Bagi para penikmat seni peran layaknya sinetron, film atau bahkan teater, istilah antagonis bukan hal yang asing. Ia mengacu pada seseorang yang memerankan tokoh jahat dan kunci dari segala permasalahan yang ada dari sebuah seni peran. Wajar bila kemudian sosok-sosok antagonis ini amat dibenci oleh para penonton karena perilaku mereka yang menyebalkan atau bahkan kejam.
Di kancah sepakbola, rupanya ada juga sejumlah figur yang dianggap antagonis bagi para suporter. Hal ini disebabkan oleh performa pesepakbola yang buruk dan sering merugikan timnya. Misalnya saja melakukan blunder, mencetak gol bunuh diri, dan sering dihadiahi kartu merah.
Di Inggris sana, ada sebuah klub mapan dan punya segudang prestasi bernama Manchester United. Namun tragisnya, dalam beberapa tahun terakhir performa mereka begitu amburadul. Sekadar bersaing di jalur juara saja kepayahan.
Jebloknya penampilan United disinyalir karena hobi mereka ‘memelihara’ pemain-pemain yang kemampuannya semenjana atau bahkan sudah habis lantaran dimakan usia. Phil Jones, Chris Smalling, dan Ashley Young adalah nama yang kerap dicatut fans sebagai useless players. Mujur, The Red Devils akhirnya menemukan pelabuhan baru untuk dua dari tiga pemain di atas, Smalling sekarang merumput di AS Roma sedangkan Young berbaju Internazionale Milano.
Hal itu disambut gembira oleh suporter fanatik United. Terlebih, Ole Gunnar Solskjaer sebagai nakhoda baru mereka juga acap memarkir Jones di bangku cadangan. Setidaknya, kekhawatiran fans bahwa timnya akan beroleh hasil buruk saat tiga nama itu diturunkan kian mengecil.
Apes bagi United, setelah Smalling dan Young cabut dari Stadion Old Trafford guna berkarier di Italia, muncul figur antagonis baru yang gemar membuat fans naik pitam akibat aksi-aksi tak menawan di atas lapangan hijau. Dialah Jesse Lingard dan Andreas Pereira.
Sama-sama berposisi sebagai gelandang, awalnya Lingard dan Pereira dinilai pantas dijadikan figur sentral pada masa yang akan datang. Terlebih, semuanya tampak menjanjikan di periode awal mereka bermain di Stadion Old Trafford. Namun seiring waktu, segalanya berubah drastis. Dua sosok ini bahkan acap dicaci oleh suporter The Red Devils lantaran performa inkonsistensinya.
Didapuk sebagai pelayan dari para striker, baik Lingard maupun Pereira tak mampu menjawab itu dengan cara paripurna. Alih-alih menjadi otak permainan yang lihai, Lingard dan Pereira seolah tak tahu bagaimana caranya mendistribusikan bola dan mencari ruang guna menciptakan peluang.
Kontribusi mereka dinilai minim dalam permainan, lemah dalam mempertahankan bola dan kikuk manakala harus mengambil keputusan di tengah permainan.
Berdasarkan statistik yang dihimpun dari Bolasport dan Opta, Lingard yang musim ini telah berusia 27 tahun tak pernah mencetak gol maupun asis di ajang Liga Primer Inggris. Sosok kelahiran 15 Desember 1992 ini terakhir kali terlibat dalam proses gol (mencetaknya atau memberi asis) di kompetisi liga saat partai Boxing Day kontrak Huddersfield Town tahun 2018 silam.
Artinya, sudah satu tahun lebih Lingard gagal melakukan hal tersebut. Wajar bila cacian fans United seringkali dialamatkan kepadanya. Bahkan mayoritas orang menyebut Lingard sebagai permata yang semakin kusam.
Benar jika Lingard masih sanggup mencetak gol maupun asis di luar kompetisi Liga Primer Inggris, tapi kekecewaan terhadapnya sudah kadung menebal. Apa yang ia persembahkan dirasa tak sebanding dengan nilai gaji yang didapatkanya selama ini yakni sebesar 75 ribu paun per pekan.
Setali tiga uang, Pereira juga bak pesakitan di Stadion Old Trafford. Pemuda berpaspor Brasil ini kerap jadi sasaran kritik suporter The Red Devils gara-gara performanya yang tak semengilap kala berkostum Valencia. Berdasarkan data Transfermarkt, Pereira sudah merumput sebanyak 33 di seluruh ajang tapi baru mengepak 1 gol dan 4 asis.
Dilihat dari kontribusi gol dan asisnya, Pereira jelas lebih lebih baik dari Lingard. Namun di luar itu, ia juga tak meyakinkan. Mengacu pada data WhoScored dari 1444 menit waktu bermain yang dikumpulkannya sejauh ini, Pereira 40 kali kehilangan penguasaan bola. Tidak jarang, hal ini yang memberi kans bagi lawan untuk melakukan serangan balik serta menggetarkan jala David de Gea.
Satu contohnya muncul pada laga versus Sheffield United pada 24 November 2019 silam. Gol yang dibuat striker The Blades, Lys Mousset, bermula dari kesalahan Pereira yang kehilangan bola di sektor tengah permainan.
Ia juga dinilai tampil buruk saat United bertemu Liverpool (19/1) kemarin. Gagal menjadi katalisator permainan, Pereira juga menjadi cemoohan di media sosial akibat insiden tabrakannya dengan rekan setim, Daniel James.
Layaknya tokoh antagonis yang sering mendapat respons negatif dari penonton setiap memamerkan akting jahat atau menyebalkan dalam seni peran, performa Lingard dan Pereira adalah gambaran nyata dari hal tersebut di tubuh The Red Devils.
Setiap kali Lingard dan Pereira tampil buruk, maka seluruh pendukung United akan langsung melontarkan olokan dan kritikan pedas. Maka tak perlu kaget andai melihat nama keduanya seringkali duduk manis di puncak sebagai trending topic.
Ada hal yang membedakan tokoh antagonis dalam seni peran dengan Lingard dan Pereira. Jika para aktor atau aktris yang memerankan tokoh antagonis mampu membuat penonton marah dan sebal, maka ia telah berhasil memerankan tugasnya. Sementara Lingard dan Pereira akan selalu dicaci dan dibenci kalau apa yang mereka pertontonkan di atas rumput hijau hanya menimbulkan rasa cemas, geregetan dan marah.
Ada banyak sekali pendukung United yang menyerukan kepada pihak klub agar dua nama ini tak dipertahankan lebih lama lagi. Melepas mereka dan mencari pengganti lebih baik merupakan opsi yang lebih menjanjikan. Toh, United bukan klub yang sedang krisis keuangan sehingga tak berdaya setiap kali bursa transfer pemain datang menyapa. Asal ada kemauan, pasti ada jalan.