Inter Milan arahan Antonio Conte berhadapan dengan Sevilla asuhan Julen Lopetegui pada pertandingan final Liga Europa, Sabtu (22/8) dini hari tadi. Kemenangan meyakinkan di babak semifinal ternyata tidak cukup bagi I Nerazzurri untuk mengalahkan wakil Spanyol tersebut. Alhasil, Los Nervionenses berhasil menambah koleksi trofi Liga Europa menjadi enam buah.
Pertarungan taktik antara Conte dan Lopetegui berlangsung sangat menarik. Kedua tim berusaha mengganggu bangun serangan lawan dengan blok dan intensitas pressing tinggi. Sebagai konsekuensi, tim yang mampu mencari solusi dan keluar dari tekanan lawan akan memiliki peluang menang yang lebih besar. Di aspek ini, Sevilla sedikit lebih unggul dibandingkan Inter.
Slogan “don’t change the winning team” diterapkan oleh kedua pelatih. Conte menggunakan formasi dan menurunkan pemain yang sama seperti saat menghadapi Shakhtar Donetsk di semifinal. Pun dengan Lopetegui yang tetap menggunakan formasi yang serupa dengan laga sebelumnya. Mantan pelatih Real Madrid tersebut hanya mengganti penyerangnya, Youssef En-Nesyri, dengan bintang kemenangan atas Manchester United, Luuk de Jong.
Secara natural, tumbukan formasi 3-5-2 dengan 4-3-3 menghasilkan situasi sama jumlah di beberapa area. Situasi 3v3 terjadi di lini tengah dan lini depan Sevilla menghadapi lini belakang Inter. Situasi 2v2 tercipta antara lini depan I Nerazzurri kontra lini belakang Los Nervionenses. Namun Sevilla berada di situasi menang jumlah 2v1 di kedua sisi.
Inter berusaha melakukan high pressing buat mengganggu bangun serangan lawan dan mencegah mereka memanfaatkan situasi menang jumlah di kedua sisi. Apalagi pergerakan Lucas Ocampos dan Sergio Reguilon cukup sering menghasilkan gol bagi Sevilla. Inter pun melakukan high pressing dengan orientasi man-to-man.
Romelu Lukaku dan Lautaro Martinez menekan dua stopper Sevilla, Jules Kounde dan Diego Carlos. Gelandang yang turun secara vertikal di antara bek Sevilla akan mendapatkan gangguan dari Marcelo Brozovic. Sementara Nicolo Barella dan Roberto Gagliardini menjaga akses pressing ke gelandang Sevilla yang lain. Lini belakang Inter juga melakukan penjagaan dengan orientasi man-marking.
Di sisi kanan, Barella sering memosisikan diri untuk mendapatkan akses pressing ke Ever Banega dan fullback kiri Sevilla, Sergio Reguilon. Saat bola dioper para stopper ke arah Reguilon, Barella langsung memberikan tekanan ke fullback Sevilla tersebut dengan tetap menutup jalur umpan ke Banega. Saat Banega melakukan kebiasaannya yakni rotasi dengan turun di samping kedua stopper, Barella juga yang kemudian melakukan pressing kepada pemain asal Argentina tersebut.
Lalu, bagaimana Sevilla mencoba keluar dari pressing yang dilakukan anak asuh Conte? Langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan rotasi untuk sedikit menjauh dari akses pressing para pemain Inter. Rotasi ini umumnya dilakukan oleh Banega, Fernando, dan Joan Jordan.
Selanjutnya, beberapa pola digunakan oleh Sevilla untuk memprogresi bola hingga sepertiga akhir dan menciptakan peluang. Kombinasi umpan untuk menemukan orang ketiga atau 3rd man menjadi mekanisme yang sering digunakan. Mekanisme ini biasanya untuk mencari pemain bebas yang menghadap ke gawang lawan sehingga progresi bola menjadi lebih mudah untuk dilakukan.
Jika Inter memilih menumpuk pemainnya di sisi dekat bola untuk mencegah kombinasi umpan yang dilakukan Sevilla, Banega dan kawan-kawan akan menggunakan mekanisme progresi selanjutnya. Saat para gelandang Los Nervionenses melakukan rotasi dan pemain I Nerazzurri terus mengikutinya, sisi jauh biasanya akan menjadi lebih kosong. Skema switch play kemudian akan digunakan untuk melakukan progresi.
Skema bangun serangan yang dilakukan Sevilla tentu berakibat pada fase selanjutnya yakni penciptaan peluang. Setelah berhasil melewati pressing Inter, Sevilla akan meneruskan serangannya dengan mengandalkan sisi sayap.
Untuk memaksimalkan sisi sayapnya, side triangle akan dibuat untuk membebaskan pemain di ruang sayap dengan memanfaatkan ruang di belakang bek. Hal ini dilakukan untuk memaksimalkan crossing yang akan dilepaskan. Saat pemain Sevilla mampu memanfaatkan ruang di belakang bek di ruang sayap, maka bek lawan harus mengantisipasi crossing sambil bergerak melindungi area di belakangnya. Gol pertama Sevilla berawal dari mekanisme ini.
