Pada suatu waktu dalam hidupnya, Bill Shankly pernah berucap, “Beberapa orang berpikir sepak bola adalah masalah hidup dan mati. Saya dapat meyakinkan mereka bahwa sepak bola jauh lebih serius dari itu.”
Mari kita berpikir sejenak, adakah hal yang lebih serius dari hidup dan mati? Jawabannya adalah agama. Ya, sepak bola sudah seperti agama.
Agama sepak bola
Bukan maksud penulis untuk meracuni iman para pembaca, tetapi coba dan renungkan di mana posisi sepak bola dalam hati Anda? Apakah hanya sebatas pemuas kesenangan duniawi? Atau sebagai sebuah kepercayaan yang mengakar kuat dalam hati?
Eric Cantona secara gamblang tidak pernah menyejajarkan sepak bola dengan agama, tetapi ia malah mengisyaratkan bahwa sepak bola di atas semua itu. “Anda dapat mengubah istri Anda, politik Anda, agama Anda, tetapi tidak pernah, tidak pernah bisa mengubah tim sepak bola favorit Anda,” tuturnya.
Lebih ekstrem lagi, sekelompok orang di Argentina mendirikan The Iglesia Maradoniana atau Gereja Maradona. Siapa lagi “tuhan” mereka jika bukan pencetak gol kontroversial Argentina saat melawan Inggris pada Piala Dunia 1986, Diego Maradona.
Pemeluk Agama Maradona ini juga mempunyai kitab suci berupa biografi Maradona dan The Ten Commandements ala mereka sendiri. Maradona sendiri pernah nyeletuk, “Sepak bola bukan sebuah permainan maupun olahraga, tetapi sebuah agama.”
Selayaknya agama, sepak bola dapat menyatukan banyak orang dari berbagai negara. Menurut survei UEFA pada tahun 2015 yang diunggah dalam laman resminya, dalam kurun waktu 2×45 menit, sekitar 400 juta orang menonton Barcelona memenangi gelar Liga Champions mereka yang kelima.
Bayangkan, sebuah hal duniawi dapat membuat 400 juta orang dari 200 negara melakukan kegiatan yang sama, pada waktu yang bersamaan. Namun, seperti agama juga, sepak bola juga dapat memecah belah.
Tidak perlu contoh yang jauh, coba saja kalau Anda berani memakai kaos oranye dengan lambang Monas di dada, kemudian duduk di tengah kerumunan orang berkaos biru di Gelora Bandung Lautan Api saat Persib Bandung bertanding.
Dunia dalam pikiran
Saatnya penulis memperkenalkan sekaligus mengucapkan selamat datang di Dunia Sepak Bola.
Dunia ini hanya ada dalam pikiran penulis. Anda, para pembaca, boleh masuk dan memiliki dunia ini dalam pikiran Anda dengan satu syarat yang akan penulis sampaikan setelah memperkenalkan apa itu Dunia Sepak Bola.
Dunia Sepak Bola adalah dunia yang tidak nyata di mana para penghuninya dihubungkan dengan keyakinan dalam hati. Dunia Sepak Bola merupakan dunia yang di dalamnya hanya ada satu agama yang bernama sepak bola.
Seperti dunia nyata, dalam Dunia Sepak Bola juga terdapat kelompok ateis di mana mereka tidak memeluk sepak bola. Mereka juga menjadi sasaran nyinyir para pemeluk sepak bola di media sosial.
Pemeluk Agama Sepak Bola tidak serta-merta bersatu. Agama Sepak Bola masih terbagi menjadi ribuan sekte yang memuja ribuan klub sepak bola yang ada. Pengikut sekte Manchester United tidak akan pernah akur dengan pengikut sekte Liverpool, walaupun sesekali bersimpati dengan korban Tragedi Hillsborough.
Begitu juga dengan pengikut sekte Borussia Dortmund yang terkenal dengan ketaatannya saat melakukan ibadah di Signal Iduna Park. Mereka tidak akan mau berbagi wilayah dengan sekte FC Schalke 04 karena latar belakang sejarah yang mengiringi di sekitar tahun 1940-an saat Adolf Hitler memimpin.
Sementara itu, selain nyinyirin para ateis di media sosial, para pemeluk Agama Sepak Bola biasanya melakukan ibadah rutin setiap minggu dengan menonton klub kesayangan bertanding.
Terkadang, ibadah diliburkan karena ada jeda pertandingan antar-negara. “Rumah-rumah ibadah” megah berupa stadion dibangun di setiap kota untuk memfasilitasi kegiatan keagamaan tersebut.
Di sebuah sudut timur Kota London ketika hari ibadah, para pengikut West Ham United turun ke jalan di dekat Olympic Stadium sambil menyanyikan lagu suci mereka “I’m Forever Blowing Bubbles”. Terkadang dua sekte juga beribadah bersama seperti saat AS Roma bersua Lazio dalam tajuk Derby Della Capitale.
Frekuensi dan waktu pelaksanaan ibadah tiap sekte akan berbeda-beda tergantung peringkat yang dicapai pada musim sebelumnya.
Misalnya, pengikut sekte Leicester City pada musim ini mendapat jatah ibadah tambahan pada malam Rabu atau malam Kamis karena bermain di Liga Champions. Berbeda dengan pengikut sekte Internazionale Milano yang hanya mendapat jatah ibadah tambahan pada malam Jumat.
Bahkan rival Internazionale Milano, yaitu sekte AC Milan, tidak dapat jatah ibadah tambahan karena prestasinya yang tak kunjung membaik. Semoga iman mereka tetap kuat. Meski memang, banyaknya ibadah tak berbanding lurus dengan ketebalan iman seseorang.
Anda sekarang sudah tahu apa itu Dunia Sepak Bola. Saatnya Anda, para pembaca, menentukan pilihan apakah ingin memasuki dan memiliki dunia tersebut atau tidak. Syarat untuk memiliki dunia tersebut adalah melihat ke dalam lubuk hati, kemudian tentukan sebenarnya apa “agama” yang ingin Anda peluk?
Mungkin Anda adalah pengikut sekte Arsenal yang terkenal dengan kesabarannya atau pengikut sekte Ajax Amsterdam, sebuah sekte dengan “katedral” kecil, namun ikut berperan mengubah wajah sepak bola dunia lewat era Rinus Michele dengan pusat semesta mereka, Johan Cruyff.
Anda juga bisa menjadi pengikut Atletico Madrid dan Diego Simeone yang sedang naik daun dengan mengusung kembali 4-4-2 ala Arrigo Sacchi dengan beberapa modifikasi.
Penulis sendiri jika berada dalam Dunia Sepak Bola, pada kolom agama dalam KTP akan tertulis Sekte Manchester United. Sekte ini tumbuh pesat dalam dua dekade terakhir saat pemuka agama masih dijabat Sir Alex Ferguson.
Pengikut sekte yang pengikutnya terbiasa hidup enak dan bergelimangan gelar ini dengan mudah terbuai dalam mimpi indah tanpa tahu bahwa kehidupan klub sedang pahit dan terpuruk. Namun apa boleh buat, seperti perkataan Eric Cantona, penulis tidak dapat mengganti tim sepak bola favorit.
Kita tinggalkan sejenak Dunia Sepak Bola. Tidak dapat dipungkiri bahwa sepak bola merupakan olahraga yang melibatkan hati para penggemarnya. Tetapi, sepak bola bukan satu-satunya hal penting yang ada dalam hidup.
Kita memang pemuja sepak bola, tetapi ingat kata-kata Patrick Star dalam salah satu episode Spongebob Squarepants, “Pemujaan yang berlebihan itu tidak sehat.”