Betapa senangnya kita ketika sepakbola Indonesia mulai jalan kembali di tahun 2017 setelah pembekuan PSSI. Itu artinya, Liga Indonesia kembali bergulir menyemarakkan hari-hari masyarakat di tengah kegaduhan politik. Ingatkah Anda dengan para mantan Liga Super Indonesia (sekarang Liga 1) yang sekarang compang-camping? Apa kabar Persema, Persibom, Persibo, dan Persitara?
Kita mulai dari Persema Malang. Tim berjuluk Bledheg Biru ini merupakan saudara tua Arema (jangan tanya Arema yang mana). Namun mereka dianggap tim kelas 2 di Malang karena sering naik-turun kasta teratas.
Hal yang paling diingat adalah sosok Bima Sakti, Irfan Bachdim, dan Kim Kurniawan, serta keinginan manajemen mengubah nama menjadi Malang United di awal 2000-an meski tak disetujui PSSI waktu itu.
Awal kemunduran tim ini adalah ketika memutuskan bermain di IPL tahun 2011. PSSI kemudian memberikan hukuman berat dan tak pernah kembali ke liga teratas sampai sekarang. Kabar terbarunya adalah Persema bermain di Liga 3 dengan pelatih Yusuf Ekodono.
Selanjutnya ada Persibo Bojonegoro. Ada dua hal kontradiktif yang paling diingat atas tim ini, yaitu ketika menjuarai Piala Indonesia 2012 dan kemudian menjadi bulan-bulanan di AFC Cup 2013.
Saat menjuarai Piala Indonesia, Laskar Angling Dharma diuntungkan dengan tidak adanya tim-tim tradisional yang bermain di ISL Karena dualisme PSSI. Kemudian, saat tampil di AFC Cup 2013, Persibo mencatatkan rekor kebobolan di tahap grup sampai sekarang.
Sayangnya, karena Persibo memutuskan tampil di IPL, PSSI memberikan hukuman larangan berpartisipasi di liga teratas setelah selesainya dualisme PSSI (sama seperti Persema). Nasib Persibo sekarang juga sama seperti Persema. Mereka akan mengarungi Liga 3 2017 bersama pelatih I Putu Gede.
Persitara Jakarta Utara. Meskipun berbasis di ibu kota, tim ini jauh dari prestasi. Hanya keikutsertaan selama empat musim di liga teratas dari tahun 2006 hingga 2010 yang dapat dibanggakan.
Laskar Si Pitung sempat terpecah untuk tampil di dua kompetisi, Divisi Utama IPL dan ISL gelaran 2012/2013. Setelah itu, justru Persitara bangkrut tahun 2014 dan tidak mampu melanjutkan kompetisi Divisi Utama 2014, setelah liga bersatu.
Mereka hanya berpartisipasi di Piala Kemerdekaan 2015 di tahun berikutnya. Bahkan Stadion Tugu jadi rusak tak terurus semenjak itu. Kabar terbaru Persitara adalah mereka akan ikut ambil bagian di Liga 3 2017 tetapi belum jelas siapa yang akan menjadi pelatih.
Tim keempat yang akan kita bahas adalah PSAP Sigli. Mungkin ini adalah satu-satunya tim dari Sumatera yang pernah tampil di ISL tetapi tidak jelas rimbanya sekarang. Laskar Aneuk Nagroe hanya bermain satu musim di ISL 2011/2012 setelah mendapat wild card karena masuk 8 besar Divisi Utama musim sebelumnya.
Setelahnya, PSAP hanya berkutat di Divisi Utama sampai tahun 2014 dan dikabarkan bangkrut. Bahkan mereka tidak ikut serta di Liga Torabika 2016. Kabarnya, PSAP akan bermain di Liga Nusantara 2017 meskipun belum ada kejelasan soal komposisi tim dan manajemen.
Tim kelima adalah bekas tim Galatama yang berakhir tragis, PKT Bontang. Tim ini dulunya sangat disegani dan menghasilkan banyak pemain berkualitas dari tim juniornya. Sebut saja Ali Sunan, Bima Sakti, Fachri Hussaini, Djet Donald La’ala, dan Ponaryo Astaman. Belum lagi pemain-pemain yang pernah membela tim ini macam Emile Mbamba, Aris Budi Prasetyo, Marten Tao, dan Firdaus Nyong.
Runner-up Ligina 1999/2000 menjadi prestasi tertinggi PKT sampai saat ini. Sayangnya, terjadi kelimbungan tim medio 2008/2009 ketika Pemkot mengambil alih kepemilikan. Tahun 2011, mereka terdegradasi dari ISL tetapi kemudian memilih untuk tampil di IPL 2011/2012 hingga IPL 2013. Setelahnya, kita tidak pernah mendengar nama PKT lagi di kancah persepakbolaan nasional. Pun tidak ada kabar apakah mereka akan ikut di Liga 3 2017 atau tidak.
Kemudian ada Persidafon Dafonsoro yang mencicipi ISL edisi 2011/2012 dan 2013. Sebagai klub pelat merah, nasib Persidafon mungkin mirip seperti Persitara yang dianggap “anak tiri” oleh pemerintah setempat. Mereka tidak memiliki pendanaan yang cukup, baik dari pemerintah maupun sponsor.
Padahal, Persidafon sempat memikat Eduard Ivak Dalam sebagai tempat berkiprah selepas dari Persipura. Hingga akhirnya Persidafon tidak mampu melanjutkan perjalanan di Divisi Utama 2014. Tahun berikutnya tidak ada geliat Persidafon di persepakbolaan di Indonesia. Mereka mati suri. Hanya ada segelintir pertandingan uji coba di tahun 2015-2016.
Namun kabarnya, Persidafon menyatakan siap bermain di Liga 3 2017 dan sedang melakukan seleksi pemain saat ini.
Sejatinya, ada dua klub eks ISL yang berbeda nasib, yaitu Persiram dan Arema Indonesia. Tanpa bermaksud memancing debat kusir, saya mengkategorikan kedua klub ini ke dalam topik pembicaraan.
Persiram diakuisisi oleh PS TNI (Liga 1) tahun 2016 dan sekarang telah berpindah basis ke Bandung. Bisa dikatakan Persiram sekarang sudah mati. Tidak ada lagi persepakbolaan di Raja Ampat. Di sisi lain, Arema Indonesia adalah klub yang berseteru dengan Arema FC (Liga 1) ketika marak dualisme PSSI.
Untuk saat ini, mungkin masih jauh panggang dari api bagi klub-klub tersebut untuk kembali berlaga di liga teratas, bagi klub yang masih hidup tentunya. Kehadiran mereka di liga teratas tentunya dinanti pendukung setia.
Untuk itu, mereka harus berbenah, dan lebih profesional. Tentu dengan asumsi bahwa tidak ada lagi permasalahan di tubuh PSSI dan stakeholders lain.