Manchester United versus Manchester City. Jose Mourinho versus Pep Guardiola. Setiap kali The Special One bertarung menghadapi Pep, opini yang muncul adalah pertempuran antara dua juru taktik dengan aliran berseberangan.
Aliran pragmatis, yang tenar dengan parkir bus, menghadapi aliran penguasaan bola yang memomulerkan Juego de Posicion (JdP). Tentang JdP bisa Anda unduh di sini.
Yang menarik untuk dipelajari adalah, sejauh mana keduanya berseberangan. Lalu, adakah fakta di lapangan yang menyatakan Mou dan Pep sangat berbeda?
Dan, yang tidak kalah pentingnya, manakah di antara keduanya yang lebih baik?
Manchester dalam angka
Pep sering memainkan pressing blok tinggi, yang mana gegen(counter)pressing menjadi bagian di dalamnya. Gaya bermain seperti ini membuat Barcelona dan Bayern Munchen, dua klub asuhan Pep sebelumnya, mampu unggul dalam jumlah umpan karena mereka mampu menekan jumlah umpan yang dilakukan lawan.
Pressure, sebagai bagian dari pertahanan, memuat 3 elemen aksi, yaitu tekel, interception, dan pelanggaran. Makin agresif dan segera sebuah tim melakukan pressure kolektif, ada kemungkinan akumulasi 3 elemen tersebut ikut bertambah (walupun tidak selalu sejalan).
Ketiga elemen tersebut, oleh Colin Trainor diistilahkan sebagai aksi bertahan, yang bila dikombinasikan dengan struktur pressing yang tepat bisa memaksa musuh untuk lebih cepat kehilangan bola.
Sepanjang 3 pertandingan awal Liga Primer Inggris 2016/2017, Manchester United mencatatkan rata-rata (mean) Umpan Non-Bola Mati yang diderita Per Aksi Bertahan (UNBMPAB) sebesar 8,51. Manchester Biru mencatatkan skor 4,55. Tim asuhan Pep mampu membuat lawan kehilangan bola dalam setiap 4,55 umpan.
United membuat 90 aksi bertahan di area sendiri, sama dengan City. Namun, untuk aksi bertahan di area lawan, angka City lebih tinggi, yaitu 65 berbanding 54. Secara umum, City mencatatkan UNBMPAB terbaik, sementara United berada di posisi 11.
Pengelolaan fase transisi bertahan
Transisi bertahan merupakan sebuah fase saat sebuah tim kehilangan penguasaan bola. Mourinho pernah menekankan pentingnya transisi bertahan.
“…..The moment the opponent loses the ball can be the time to exploit the opportunity of someone being out of position. Similarly when we lose the ball we must react immediately….”.
Sebagai tambahan bagi yang belum familier, ada baiknya membaca konsep gegenpressing di sini demi mendapatkan gambaran yang lebih baik tentang apa yang akan dibahas.
Dilihat dari sejarah taktik dan gaya bermain kedua pelatih, salah satu praduga yang muncul adalah, saat kehilangan bola, City akan berusaha sesegera mungkin merebutnya, lebih segera ketimbang United. Dengan efisiensi serta kualitas intensitas yang lebih baik.
Benarkah asumsi tersebut, mari kita lihat bersama-sama.
United sedikit lebih unggul dalam merebut kembali penguasaan bola. Mereka mencatatkan recovery dalam 5 detik setelah kehilangan penguasaan dengan 14 banding 12. Bahkan, rata-rata waktu yang dibutuhkan dalam melakukan recovery pun United lebih baik, yaitu 3,180 detik berbanding 4,371 detik.
Sekilas, tim asuhan Mou lebih unggul. Namun, kalau melihat 3 statistik terbawah, jelas bahwa Manchester Biru lebih unggul.
Contohnya jumlah gagal recovery. City mencatatkan gagal recovery sebanyak 71 kali. United jauh lebih banyak, yaitu 95 kali. Kecenderungan Mou untuk lebih berkonsentrasi di blok menengah ketimbang blok tinggi bisa menjadi alasan untuk hal ini.
Saat gegenpressing gagal, United akan lebih segera turun ke bawah untuk merapatkan barisan ketimbang berusaha terus mempertahankan pressure. Selain itu, cara bermain lawan juga memengaruhi jumlah recovery.
Satu contoh saat menghadapi Stoke City. Terutama babak pertama, The Citizen terlihat kesulitan dalam gegenpressing. Kenapa? Karena cara bermain kolektif dan individual pemain-pemain Stoke mempersulit City untuk segera recovery dalam transisi bertahannya.
