Di tengah kisruh persepakbolaan nasional dan pembekuan kepengurusan PSSI oleh Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Imam Nahrawi, di Indonesia Timur, tepatnya di kota Makassar, euforia kompetisi justru sedang terasa sangat kuat. Kehadiran Liga Ramadan yang digelar di kota Daeng bagaikan air pelepas dahaga dan udara penyejuk raga bagi para pencinta sepak bola.
Kehadiran Liga Ramadan sebagai kompetisi lokal tahunan yang digelar di Makassar ini selalu dinantikan oleh seluruh masyarakat, terutama penggemar Si Kulit Bulat. Liga Ramadan sendiri telah berjalan selama 13 tahun, tepatnya sejak 2003. Awalnya, kompetisi ini hanya diikuti peserta yang beranggotakan pemain-pemain amatir untuk mengisi kekosongan kegiatan di bulan Ramadan. Selain pemain amatir, Liga Ramadan biasanya juga diikuti oleh ekspemain Persatuan Sepak Bola Makassar (PSM) era 1980-an hingga 1990-an. Nama tim pun ketika itu masih menggunakan nama negara peserta Piala Dunia.
Seiring berjalannya waktu, ada berbagai perubahan dari Liga Ramadan ini. Mulai tahun 2010, jasa para pemain sepak bola profesional mulai dipergunakan. Sebuh saja nama Ferdinand Alfred Sinaga, Zulkifli Syukur, Abdul Rahman, dan pemain lokal Sulawesi Selatan yang saat itu memperkuat PSM. Hal ini terus bertahan hingga saat ini.
Efek penghentian liga bagi Liga Ramadan
Setelah kompetisi resmi di bawah PSSI harus berhenti bahkan ketika belum setengah jalan, kehadiran Liga Ramadan seakan membawa asa bagi stakeholder sepak bola Indonesia. Pesepak bola profesional yang biasanya berlaga di Indonesia Super League (ISL) dan berlabel tim nasional pun memilih ikut kompetisi yang setiap harinya dipadati ratusan hingga ribuan pasang mata ini.
Pertandingan akan semakin ramai ketika tim yang bertanding menghadirkan bintang-bintang muda seperti Evan Dimas Darmono, Paulo Sitanggang, hingga Muchlis Hadi. Pemain yang lebih senior juga ambil bagian, seperti Jajang Mulyana, Diego Michiels, hingga Zulham Zamrun. Kehadiran mereka mampu menyedot perhatian penonton yang tak hentinya berdecak kagum menyaksikan aksi bintang lapangan hijau Indonesia dari dekat.
Pemain asli Makassar dan sekitarnya, seperti Syamsul Chaeruddin dan Rasyid Bakri, juga masih sanggup memesona publik di kampung halamannya sendiri. Ronald Fagundez yang pernah membela PSM saat mengarungi musim kompetisi 2003/2004 hingga 2006 pun ikut ambil bagian dengan membela Khaka FC. Kehadirannya tentu mengobati kerinduan publik Makassar yang sempat mengidolakannya sekitar satu dekade silam.
Tidak hanya pemain, Liga Ramadan juga berhasil menjadi magnet bagi pelatih. Indra Sjafri pun turut hadir memeriahkan Liga Ramadan dengan melatih Bina Marga. Nahusam FC juga diarsiteki salah satu pelatih kenamaan, Tony Ho. Persaingan antarpemain terbaik Indonesia ini tentu menambah gengsi Liga Ramadan. Pertandingan berlangsung ketat dan menarik untuk disaksikan.
Tentu tidak sedikit uang yang dikeluarkan masing-masing tim untuk bisa membentuk tim yang kuat dengan kehadiran pemain bintang. Meski hanya berlabel “tarkam”, namun Liga Ramadan ini sangat sarat akan gengsi. Tentu ada uang ratusan juta rupiah untuk mendapatkan pemain incaran demi menaikkan gengsi dan pamor tim serta akomodasi selama liga berlangsung. Entah apa tujuan pemilik klub hingga berani menggelontorkan dana fantastis untuk sebuah tontonan yang selalu ditunggu-tunggu pencinta sepak bola Makassar ini.
Liga Ramadan selalu membawa cerita berbeda setiap tahunnya. Namun, esensinya tak pernah berubah. Lupakan apa yang menjadi maksud dan tujuan pemilik klub. Apa pun itu, mereka pantas diberi acungan jempol dan diberi apresiasi atas kebaikan hatinya memberikan hiburan rakyat di tengah kerinduan menyaksikan pertandingan sepak bola di tanah air.
Saat ini, Liga Ramadan telah menjelma menjadi sebuah kompetisi yang kompeteitif, berdaya saing, dan jadi ajang pembuktian diri. Turnamen ini tak seperti tarkam kebanyakan yang cenderung hanya menghasilkan output juara saja.
Melihat cara pengelolaannya, pemain dan pelatih yang dihadirkan, pembinaan pemain muda dengan keterlibatan banyak pemain muda berbakat, Liga Ramadan tidak hanya menawarkan sebuah euforia dan hiburan rakyat semata. Liga Ramadan memberikan kebanggaan tersendiri bagi masing-masing pelaku sepak bola di dalamnya termasuk para pemain yang terlibat untuk dapat unjuk kemampuan. Pemain-pemain muda tersebut punya harapan untuk bisa dilirik agar menjadi bagian dari klub sepak bola Indonesia. Ekspos media pun luar biasa demi mengangkat citra produk lokal tersebut.
Dengan semua yang dihasilkan dari liga ini, sangat pantas Liga Ramadan disebut sebagai “tarkam paling prestisius di Indonesia” saat ini.