Saat kombinasi umpan di sisi lapangan ini terlihat sulit untuk dilakukan, Sevilla memilih melakukan sirkulasi atau switch play melalui Banega atau Fernando. Jika hasil switch play ini berhasil menciptakan situasi 1v1 di sisi jauh, penerima bola (Ocampos atau Reguilon) berusaha melewati lawannya untuk menciptakan ruang tembak.
Skema kombinasi umpan di sisi lapangan digabung dengan switch play untuk mendapatkan situasi 1v1 di sisi jauh membuat pemain Inter sering melakukan pelanggaran. Pelanggaran yang memberikan Sevilla kesempatan untuk mencetak gol melalui set piece.
Di sisi lain, usaha I Nerazzurri untuk membangun serangan dan keluar dari pressing yang dilakukan Los Nervionenses tidak berjalan terlalu mulus. Skema high pressing dari Sevilla secara umum sama dengan Inter. High pressing dengan orientasi man-to-man juga dilakukan.
Kedua pemain sayap Sevilla, Ocampos dan Suso memberikan pressing pada bek terluar Inter, Diego Godin dan Alessandro Bastoni. Luuk de Jong mengambil posisi awal untuk menempel bek tengah, Stefan de Vrij.
Di lini tengah, Banega akan memberi tekanan pada Brozovic yang sering turun untuk membantu membangun serangan. Jordan dan Fernando, tergantung pada posisi bola, akan menjaga akses pressing ke Barella dan Gagliardini.
Saat membangun serangan dari sisi kiri, biasanya Danilo D’Ambrosio mengambil posisi yang rendah. Berbeda dengan Ashley Young di sisi kanan yang langsung mengambil posisi yang lebih tinggi. Posisi D’Ambrosio yang lebih rendah ini sepertinya memang untuk memancing lawan melakukan pressing. Barella kemudian akan turun untuk menjadi opsi umpan atau bergerak melebar, menarik lawan yang menjaganya dan membuka jalur umpan ke Lukaku.
Sayangnya, Inter tidak bisa melakukan skema bangun serangan ini secara konsisten. Pemain Sevilla cukup apik dalam melakukan pressing. Saat Barella turun untuk menjadi opsi umpan, Fernando atau Jordan akan melakukan penjagaan cukup ketat untuk mencegah gelandang berusia 23 tahun tersebut bebas menerima dan melepas bola.
Saat Barella melebar untuk membuka jalur umpan ke Lukaku, Jordan atau Fernando memilih untuk menutup jalur umpan terlebih dahulu. Saat Barella sudah menerima bola, mereka baru akan melakukan tekanan.
Dalam beberapa momen, De Vrij dan kawan-kawan mampu keluar dari pressing lawan. Hal ini terjadi saat Brozovic atau Gagliardini turun untuk menjadi opsi umpan dengan timing yang tepat. Namun, dengan banyaknya pemain yang terlibat dalam membangun serangan, Inter kekurangan pemain untuk fase selanjutnya.
Umumnya Inter akan langsung memanfaatkan ruang di belakang lini untuk proses penciptaan peluang. Proses ini melibatkan skema separasi gerakan antara Lukaku dan Lautaro. Lautaro akan bergerak turun untuk menarik salah satu bek Sevilla. Gerakan dengan arah yang berlawanan kemudian akan dilakukan oleh Lukaku. Namun, bek Sevilla tampil cukup apik dalam melindungi ruang di depan dan di belakang lininya.
Setelah mencetak gol ketiga, Sevilla sedikit melakukan perubahan skema bertahannya. Anak asuh Lopetegui menurunkan intensitas pressingnya di blok tinggi dan bertahan dengan blok menengah-rendah dengan formasi 4-1-4-1 atau 4-2-3-1. Dengan blok menengah cenderung rendah ini, Sevilla mampu melindungi ruang antar lini dengan cukup baik.
Suso dan Franco Vazquez mengambil posisi awal di ruang apit untuk menutup akses umpan ke ruang antar lini. Banega dan Jordan juga menjaga pemain Inter yang mencoba menempati ruang antar lini, dengan langsung melakukan penjagaan atau hanya menutup akses umpannya. Sementara Fernando menutup jalur umpan ke Lukaku. Perubahan yang makin menyulitkan Inter untuk melakukan serangan dan mencetak gol penyama kedudukan.
Secara taktikal, Sevilla memang terlihat lebih unggul dibandingkan Inter. Dalam hal bertahan maupun menyerang. Perubahan taktik yang dilakukan oleh Lopetegui juga cukup jitu untuk mempertahankan keunggulan. Enam gelar juara yang sudah diraih cukup menjadi bukti bahwa Sevilla selalu mampu tampil istimewa di Liga Europa.