Bila, ternyata, pemain-pemain City banyak memainkan gegenpressing kolektif, bagaimana United mampu melepaskan diri akan sangat ditentukan oleh seberapa baik mereka menerapkan spacing dan staggering dengan tepat.
Apalagi dengan adanya Paul Pogba yang memiliki teknik individu dan kekuatan fisik hebat, gegenpressing Pep bakal menemui musuh sepadan. Simak kelebihan Pogba berikut ini:
Area penalti
Perhatikan cara Nike Academy melatih kompaksi bertahan di bawah ini:
Perhatikan bagaimana kedua pelatih menekankan pentingnya “mendorong” lawan ke sisi sayap. Kenapa? Karena area tengah merupakan daerah berbahaya yang harus dilindungi.
Dengan mendorong lawan ke sayap dan semakin banyak melepaskan umpan lambung, kemungkinan terjadinya gol mengecil. Jangankan menjadi gol, angka rata-rata ketepatan umpan silang melambung dari sayap tidak lebih dari 15%.
Manchester United era Sir Alex merupakan contoh populer bagaimana memaksimalkan area tengah. Kalau Anda berpikir mereka hebat karena mengandalkan serangan sayap sebagai elemen utama, Anda salah besar!
Performance Analyst (PA) pernah melakukan sebuah studi menggunakan Manchester United musim 1998/1999 sebagai bahan kajian. Skuat United musim tersebut berhasil menjadi treble winner. Ditemukan fakta bahwa lebih dari 80% asis kedua tim berasal dari zona 14 (area tengah dan half-space di depan kotak penalti).
Fakta tersebut membuat PA menyarankan pentingnya mengarahkan umpan dari zona 14 langsung ke dalam kotak penalti (terutama area depan gawang), dikarenakan efisiensinya, ketimbang umpan dari zona 14 yang disirkulasi lebih dulu ke sisi sayap.
Manchester United asuhan Mourinho lebih banyak menerima serangan musuh berupa umpan dari sisi sayap dibandingkan City, yaitu 42 banding 34. Ini menjadi indikasi awal bahwa United lebih banyak memaksa lawan bermain melebar dan melepaskan umpang lambung dari sisi sayap.
Dalam menerima umpan bukan dari sayap – half-space dan tengah ke kotak penalti – keduanya berimbang, walau United unggul tipis, 33 banding 34. Catatan terbaik dimiliki Chelsea. The Blues menderita 15 umpan atau setara dengan 42,86% dari semua umpan yang masuk ke kotak 16.
Dengan angka 34, City hanya berada di peringkat 8 di liga. Namun, The Citizen masuk dalam 3 besar bila dilihat dari persentase umpan non-sayap yang masuk ke area penalti, ekuivalen 50% dari total umpan.
Dengan fakta-fakta di atas, kita bisa katakan United lebih lihai dalam mempertahankan area tengah dan kotak 16. Benarkah? Mari kita lihat lebih dalam ke Area Berbahaya (AB).
Menurut Ted Knutson, pemilik statsbomb.com, tembakan satu sentuhan di AB (dalam posisi bek lawan berkumpul di depan gawang) memiliki Expected-Goal (xG) sebesar 20-25%. Probabilitas ini naik menjadi lebih dari 30 % bila penciptaaan peluang diawali oleh umpan terobosan dan diakhir tembakan satu sentuhan (dalam posisi kiper lebih sedikit perlindungan).
Lawan-lawan City mencatatkan 3 umpan tepat di AB dari 13 usaha atau setara 23%. United menderita sebanyak 3 dari 10 umpan atau setara 30%. Memang, tim-tim seperti City, yang memainkan blok tinggi, secara alami, memiliki kerentanan untuk menerima banyak tembakan.
Nilai lebih City terhadap United dalam hal mempertahankan AB adalah konversi umpan menjadi tembakan yang diderita lebih rendah, dengan persentase 8,82%.
Dari 68 umpan, hanya 6 di antaranya yang dikonversi menjadi tembakan di AB. United memiliki persentase 10,67%. Tim asuhan Mourinho menderita 8 tembakan AB dari 75 umpan ke dalam kotak 16.
Dalam mencegah lawan mencetak gol, United lebih unggul dari City. Catatan xG yang diderita MU lebih rendah, dengan perbandingan 1,61 banding 3,08. Lebih jauh tentang xG, Anda bisa membaca tulisan Michael Caley di SB Nation.
Kualitas umpan
Bila statistik bertahan United sedikit lebih unggul ketimbang City, di area menyerang Pep mampu mengungguli Mourinho. Ada kejutan kecil di sini.
