Gagal lolos ke fase 16 besar Liga Champions, terdegradasi ke liga malam jum’at, dan permainan yang membosankan sepertinya sudah menyenangkan saya jadi takdir pahit Louis Van Gaal. Kebijakan transfer di awal musim seolah tidak memberi dampak besar. Jika Rio sudah menyindir habis-habisan Van Gaal, sekarang giliran saya yang memberi sedikit masukan.
Penulis memang bukan siapa-siapa, punya lisensi kepelatihan juga tidak. Apalagi penulis ini fansnya rival Manchester United (MU) yang sekarang sama-sama bermain di liga malam jum’at. Tapi kalau uneg-uneg cuma disimpan di layar laptop, LVG nggak bakal pernah tahu pendapat saya. Biarpun dia mungkin juga nggak bakal tertarik untuk sekadar mampir ke situs ini.
Analisis statistik dan masalah utama
Dari gambar di atas terlihat bahwa nilai ekspektasi gol MU hanya bernilai 18.04, sementara itu gol yang dicetak di liga berjumlah 20 dari 15 pertandingan. Jika dibandingkan dengan penghuni empat besar lainnya, MU tampak tertinggal.
Arsenal memiliki nilai ekspektasi gol sebesar 29.55 dengan jumlah gol yang telah dicetak sebanyak 27, sedangkan Manchester City memiliki nilai ekspektasi gol sebesar 30.33 dengan jumlah gol yang dicetak sebanyak 30. Leicester City memiliki nilai ekspektasi gol sebesar 25.34 dengan jumlah gol yang dicetak sebanyak 32.
Dari perbandingan tersebut terlihat bahwa kemampuan MU dalam mengkreasi peluang cukup tertinggal dibanding pesaing-pesaingnya. Untuk Leicester terdapat sebuah anomali yang cukup besar antara nilai ekspektasi gol dengan jumlah gol yang dicetak.
Hal ini dapat menimbulkan sedikit keraguan bagi Leicester untuk dapat mempertahankan posisinya hingga akhir musim. Atau bisa jadi jumlah gol tersebut mereka dapatkan karena kualitas serangan yang mereka lakukan sangat baik, hal yang cukup lumrah ditemui pada tim-tim yang sangat mengandalkan serangan balik.
Karena mereka menyerang — dan menciptakan peluang — saat organisasi pertahanan lawan sedang buruk. Hal yang sama juga ditemui pada Borussia Monchengladbach musim 2014/2015.
Kembali ke MU, berdasarkan pengamatan penulis menyimpulkan bahwa masalah yang dimiliki Van Gaal adalah sistem permainannya yang terlalu terfokus pada stabilitas sirkulasi bola. Bahkan untuk menstabilkan sirkulasi ini harus melibatkan terlalu banyak pemain, efektif memang tapi tidak efisien.
Sirkulasi yang stabil ini tidak diikuti dengan progresi yang baik sehingga peluang-peluang yang diciptakan sangat sedikit atau kualitasnya rendah. Hal ini dikarenakan MU hanya menyisakan sedikit pemain di dalam blok pemain-pemain lawannya. Salah satu contohnya adalah ketika bermain imbang melawan Leicester.
Pada pertandingan tersebut MU melibatkan tujuh pemain lawan dua penyerang Leicester untuk menstabilkan sirkulasi bola. Bahkan kedua pivot MU posisinya sering berada di depan kedua penyerang Leicester.
Selain tidak efisien, efek lainnya adalah pembagian ruang antarpemain yang sangat buruk terutama pada tiga pemain belakang. Jarak mereka terlalu berdekatan karena tidak adanya ruang yang dapat dimanfaatkan untuk melakukan progresi. Akibatnya kedua wingback MU akan memosisikan diri mereka terlalu dekat, karena jika posisinya terlalu tinggi mereka tidak akan mendapatkan akses ke bola.
Permasalahan ini yang paling mudah diidentifikasi penyebabnya adalah penggunaan dua pemain bertipe no. 6 secara bersamaan, yaitu Carrick dan Schweinsteiger. Dua pemain yang beroperasi di ruang yang identik tentu saja hanya akan membuang sumber daya.
Jadi, sistem seperti apa yang disarankan untuk digunakan?
Sistem ini sebenarnya dapat dicapai dengan menggunakan berbagai macam formasi yang umum di sepak bola modern. Misal 1-4-3-3, 1-4-4-2, 1-3-5-2, 1-3-4-3, 1-3-6-1, dll. Namun mempertimbangkan komposisi pemain yang dimiliki oleh Van Gaal saat ini, maka penulis merekomendasikan penggunaan formasi 1-4-2-3-1 sebagai dasar.
