Manchester United yang Fana, Zlatan yang Abadi

Per 1 Juli 2016, klub paling sukses di Inggris, Manchester United meresmikan transfer penyerang internasional Swedia yang sudah memenangi gelar juara di empat negara berbeda selama kariernya, Zlatan Ibrahimovic.

Transfer yang bombastis dan sangat memikat khalayak luas, walau sebenarnya, kedatangan Zlatan ke Inggris, utamanya ke Manchester United, sudah bisa ditebak sejak ia memutuskan tidak memperpanjang kontrak di Paris Saint-Germain.

Konfirmasi akan melatihnya Jose Mourinho di United, bertepatan dengan keputusan Zlatan yang tidak memperpanjang kontrak di Paris, adalah dua premis yang saling berkaitan dan premis utamanya kita dapati saat eks striker Malmo ini resmi berlabuh di United dengan satu tahun kontrak dan gaji hampir 200.000 poundsterling per pekan.

Layaknya hidup yang penuh pro dan kontra, transfer Zlatan tidak lepas dari hal ini. Di usia 34 tahun, Zlatan bukan pilihan ideal bagi komposisi pemain United yang tengah menikmati musim panen dari akademi mereka.

Warisan Louis van Gaal meninggalkan nama-nama seperti Jesse Lingard hingga Marcus Rashford. Belum lagi Anthony Martial dan Memphis Depay yang sama-sama masih berusia di bawah 23 tahun.

Ada beberapa hal yang bisa dicermati dari transfer pemain timnas Swedia yang memutuskan pensiun dari timnas usai Swedia tersingkir dari Piala Eropa 2016 ini. Salah satu yang sekiranya akan membuat tulisan ini menarik, tidak lain tidak bukan, karena ini perihal Zlatan Ibrahimovic, bukan perihal Manchester United.

Zlatan > Manchester United

Bukan rahasia besar kalau Manchester United adalah klub sepak bola paling populer dan paling sukses di Inggris. Walau Liverpool di bio akun resmi twitternya mengklaim sepihak dengan tulisan “England’s most successful club”, tidak mengubah fakta bahwa United masih lebih besar dan lebih populer di Inggris, bahkan, di seluruh dunia.

Kesuksesan United membentuk citra yang kuat ini membuatnya memiliki jumlah suporter yang berkembang biak layaknya protozoa. Mereka membelah diri dan berkembang biak sangat banyak di dunia ini.

Tapi kedatangan Zlatan Ibrahimovic mengikis stigma populer United. Tidak ada satu pun pemain sepak bola di era sekarang yang memiliki tingkat egoisme dan sikap megalomaniak sedahsyat pria Swedia ini.

Hanya Cristiano Ronaldo yang mendekati sifat Zlatan, tapi Ronaldo tidak akan pernah semaniak dan segila Zlatan perihal memuja dan mencintai dirinya sendiri.

Itulah kenapa ketika mengumumkan kedatangannya ke Manchester, Zlatan melakukannya dengan cara yang sangat Zlatan-esque. Bukan Manchester United yang mengumumkan Zlatan, tapi Zlatan yang mengumumkan kedatangannya ke United. The God!

Statistik

Pada musim terakhirnya di Paris, Zlatan mencetak 38 gol dari 31 pertandingan Ligue 1. Catatan yang kelewat luar biasa untuk ukuran pemain yang berada di usia menjelang 35 tahun. Itulah kenapa kendati berstatus free transfer, pesona Zlatan masih sangat luar biasa.

Pertanyaannya, bisakah performa gemilang di musim 2015/2016 diulangi lagi di Manchester?

Jawabnya, bisa ya atau tidak, tapi kemungkinannya besar bahwa ia akan sukses di United, mengingat ia akan bekerja sama kembali dengan Jose Mourinho. Jose paham di luar kepala sistem dan kultur sepak bola Inggris.

Jose punya sistem, filosofi, dan kapabilitas taktikal yang lebih dari cukup untuk menopang kemampuan Zlatan.

