Anda sadar ketika kecil, banyak anak yang bermain sepak bola akan berlomba-lomba untuk menjadi penyerang. Ada kepuasan saat mencetak gol dan dielu-elukan. Ada kenikmatan tersendiri menjadi sorotan terkait seberapa banyak gol yang kita ciptakan atau seberapa keren gol yang kita buat dalam satu pertandingan.
Maka dari itu, ketika melihat peran seorang gelandang, apalagi gelandang bertahan, tentu saja bukan posisi yang layak diisi pesepak bola narsis dan tenar macam Zlatan Ibrahimovic atau Alexis Sanchez dan tentu saja Cristiano Ronaldo, yang gemar memasang foto di media sosial dalam tiap kesempatan. Walau tidak bisa disanksikan kalau mereka memang hebat, ya.
Menjadi gelandang bertahan adalah bekerja di belakang layar. Apresiasi memang akan diberikan, namun tidak sebesar porsi yang diberikan terhadap penyerang yang sukses menceploskan banyak gol dan menjadi bintang di tiap laga. Saya kira, banyak yang sudah menulis dan mengkaji mengenai fenomena ini, bukan?
Makanya ketika dalam dua pertandingan Persib di Piala Presiden yang menunjukkan etos kerja luar biasa dari Hariono, saya seketika ingin sekali membuat pujian khusus untuk Mas Har melalui tulisan berikut.
Hariono –seingat saya— datang bersama gerbong Deltras Sidoarjo yang diinisiasi oleh Jaya Hartono bersama dengan Airlangga Sucipto. Itu pun kalau ingatan saya tidak salah, kalau salah, mohon koreksinya. Hariono, seperti layaknya para gelandang bertahan, tidak diberkahi kemampuan visi bermain yang bagus. Umpan-umpannya biasa saja, tidak sebagus Firman Utina atau si arek Suroboyo, Evan Dimas itu.
Di timnas pun, Hariono kerap disandingkan dengan Syamsul Chaeruddin, gelandang bertahan tangguh yang juga menjadi legenda PSM Makassar. Di Sriwijaya saat ini juga ada gelandang bertahan yang postur dan gaya mainnya mirip Mas Har, yaitu Asri Akbar. Mereka bertiga ini, dalam hemat saya, layak disebut sebagai Three Musketeers, perawakan sama, mental petarung semua, dan yang pasti, rambutnya sama-sama gondrong. Keren, bukan?
Namun, tentu saja, karena tulisan ini khusus untuk Mas Har, porsi utama ketokohan dalam konteks ini tetap Hariono. Di laga awal Persib melawan Persiba, memang tidak bisa dibilang Mas Har bermain luar biasa. Karena memang hampir dari semua lini, Persiba kalah telak oleh Persib. Dan dominasi itu tampak pada hasil akhir yang berkesudahan 4-0 untuk Persib. Baru di laga kedua inilah Mas Har menunjukkan kenapa dia layak untuk menjadi tokoh utama dalam tulisan saya.
Dalam laga melawan Persebaya, Hariono bermain luar biasa sekali. Selepas jeda babak pertama, saya sempat berkicau dalam twitter saya perihal peran Hariono untuk mengawal khusus Evan Dimas. Saya membayangkan Hariono menggunakan man-marking ala Claudio Gentile untuk mematikan si arek Suroboyo kesayangan Indonesia ini. Dan nyatanya memang benar. Lini tengah Persebaya yang dimotori anak-anak muda jebolan timnas U-19 seperti Evan Dimas, Zulfiandi dan Ilham Armayn pun mati kutu.
Jangankan Ilham Armayn, Evan Dimas yang menjadi sorotan berita karena sempat trial di Llagostera ini pun dibuat mati kutu oleh Hariono. Ada satu momen di sekitar menit 80-82 (koreksi kalau saya salah) di pertandingan tersebut di mana Hariono mem-pressing dan mengejar Evan Dimas yang membawa bola dari garis tengah hingga mendekati sisi kanan pertahanan Persib. Bola berakhir dengan tekel lugas Hariono dan mematikan Evan Dimas sekali lagi. Kejadian pada menit itu membuat saya terhenyak sekali.
Silakan anda menyebut saya over generalis, namun melihat seorang Hariono dengan sangat determinan mengejar gelandang muda eksplosif sekelas Evan Dimas, saya rasa-rasanya seperti melihat sosok Gentile yang mendampingi Diego Maradona sepanjang laga di Piala Dunia 1982. Tentu saja, saya melihat Gentile hanya melalui Youtube, karena saya jelas belum lahir di tahun tersebut.
Namun, ketika melihat aksi nyata langsung Hariono walau hanya lewat layar kaca, saya sumringah sekali dan tentu saja, bahagia. Sepak bola memang tidak melulu tentang gol dan keindahan. Ada semangat di sana. Ada nafas perjuangan yang kadang hanya bisa kita lihat dalam beberapa momen tertentu di sepak bola. Anda ingat insiden kepala berdarah Bastian Schweinsteiger di final Piala Dunia 2014 lalu? Itu contoh nafas revivalis dalam sepak bola.
Mas Har memang tidak punya prestasi semengkilap Schweini, namun untuk urusan semangat dan determinasi, agaknya bolehlah kita menagpresiasi Mas Har setara dengan Schweini. Dengan sumbangsih Mas Har yang membawa Persib juara Liga musim lalu, boleh sekiranya saya, secara aklamasi memasukkan nama Hariono di barisan gelandang tangguh bersama Fernando Redondo dan Claude Makelele. Tak usah diperdebatkan, Hariono layak berada bersama para pemain hebat ini. Kapan lagi anda bisa dan mampu secara sadar mengapresiasi pemain nasional kita dengan menyandingkannya bersama deretan pemain hebat luar negeri kalau tidak dimulai dari saat ini, bukan?