Dari formasi tersebut para pemain akan bergerak ke posisi-posisi tertentu sehingga membentuk struktur penyerangan yang lebih memungkinkan untuk bermain lebih progresif. Struktur tersebut dapat dituliskan sebagai 1-2-3-4-1 / 1-2-3-2-3 dengan sejumlah transposisi ke 1-3-1-3-3.
De Gea masih menjadi andalan sebagai penjaga gawang. Selain karena kemampuannya dalam menahan tembakan, kemampuan kakinya dengan bola juga cukup bagus. Hal ini sangat penting baik untuk build-up atau ketika harus keluar dari areanya untuk melakukan sweeping.
Chris Smalling dan Phil Jones masih menjadi pilihan utama sebagai duet bek tengah. Kemampuan mereka dalam melakukan build-up juga semakin baik semenjak Van Gaal datang. Opsi lain di posisi ini adalah Marcos Rojo atau Daley Blind. Namun untuk Blind lebih diprioritaskan sebagai fullback kiri karena kemampuan spesialnya yang dibutuhkan dalam sistem ini.
Posisi fullback kanan dapat diisi oleh Matteo Darmian atau Antonio Valencia. Valencia sebenarnya lebih diprioritaskan oleh penulis karena dalam sistem ini dirinya akan lebih banyak beroperasi di ruang yang merupakan area naturalnya.
Sementara Darmian dalam beberapa kesempatan masih menunjukkan dirinya sebagai titik lemah build-up MU di mana dirinya sering mengambil posisi terlalu rendah sehingga mempersempit ruang kerja stopper kanan.
Posisi fullback kiri mutlak menjadi milik Daley Blind. Kemampuannya untuk bermain sebagai gelandang dan ditunjang dengan kemampuan untuk melakukan passing-passing penetratif sangat dibutuhkan dalam sistem ini.
Dalam sistem ini dirinya tidak bermain sebagaimana fullback pada umumnya yang berlari menyisir sisi lapangan, namun justru memosisikan dirinya di halfspace bawah sisi kiri untuk membantu gelandang tengah mengalirkan bola. Peran semacam ini biasa disebut sebagai false fullback atau inverted wingback yang dipopulerkan oleh David Alaba.
Ruang operasi utamanya yang lebih ke tengah tidak menutup kemungkinan bagi Blind untuk melakukan overlapping run menuju sisi lapangan. Hal ini dapat dilakukan jika Depay mencoba untuk bergerak ke dalam atau halfspace atas.
Luke Shaw sebenarnya merupakan pemain muda yang memiliki potensi bagus. Hanya saja karakteristik permainannya yang lebih banyak bergerak di sisi lapangan kurang mendukung untuk sistem ini.
Karena masih muda mungkin Van Gaal dapat mengajarinya bagaimana bermain lebih ke tengah. Atau sedikit perubahan dalam sistem ini juga memungkinkan dengan menggunakan formasi dasar 1-4-3-3 di mana Depay akan beroperasi di halfspace atas.
Schweinsteiger merupakan pilihan utama di pos no.6. Carrick juga dapat ditempatkan di posisi ini, namun pengalaman Schweinsteiger dalam menerapkan sistem yang mirip bersama Guardiola akan sangat membantu.
Pos no. 8 menjadi milik Ander Herrerra. Area kerja utamanya mirip dengan Blind, yaitu di halfpsace bawah sisi kanan untuk membantu Schweinsteiger. Namun ketika muncul transposisi ke 1-3-1-3-3, Herrerra akan bergerak ke pos no.10 di belakang penyerang utama.
Ketika berada di pos no. 10 ini dirinya dapat lebih bebas bergerak untuk membantu melakukan overload terutama di halfspace atas. Kemampuannya dalam memberikan umpan-umpan penetratif serta ditunjang dengan pressing resistance yang baik diharapkan mampu membuatnya menjalankan peran ini dengan sangat fasih.
Juan Mata mendapat satu tempat khusus dalam sistem ini karena kemampuannya bermain di ruang sempit. Dari formasi dasar yang menempatkannya di pos no. 7 dirinya akan beroperasi di halfspace atas sebelah kanan.
Sementara itu di halfspace atas sebelah kiri akan ditempati Wayne Rooney yang merupakan kapten tim saat ini. Meskipun kemampuannya bermain di ruang sempit tidak sebagus Mata namun pemosisiannya yang ditunjang dengan sistem ini akan memudahkannya untuk masuk ke dalam kotak penalti dan menyelesaikan peluang.
