wacana ini tentunya menyejukkan hati pencinta sepakbola dari Wonosobo. Tetapi langkah konkret agar wacana itu segera direalisasikan, juga masih tanda tanya besar hingga sekarang.

Sampai saat ini belum ada tanda-tanda akan ada pembangunan stadion di Wonosobo. Padahal sepakbola Wonosobo secara umum dan PSIW secara khususnya, sangat membutuhkan stadion yang layak.

Mengingat di daerah yang dingin seperti Wonosobo pun, ada gairah besar untuk sepakbola dari masyarakatnya. Ketiadaan stadion yang layak, tentu   menyulitkan sebuah kesebelasan meraih prestasi yang diinginkan.

Harus diakui bahwa kultur sepakbola di Kabupaten Wonosobo, tidak begitu menggeliat dibandingkan daerah lain di Jawa Tengah seperti Semarang atau Solo. Tetapi hal itu tidak menghalangi masyarakat Wonosobo untuk menunjukkan antusiasme mereka terhadap sepakbola.

Buktinya sudah sejak lama muncul kelompok-kelompok fans di Wonosobo yang mengekspresikan dukungannya untuk klub dari luar daerah seperti PSS Sleman, Arema, Persija, atau Persib Bandung.

Kenapa banyak tren mendukung klub luar daerah di Wonosobo? Hal ini diakibatkan karena geliat PSIW yang “dingin” (tak ada prestasi). Maka tak heran perhatian masyarakat Wonosobo terhadap sepakbola, cenderung teralihkan keluar Wonosobo.

Meski kecenderungan mendukung klub di luar Wonosobo memang masih ada, tetapi akhir-akhir ini ada sedikit perubahan positif terkait antusiasme masyarakat terhadap sepakbola lokal.

Merebaknya kampanye Support Your Local Club, sedikit banyak menaikkan gairah masyarakat Wonosobo terhadap sepakbola lokal.

Berkat gema kampanye tersebut, ditambah peran dunia maya sebagai medium komunikasi yang masif, munculah basis suporter baru untuk PSIW Wonosobo. Kelompok tersebut menamakan diri Laskar Kolodete 189.

Sebelumnya, suporter sepakbola PSIW yang sudah terlebih dulu eksis hanyalah Tawonmania. Semakin meluasnya dukungan kepada PSIW, tentu merupakan bukti nyata bahwa ada kemajuan dalam hal kultur sepakbola di Wonosobo.

Maka dari itu, PSIW sebagai klub yang membawa kebanggaan dan menjadi representasi sepakbola masyarakat di sana, juga sudah sewajarnya mendapatkan porsi perhatian lebih dari pemerintahan di Wonosobo.

BACA JUGA:  Merindukan Kehangatan Rumah Bernama Stadion Merpati

Dengan gairah sepakbola di masyarakat sedang meningkat, inilah momentum tepat untuk menata sepakbola Wonosobo menuju ke arah yang lebih baik.

Ketidakseriusan terhadap Sepakbola

Selalu saja ada bentuk kendala yang muncul di sepakbola Indonesia. Yang terlihat saat ini adalah masih kurang seriusnya pemerintahan Wonosobo dalam mengembangkan sepakbola.

Kesulitan dalam merealisasikan stadion baru atau minimal merenovasi kondisi bangunan Stadion Kalianget adalah pangkal permasalahan. Alih-alih menyejukkan, yang keluar dari ucapan pemangku kebijakan, seringkali hanya penyataan bernada utopis, semacam kendala dana besar dan kebutuhan mendesak di bidang lain.

Ketidakseriusan Wonosobo menggeliatkan sepakbola juga tampak dari pengelolaan Askab PSSI Wonosobo. Faktor politik yang masih menjadi batu sandungan dalam sepakbola di Indonesia, juga terjadi di Wonosobo.

Padahal mengurusi sepakbola tidaklah mudah, karena tidak sembarang orang bisa melaksanakan tugas tersebut. Dan yang terpenting, mereka yang mengurusi sepakbola juga harus benar-benar punya passion terhadap olahraga ini.

Selain askab PSSI, kepengurusan dan manajemen PSIW Wonosobo sebaiknya memiliki sedikit keterbukaan.

Sebagai contoh, adalah masih minimnya penyebarluasan dan pemerataan informasi terkait rekrutmen pemain oleh PSIW. Akibat dari hal ini, hanya segelintir orang saja yang menuai informasi dan punya peluang untuk masuk tim PSIW.

Padahal, pesepakbola bertalenta bisa datang dari seluruh penjuru Wonosobo. Maka tidak heran selain faktor infrastruktur yang buruk, pola rekrutmen yang kurang profesional itu jugalah barangkali yang menyebabkan PSIW masih minim prestasi dahulu hingga kini.

Perkembangan sepakbola Wonosobo dengan PSIW-nya yang selalu stagnan, akhir-akhir ini membuat beberapa kalangan gerah dan menyuarakan perubahan. Masyarakat inginkan adanya perbaikan terhadap sepakbola di Wonosobo.

Maka dari itu perlu adanya keselarasan cara pandang antara para pemangku kebijakan daerah dan klub tentang bagaimana sepakbola Wonosobo di masa depan. Aspirasi masyarakat Wonosobo juga perlu didengar demi kebaikan.

Andai pemerintahan Wonosobo serius menyediakan infrastruktur sepakbola, kemudian PSIW sudi memperbaiki diri agar lebih tertata dan profesional, lalu bertemu dengan antusiasme masyarakat terhadap sepakbola yang sedang meninggi, niscaya itu semacam tanda-tanda bahwa sepakbola di Wonosobo siap untuk “memanas” dan menuju kebangkitannya.

Saya dan masyarakat Wonosobo pada umumnya khawatir, kalau semua pihak tidak segera berpadu untuk memikirkan sepakbola secara serius dan mengambil langkah maju.

Karena jika tidak segera dimulai, benar saja bahwa sepakbola Wonosobo beserta PSIW-nya, urung menggeliat dan malah akan segera “dingin” kembali, selayaknya suhu di Wonosobo yang dingin itu.

Komentar