Deutsche Fußball Liga (DFL) sebagai pengelola Bundesliga menyadari bahwa salah satu tantangan terbesar yang dihadapi adalah bagaimana menjangkau pasar internasional, secara khusus Asia.
Pasar di sana begitu besar. Pada tahun 2007 saja diperkirakan 33% pemasukan internasional DFL datang dari Asia. Namun dalam perkembangannya, upaya pemasaran yang dilakukan klub-klub Bundesliga dianggap jauh dari cukup untuk bisa meraih keuntungan serta jangkauan yang lebih besar.
DFL memperkuat dirinya dengan membuat sebuah divisi khusus yang disebut Internationalization Task Force. Axel Hellmann (direktur finansial Eintracht Frankfurt) yang menjadi bagian dari tim ini mengatakan, “Pemasaran internasional akan menjadi tema besar pada tahun-tahun mendatang.”
Dari laporan resminya, DFL menyebutkan bahwa mereka ingin meningkatkan nilai pemasaran internasional dari €75 juta menjadi €162 juta pada musim 2016/2017. Jumlah ini sendiri sebenarnya masih kalah jauh dibandingkan dengan Liga Inggris yang dapat meraup pemasukan hingga sebesar €860 juta dari hak siar internasional.
Dalam urusan hak siar, DFL melakukan beberapa upaya nyata. Misalnya mereka melakukan kerja sama dengan 21st Century Fox selama 5 tahun mulai dari musim 2015/16 sampai 2019/20.
Melalui kemitraan ini, Bundesliga diharapkan dapat menjangkau lebih banyak pemirsa di Amerika, Eropa, dan Asia. Menurut laporan resmi Bundesliga tahun 2015, pertandingan-pertandingan antarklub Jerman sudah bisa dinikmati di 208 dari 209 negara anggota FIFA.
Khusus di Tiongkok, DFL menjual hak siar ke China Central Television milik pemerintah. Strategi ini sedikit berbeda dengan yang dilakukan di beberapa negara lain dimana DFL menjual hak siar ke pengelola TV berbayar.
Salah satu konsekuensi yang dapat ditimbulkan dari berkembangnya siaran Bundesliga di Tiongkok adalah penyesuaian jam kick-off agar lebih “ramah” kepada penonton di sana.
Selain bergerak cepat dalam urusan hak siar, DFL juga berupaya mendorong klub-klub Jerman untuk menjangkau penggemar di Asia lewat berbagai cara. Upaya paling klasik tentu saja dengan melakukan training camp atau tur di negara-negara Asia.
Pada musim panas kali ini, sejumlah klub seperti Wolfsburg, Schalke dan Dortmund dijadwalkan mengunjungi Cina. Sementara itu, Qatar masih sering dijadikan tempat berlatih oleh berbagai klub Bundesliga selama jeda paruh musim.
Schalke baru saja menuntaskan kunjungannya ke Tiongkok setelah menggelar dua kali pertandingan persahabatan. Yang pertama, mereka berhasil meraih kemenangan telak 6-1 atas Guangzhou R&F. Sedangkan di pertandingan kedua, setelah imbang 0-0, mereka kalah pada babak adu penalti dari Guangzhou Evergrande.
FC Bayern sendiri sudah sejak lama melakoni tur Asia. Pada Juli 2008, Bayern menyambangi Jepang untuk bertanding melawan Urawa Reds. Pada tahun yang sama pula, Bayern mengunjungi India dan Indonesia.
Pada kunjungan ke Indonesia tersebut, Bayern München meresmikan fans club resmi pertama mereka di Indonesia yaitu, FC Bayern Fan Indonesia (FCBFI).
Bagi Bayern sendiri, upaya yang direncanakan lebih dari sekadar berkunjung secara rutin. Mereka akan membuka kantor perwakilan di Shanghai mulai 1 September 2016.
Rouven Kasper ditunjuk menjadi Managing Director di sana. Ia merupakan jebolan University of Bayreuth dengan bidang studi sports economics dan sudah sepuluh tahun terakhir menempati berbagai posisi marketing di beberapa organisasi dan klub. Targetnya jelas yaitu menjalankan upaya pemasaran yang lebih terstruktur di Tiongkok dan Asia secara umum.
Hal ini dilakukan untuk terus menjaga momentum perkembangan penggemar Bayern di Tiongkok dan Asia. Meski tidak bisa dijadikan patokan pasti berapa besar jumlah fans Bayern di sana, namun geliat Bayern di dunia media sosial Tiongkok cukup meyakinkan.
Setidaknya dari data pada periode November 2013-Januari 2014, dengan beberapa kriteria penilaian seperti jumlah followers, komitmen, jumlah official accounts, Bayern menempati urutan teratas.
Mereka berhasil mengalahkan sejumlah nama dari Liga Inggris seperti Manchester United dan Liverpool. Bayern bahkan memiliki 2 akun yaitu Tencent dan Sina Weibo, yang merupakan aplikasi media sosial khusus di Tiongkok.
Terlepas dari berbagai upaya yang telah dan sedang dilakukan tersebut, Bundesliga mungkin masih butuh waktu lama untuk bisa mengejar ketertinggalannya dalam hal pemasaran internasional khususnya di Tiongkok dan negara-negara lain di Asia.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan University of Bayreuth pada tahun 2008 silam, ada lima faktor yang memengaruhi perkembangan siaran sepak bola luar negeri di Tiongkok.
Kelima hal tersebut adalah keberadaan bintang-bintang internasional, relasi sejarah dengan negara asing, ada atau tidaknya pemain Tiongkok di liga, pencapaian internasional negara bersangkutan, dan kualitas teknis penyiaran.
Jika mau membandingkan khususnya dengan Liga Inggris, maka Bundesliga masih kalah jauh dalam hal daya tarik bagi bintang-bintang internasional. Bundesliga justru dikenal sebagai liga yang lebih mengutamakan pemain-pemain dari negeri sendiri khususnya pemain-pemain jebolan akademi. Bundesliga lebih terkesan sebagai eksportir pemain bintang daripada importir.
Sedangkan untuk merekrut pemain asli Tiongkok sejauh ini juga belum terlalu banyak dilakukan. Tapi yang jelas, hal ini terbukti potensial untuk meningkatkan rating siaran liga asing di Tiongkok. Dalam catatan para peneliti disebutkan bahwa keberadaan Yang Chen sebagai pemain Tiongkok pertama yang bermain di Bundesliga berhasil menaikkan jumlah penonton Bundesliga di sana.
Sebagai contoh, pada pertandingan terakhir musim 1998/1999, Frankfurt berhasil menang dengan skor 5-2 dan Yang Chen berhasil mencetak sebuah gol. Rating penonton pertandingan tersebut adalah 4% atau berarti ada sekitar 60 juta orang yang menyaksikan pertandingan tersebut di Tiongkok. Itu merupakan catatan tertinggi tayangan Bundesliga di Tiongkok.
Kelebihan sepak bola Jerman dibandingkan beberapa pesaingnya adalah pada pencapaian internasional. Sebagai negara, Jerman masih tetap menjadi salah satu negara dengan prestasi internasional yang kuat selain beberapa negara lain seperti Brasil, Italia, dan Spanyol.
Jalan masih sangat panjang untuk menjangkau pasar internasional termasuk Asia, namun beberapa langkah penting sudah mulai diambil oleh DFL dan klub-klub Bundesliga.