BACA JUGA:  Fluktuasi Chauvinisme dalam Transfer Borussia Dortmund

Tapi, statistik Zlatan di Prancis tidak bisa menjadi tolok ukur. Ia bermain di PSG, tim dengan keuangan stabil dan sangat kaya raya. Timnya memiliki skuat yang satu bahkan dua tingkat di atas pesaing mereka di liga. Ini yang kemudian membuatnya berbeda.

Zlatan mencetak banyak gol, selain karena ia memang mesin gol yang hebat, juga karena liga di Prancis tidak seketat dan kompetitif seperti di Inggris.

Itulah kenapa statistik musim lalu, tidak bisa menjadi barometer utama apakah Zlatan akan survive di petualangan perdananya mencicipi sepak bola dinosaurus ala Britania Raya.

Tapi peluang untuk sukses masih terbuka lebar, karena secara subyektif, melihat duo Jose dan Zlatan di satu klub memberi rasa bergidik tersendiri untuk dinantikan buktinya di atas lapangan.

Taktikal

Ada ulasan taktik yang apik perihal kapabilitas taktikal seorang Zlatan Ibrahimovic di laman thesetpieces.com. Ada diksi humble yang dipakai penulis di situ untuk mendeskripsikan kemauan Zlatan untuk drop deep turun ke tengah lapangan guna mengambil bola dan membuka ruang bagi pemain tengah atau penyerang di sisi sayap untuk masuk ke daerah sepertiga akhir lawan.

Di usia yang akan menyentuh angka 35 per Oktober nanti, Zlatan memiliki kedisiplinan yang apik tentang cara menata pola pengaturan stamina dan gaya mainnya.

Ia memang masih melakukan gol dengan tendangan ala taekwondo dan cara-cara mustahil ala Zlatan lainnya, tapi perkembangan taktikal Zlatan ini memungkinkan ia mencetak 13 asis di Ligue 1 musim lalu. Lima angka lebih sedikit dari catatan asis rekan setimnya, Angel Di Maria.

Inilah yang menjadi catatan menarik. Liga Inggris lebih physical dan lebih cepat temponya dibanding Ligue 1. Menarik menantikan performa Zlatan yang ia klaim sendiri bahwa di usia 34 tahun ini, ia tidak bertambah tua, tapi hanya sedang memanasi mesin untuk semakin ganas.

Tapi satu yang jadi catatan menarik, Inggris terkenal dengan kick and rush dan pola main yang banyak mengandalkan umpan lambung dan sangat menggemari optimalisasi serangan melalui skema set piece.

Dengan fisik yang terjaga dan postur tubuhnya yang menjulang, bola udara yang akan banyak beterbangan di Inggris nanti akan sangat memanjakan Zlatan Ibrahimovic di United. Dengan satu catatan, asal calon peraih Ballon d’Or 2017, Marouane Fellaini tidak ada di atas lapangan yang sama kala Zlatan bermain.

Tapi…

Ini dia bagian yang patut dicermati mas-mas dan dedek-dedek penggemar Manchester United dimanapun kalian berada. Karena satu dan lain hal, reuni yang mempertemukan Zlatan dan Jose di Manchester bisa menjadi bencana yang tidak terelakkan, mengingat musim depan, Liga Inggris kedatangan dua nama besar, Pep Guardiola dan Antonio Conte.

Walau sebentar lagi akan mengonfirmasi kedatangan Henrikh Mkhitaryan ke Old Trafford, masih menjadi teka-teki akan seperti apa pola main United musim depan.

Jose terkenal sebagai pelatih pragmatis dan pemuja serangan balik klinis nan cepat, namun tidak menutup fakta, dengan komposisi skuat yang ia miliki di United musim depan, pria Setubal ini akan memainkan sepak bola taktis yang menyerang.