Di posisi sayap kiri ditempati oleh Depay. Kemampuannya dalam duel 1vs1 akan sangat diperlukan untuk melakukan penetrasi jika area sentral sudah dipenuhi oleh lawan.
Terakhir di posisi no. 9 terdapat Anthony Martial. Martial dapat bertukar ruang kerja dengan Rooney. Tidak ada preferensi untuk hal ini karena keduanya memiliki kualifikasi yang serupa.
Formasi 1-2-3-4-1 atau 1-2-3-2-3
Formasi memang tidak lebih dari sekadar deretan nomor telepon. Beberapa memang memiliki karakteristik tersendiri yang membedakannya dengan formasi lain.
Namun dalam beberapa hal akan terdapat sejumlah formasi yang sebenarnya mirip. Misalnya dalam sistem ini. Kedua barisan angka di atas sebenarnya merupakan satu bentuk yang sama. Oleh karena itu, struktur pemosisian pemain akan lebih penting untuk dipelajari karena sangat menentukan bagaimana sistem permainan suatu tim.
Diagram di atas merupakan struktur pemosisian pemain yang diharapkan. Perbedaan yang terlihat dibandingkan dengan struktur pemosisian ketika melawan Leicester adalah pembagian ruangnya yang optimal.
Pemain yang berada di sisi lapangan dapat mengambil posisi setinggi mungkin tanpa perlu khawatir kehilangan akses terhadap bola. Selain itu tiga “pemain tengah” pada diagram di atas memiliki kontak langsung dengan blok struktural lawan.
Sehingga jika diperlukan dapat melakukan penetrasi ke dalam blok tersebut. Berbeda dengan struktur yang digunakan ketika melawan Leicester di mana pemain-pemain yang berada di luar blok hampir tidak memiliki akses untuk melakukan penetrasi ke dalam.
Fitur terpenting adalah kemampuan struktur ini untuk medukung counterpressing. Selain mendukung stabilitas sirkulasi bola, dua bek tengah dan tiga gelandang ini juga mendukung stabilitas counterpressing yang lebih berorientasi pada akses jalur umpan.
Poin penting lainnya adalah adanya barisan lima pemain di lini depan. Melawan sistem semacam ini biasanya tim-tim Inggris akan menerapkan doubling di mana gelandang sayap mereka akan turun lebih dalam dan sejajar dengan fullback sehingga membentuk rantai lima atau enam pemain di lini belakang.
Ketika mereka melakukan hal ini, maka mereka telah menyerahkan area yang paling krusial — zona 14 — ke penguasaan lawan mereka. Dalam situasi tersebut Herrerra-Schweinsteiger-Blind akan memiliki ruang yang sangat leluasa untuk berkreasi.
Poin berikutnya adalah munculnya situasi overload di kedua halfspace. Kombinasi umpan dalam situasi ini akan dapat dengan mudah membuat blok pertahanan lawan tidak stabil.
Terlebih melawan tim-tim Inggris yang terkenal memiliki kompaksi buruk. Jika lawan yang dihadapi memiliki kompaksi yang baik, sistem ini mendukung untuk dilakukannya switch play. Setelah bola dipindahkan ke area yang mengalami underload, kemampuan 1vs1 yang dimiliki Depay dan Valencia atau Darmian akan sangat berguna untuk melakukan penetrasi akhir.
Dengan sistem semacam ini MU seharusnya tidak lagi memiliki masalah dengan penetrasi dan penciptaan peluang. Terlebih ketika menyerang setidaknya lima pemain dapat masuk ke dalam kotak penalti lawan.
Formasi 1-3-1-3-3
Jika Van Gaal membutuhkan penetrasi dengan lebih banyak pemain, MU dapat melakukan transposisi struktural dari 1-2-3-4-1 ke 1-3-1-3-3 dengan Herrera bergerak masuk ke ruang antar lini. Di sini dirinya dapat bertukar posisi dengan Mata
Namun karena keduanya sama-sama memiliki kemampuan untuk bermain di ruang sempit serta melakukan penetrasi ke kotak penalti lawan, pertukaran posisi ini bukanlah masalah besar.
Dengan struktur ini pemain yang terlibat di dalam blok pemain lawan akan lebih banyak karena tugas untuk memberikan umpan-umpan penetratif dibebankan ke barisan pemain belakang. Namun untuk dapat melakukan transposisi ke struktur ini Darmian lebih dipilih dibanding Jones karena kemampuannya dalam memberikan umpan.