Anda pasti setuju kalau dikatakan Pep merupakan pelatih “gila possession”. Dan, kalau ada yang mengatakan City pasti lebih sedikit memainkan umpan jauh melambung ketimbang Mourinho yang praktis, pun sebagian besar dari kita akan setuju.
City melepaskan 1638 umpan non-bola mati atau 151 umpan lebih banyak dari United. Namun, dalam hal memainkan bola panjang melambung, ternyata anak asuhan Pep lebih sering melakukannya. The Red Devils melepaskan 41 umpan jauh melambung sementara City melakukan 48 umpan.
………………udah, gitu doang.
Sampai 3 pertandingan, nilai area di mana umpan dilakukan oleh United sedikit lebih rendah ketimbang City. United melakukan 22 umpan dari sayap dan 53 umpan non-sayap (70,67%) berbanding 18 dan 69 yang dilepaskan City (79,31%).
Total jumlah umpan City ke area penalti lawan merupakan tertinggi kedua setelah Swansea City! Namun, efisiensi City, selain jauh di atas Swansea, merupakan yang terbaik di liga. Swansea sendiri mencatatkan 41% umpan non-sayap dari total 94 umpan.
Kualitas tembakan
Rasio tembakan Manchester City adalah 0,72 banding 0,28 dan hanya kalah oleh Chelsea. United sendiri berada di peringkat ketiga dengan 0,68 banding 0,32. Untuk Tembakan Area Berbahaya (TAB), rasio The Citizen pun masih lebih baik ketimbang MU. Anak asuh Pep mencatatkan rasio positif 0,70 banding 0,30.
Rasio tembakan merupakan indikasi awal betapa baiknya sebuah tim mengelola (menguasai) pertandingan, sehingga mampu menembak lebih banyak ketimbang lawan. Namun, rasio positif dengan skor (ter)besar tidak berarti banyak bila dilakukan tembakan dilepaskan dari area-area dengan nilai strategis rendah.
Dalam hal kualitas tembakan, Manchester Merah dan Manchester Biru selalu berada dalam jajaran 3 besar. Kedua tim sama-sama mencatatkan 25 tendangan di dalam kotak penalti.
City melepaskan 14 TAB dari 25 usaha, sementara United 17 TAB. Kalah dalam kuantitas, lagi-lagi, City unggul dalam efisiensi. Anak buah Pep Guardiola mencetak 5 gol AB (tertinggi di liga) sementara United 1 gol lebih sedikit.
Bagaimana dengan xG menyerang? Lagi-lagi, United unggul, bahkan, menjadi yang terbaik. Dalam xG (dilakukan) versi Paul Riley, United mengungguli City dengan perbandingan 6,51 banding 5,74. Artinya, kualitas peluang dan gol United lebih tinggi ketimbang City.
Dengan Pep yang punya kecenderungan memainkan blok tinggi dan pressing agresif, tentu xG MU bisa mendapatkan perhatian khusus. Kombinasi Paul Pogba, Juan Mata, dan Zlatan Ibrahimovic, jelas membuat pendukung City berolahraga jantung bila menunjukkan transisi bertahan yang buruk.
Kesimpulan
Walaupun kedua pelatih dikatakan berbeda kiblat, tetapi tidak ditemukan banyak perbedaan dalam catatan statistik keduanya. Apa pun filosofi, strategi, kepercayaan, agama, tanggal lahir, hobi, atau siapa lurahnya, semua pelatih memiliki pandangan yang sama tentang mana area penting dan mana area yang bisa “dikorbankan”.
Baik Jose maupun Pep sama-sama mampu melindungi serta memanfaatkan area penting demi keberhasilan tim.
Permainan United dan City di area penting (kotak penalti dan area tengah) sama-sama berada pada level top. Secara umum, nilai United lebih tinggi dalam statistik bertahan, sementara City unggul dalam statistik menyerang.
Dalam transisi bertahan di mana gegenpressing hadir, keduanya relatif berimbang. City perlu memerhatikan lama waktu yang diperlukan dalam merebut bola secepatnya. Juan Mata, Pogba, atau Henrikh Mkhitaryan merupakan pemain needle yang mampu bergerak cepat dan membahayakan. Telat sedikit, bisa berarti bencana.
Siapa yang menang dalam derby kali ini? saya yakin, yang bikin gol lebih banyak yang jadi pemenangnya.
NB: Data yang digunakan dalam artikel ini diperoleh dari whoscored, Squawka, dan Stats Zone.