BACA JUGA:  Mengenal Endrick Felipe, Talenta Muda Brasil yang Dibeli Real Madrid

Mkhitaryan adalah jaminan mutu. Catatan 23 gol dan 32 asisnya bagi Borussia Dortmund musim lalu adalah bukti sahih.

Tapi karena kompleksitas liga di Inggris yang absurd dan susah ditebak, konstelasi tim elit di papan atas bisa menjadi pengganjal mekarnya Zlatan bersama United.

Dalam empat musim terakhir, Zlatan terbiasa bermain di liga yang kualitas pemain belakangnya tidak berada di titik terbaik. Musim depan, ia akan bermain, dan bila perlu, beradaptasi dengan liga Inggris yang dipenuhi banyak pemain belakang yang jauh lebih kompeten dan deretan pelatih yang juga memiliki kapabilitas yang lebih dari cukup untuk mematikan Zlatan dan menandingi skema main Jose.

Dan tidak hanya Zlatan, Mkhitaryan pun akan melakukan proses adaptasi yang sama. Dan Jose dituntut menciptakan skema main yang pas untuk mengakomodir kemampuan dua pemain ini.

Belum lagi dilematisnya posisi Wayne Rooney di tim inti, mengingat ia kemungkinan besar masih akan didaulat sebagai kapten tim, dan bisa jadi terancam posisinya dengan datangnya Mkhitaryan, mengingat, ia tampil buruk sebagai pemain no. 10 di timnas Inggris saat Euro 2016.

Catatan menariknya, dalam sesi wawancara resmi pertamanya bersama MUTV, ada satu hal yang tampak meragukan dari Zlatan. Ketika reporter bertanya perihal bagaimana ia akan meninggalkan United di akhir kariernya nanti, ada gurat ragu yang tipis di senyumnya dan nada pesimis di ucapannya.

Zlatan mengulang kata “It’s different culture” tiga sampai empat kali untuk menekankan dan sekaligus menunjukkan bahwa mungkin, untuk pertama kalinya, seorang Le God macam Zlatan, masih bisa ragu. At least, it makes him human, tho.

Faktor X: Henrikh Mkhitaryan

Kapten timnas Armenia ini adalah faktor penentu karier Zlatan di United dalam satu tahun masa kontraknya. Membentuk poros bersama Marco Reus, Ilkay Gundogan, dan Julian Weigl di Dortmund musim lalu, menjadi gambaran penting dahsyatnya potensi serangan United musim depan dengan bercokolnya Zlatan dan Mkhitaryan di lini serang.

Kemungkinannya dua, pertama, Jose akan mengoptimalkan kemampuan Mkhitaryan untuk mendapat suplai yang luar biasa dari lini tengah untuk menopang beban mencetak gol bagi Zlatan, juga Martial, yang kemungkinan besar tidak akan lagi bermain sebagai penyerang tengah murni musim depan.

Kedua, Dortmund era Thomas Tuchel musim lalu terkenal dengan blitzkrieg cepat yang bisa mencetak gol dengan tiga sampai empat sentuhan dalam lima sampai sepuluh detik serangan balik cepat. Pesona serangan balik cepat adalah skema serangan yang sangat Jose Mourinho.

Inilah poin utama yang kemungkinan besar menjadi alasan pokok kenapa Jose merekrut eks pemain Shakhtar Donetsk ini. Mkhitaryan bisa menjadi seperti Angel Di Maria semasa Jose di Madrid, atau Eden Hazard yang dioptimalkan Jose di saat membawa Chelsea juara pada 2014/2015.

Transfer Henrikh Mkhitaryan adalah upaya melengkapi kepingan puzzle yang memberi sedikit gambaran skema main Manchester United dengan Zlatan Ibrahimovic sebagai ujung tombak tunggal di depan.

Dengan satu catatan penting, keduanya bisa cepat beradaptasi dengan iklim dan gaya main sepak bola Inggris yang keras dan banal.

 

Komentar
Penulis bisa dihubungi di akun @isidorusrio_ untuk berbincang perihal banyak hal, khususnya sepak bola.