Struktur ini juga memiliki fitur yang memungkinkan MU untuk melakukan gegenpressing ketika bola hilang. Bahkan dengan stabilitas yang sedikit lebih beresiko namun didukung dengan overload yang melibatkan lebih banyak pemain. Fitur lainnya dari struktur ini kurang lebih sama dengan struktur sebelumnya. Perbedaannya hanya ruang bagi pemain kreatif kali ini lebih difokuskan di ruang antarlini.
Pemain-pemain tambahan yang dibutuhkan
Melihat kualitas pemain yang dimiliki Van Gaal saat ini seharusnya pengaplikasian sistem ini bukanlah hal sulit. Namun tentu saja ada beberapa pemain yang dapat dipertimbangkan untuk menjadikan sistem ini lebih baik lagi. Siapa saja pemain-pemain tersebut?
Gary Medel
Bagi fans MU bahkan fans-fans tim lainnya, nama Medel mungkin kurang terdengar. Kiprahnya di Premier League hanya sebatas bersama Cardiff City. Itu pun tidak mengkilap sama sekali.
Saat ini dirinya bermain bersama Internazionale Milano, itu pun juga tidak dapat dikatakan sebagai pemain bintang. Namun hal tersebut bukan karena kemampuannya yang biasa-biasa saja. Namun lebih karena sistem permainan yang diterapkan timnya.
Medel lebih sering dipasang sebagai pemain no. 6. Meskipun posisi tersebut natural bagi dirinya, namun dirinya justru bersinar ketika dipasang sebagai bek tengah.
Seperti yang ditunjukkannya di bawah asuhan Jorge Sampaoli di timnas Chile. Kemampuannya dalam melakukan build-up dan memberikan umpan-umpan penetratif membuatnya sejajar dengan Mats Hummels, Jerome Boateng, dan Sergio Ramos.
Jika harapan fans MU untuk mendatangkan ketiga pemain tersebut hanya sebatas isu belaka, tidak ada salahnya Van Gaal mempertimbangkan Gary Medel.
Sergio Busquets
Sudah bukan rahasia lagi bahwa dalam sistem semacam ini nama Busquets akan menjadi prioritas utama. Kemampuannya yang komplit baik ketika timnya menguasai bola atau ketika tidak menguasai bola membuatnya menjadi gelandang bertahan modern terbaik di dunia saat ini.
Penulis sebenarnya tidak perlu menjelaskan panjang lebar karakter permainannya, karena nama Sergio Busquets sendiri sudah cukup untuk memasukkannya ke dalam prioritas tertinggi.
Jika memburu Busquets adalah hal mustahil, alternatif lainnya adalah Julian Weigl. Pemain muda berdarah Jerman yang saat ini berkostum Borussia Dortmund ini disebut-sebut sebagai the next Sergio Busquets.
Dan lagi-lagi karena ada nama Busquets, penulis tidak lagi perlu menjelaskan panjang lebar. Seperti permainan mereka yang simpel namun didasari oleh pengambilan keputusan yang luar biasa cerdas.
Marco Reus
Bersama Borussia Dortmund di bawah asuhan Thomas Tuchel, Reus bermain di sistem yang sama dengan yang penulis sarankan. Jadi, soal adaptasi ketika berpindah klub bukanlah masalah besar karena komunikasi taktikalnya tidak akan berbeda jauh.
Jika Reus bermain untuk MU, dirinya akan menggantikan posisi Wayne Rooney atau Anthony Martial. Jika fans MU sudah bosan bahkan jengkel ketika melihat si gempal turun ke lapangan, Van Gaal wajib mempertimbangkan Reus untuk masuk ke dalam daftar buruannya.
Nama alternatif jika Reus gagal diburu adalah Henrik Mkhitaryan, Mario Gotze, Thomas Muller, atau Sergi Roberto. Jika fans MU sudah tidak lagi trauma dengan nama Shinji Kagawa, dia juga dapat dimasukkan ke dalam daftar belanja jika pemain asal Jepang ini mau kembali ke Old Trafford.
***
Sebuah sistem yang bagus tentu akan memudahkan para pemain untuk menjalankan tugasnya masing-masing. Meskipun tidak semua pemain dapat bermain dalam sistem tertentu. Namun perubahan terhadap sistem permainan seharusnya menjadi fokus utama bagi Van Gaal saat ini.
Perubahan yang ditawarkan penulis bukanlah perubahan yang fundamental karena masih berdasarkan pada filosofi positiespel (positional play) milik Van Gaal. Penulis hanya menawarkan sejumlah perbaikan dalam sistem permainannya.
Semoga hal ini bermanfaat, dan siapa tahu Van Gaal bersedia untuk meluangkan sedikit waktunya mengunjungi situsweb ini.