Kejadian tidak menyenangkan terjadi saat Denmark menjamu Finlandia pada laga pembuka grup B Piala Eropa 2020 (12/6/) lalu.
Christian Eriksen kolaps dan terkapar di tepi lapangan. Ia mengalami henti jantung dan sempat ‘pergi’ beberapa saat.
Beruntung kesigapan tim medis dalam memberi pertolongan pertama berhasil menyelamatkan nyawa gelandang Inter Milan tersebut.
Usai penanganan selama beberapa menit, Eriksen terlihat sadar saat ditandu keluar lapangan guna dilarikan ke rumah sakit terdekat.
Beberapa jam setelah kejadian tersebut, dokter yang menangani Eriksen mengatakan bahwa lelaki berusia 29 tahun itu mengalami henti jantung mendadak atau cardiac arrest.
Henti jantung mendadak merupakan penyebab kematian paling sering di dunia. Jantung merupakan organ yang memompa darah ke seluruh tubuh.
Jantung bekerja dengan otot yang teraliri arus listrik, apabila arus listrik tersebut bekerja tidak normal maka akan menimbulkan irama yang terlalu cepat, terlalu lambat, atau kecepatan yang tidak beraturan.
Ketidaknormalan irama jantung itulah yang mengakibatkan jantung berhenti mendadak.
Guna mengatasi keabnormalan irama jantung tersebut, dipasang sebuah alat kecil bernama Implantable Cardioverter Defibrillator (ICD) di jantung Eriksen.
Alat ini merupakan pelindung sekunder untuk orang yang berhasil selamat dari cardiac arrest.
ICD diharapkan mampu mencegah terjadinya henti jantung di kemudian hari. Alat ini juga dapat menjadi pelindung primer bagi orang yang memiliki irama jantung abnormal meskipun belum pernah mengalami henti jantung.
ICD dipasang di bawah kulit pada dada kiri bagian bawah. Alat ini terdiri dari tiga komponen yaitu generator denyut, leads, dan shocking coil.
Generator denyut berbentuk lingkaran kecil yang berfungsi membaca, mengenali, dan merekam irama jantung serta memutuskan tindakan yang tepat sesuai algoritma pemrograman alat.
Selanjutnya ada leads berbentuk kabel dengan lapisan silikon yang menghubungkan generator ke otot jantung.
Komponen yang ketiga adalah shocking coil yang berbentuk kumparan dan bertugas mengejutkan jantung dengan defibrilasi atau kardioversi sesuai sinyal yang dikirimkan oleh generator.
Alat yang bekerja 24 jam ini dapat diprogram dengan dua opsi. Opsi pertama adalah low-energy pacing yang bekerja secara senyap karena pengguna tidak merasa sakit saat alat ini aktif musabab abnormalitas irama jantung.
Sedangkan yang kedua adalah high-energy shock yang marak digunakan untuk penderita dengan masalah irama jantung yang lebih serius.
Penderita akan merasa sangat sakit seperti ditendang pada dada saat defibrilator pada alat ini bekerja akibat henti jantung. Namun rasa tidak nyaman tersebut hanya terjadi satu detik dan detik berikutnya penderita akan merasa baik-baik saja.
Pemasangan ICD bukan tanpa risiko komplikasi. Komplikasi yang muncul terjadi dibagi menjadi jangka pendek dan jangka panjang.
Pada risiko jangka pendek, infeksi dan reaksi alergi dapat muncul pada saat atau sesaat setelah pemasangan alat.
Selain itu dapat terjadi kerusakan pembuluh darah vena hingga terjadinya perdarahan yang menyebabkan darah dan/atau udara masuk ke rongga dada.
Sementara itu yang termasuk komplikasi jangka panjang adalah rasa nyeri, gangguan kecemasan, erosi pada kulit di sekitar pemasangan alat, serta infeksi saat penggantian generator alat.
Sebelum Eriksen, beberapa pesepakbola profesional yang selamat dari cardiac arrest dan dipasang alat ICD adalah Fabrice Muamba dan Daley Blind.
Kendati pernah mengalami kejadian dan pemasangan alat yang sama, kedua pemain tersebut bernasib berbeda.
Muamba kolaps pada tahun 2012 kala berseragan Bolton Wanderers. Muamba yang sempat ‘meninggal’ selama 78 menit memutuskan untuk pensiun meski telah dipasangkan ICD di tubuhnya.
Sementara Blind bernasib lebih baik. Pada Agustus 2020, Blind sempat tak sadarkan diri di lapangan ketika Ajax Amsterdam beruji coba dengan Hertha Berlin.
Mantan pemain Manchester United tersebut bangkit kembali bahkan kini jadi salah satu pilar andalan tim nasional Belanda di Piala Eropa 2020.
Pertanyaan apakah Eriksen akan melanjutkan karier profesionalnya seperti Blind atau terpaksa pensiun layaknya Muamba terus mengemuka.
Mengingat Eriksen memang salah satu pesepakbola top dunia, wajar bila publik merasa ingin tahu.
Akan tetapi, wajib kita ingat bahwa fungsi ICD yang dipasang di dada Eriksen hanyalah alat bantu dirinya tidak mengalami henti jantung secara tiba-tiba di kemudian hari yang dapat mengancam jiwanya.
Bisa saja kita berharap Eriksen kembali ke lapangan hijau, memamerkan lagi aksinya lewat umpan atau gol-gol cantik bagi Inter atau tim nasional Denmark.
Namun pada titik ini, ada sesuatu yang tak bisa dijangkau kemampuan manusia. Sebab di ruang itulah, Tuhan Yang Maha Esa menentukan cerita hidup umatnya.
Stay strong, Eriksen.