Mesut Ozil: Simbol Altruisme Manusia

Penulis ingin mengawali tulisan ini dengan ucapan sederhana: selamat Idul Adha, semoga semuanya menjadi berkah untuk semua.

Idul Adha selalu mesra dengan kata “kurban” atau “berkurban”. Kedua kata tersebut mempunyai makna persembahan kepada Allah. Intinya adalah kata “persembahan”, di mana selalu melibatkan “si pemberi” dan “si penerima”, bisa tunggal bisa juga jamak. Di dalam agama, kita diajarkan “memberi lebih baik ketimbang menerima” atau “tangan di atas lebih baik ketimbang tangan di bawah”. Nah, bagaimana dengan sepak bola? Dan, nilai apa yang bisa kita sesapi?

Sepak bola dirayakan dengan banyak rupa, salah satunya adalah gol. Gol merupakan kejadian dalam konteks sebab-akibat, di dalamnya ada ragam “pemberi dan penerima”. Oleh media, “si pemberi gol” (pemahaman umpan dari rekan satu tim) dikonsepkan dengan diksi assists. Pemain yang rajin memberikan assists (biasanya) dikenal sebagai pemain kreatif dan mempunyai wawasan hidup dalam satu tim. Sama seperti berkurban, pemain yang rajin “memberi” termaktub sebagai pemain yang mulia, tidak egois. Ada satu pemahaman yang pas untuk menjadi label pemain jenis ini, yaitu altruisme. Dalam konteks tindakan disebut altruistik.

Altruisme, yang dikonsep oleh Auguste Comte, adalah perhatikan terhadap kesejahteraan orang lain tanpa memerhatikan diri sendiri. Manusia yang hidup dalam konteks altruisme atau altruistik mempunyai untuk menolong, berguna untuk sesama, dan meningkatkan kesejahteran tanpa pamrih atau mengharapkan imbalan. Moralitas altruistik tidak sekadar mengandung kemurahan hati atau belas kasihan. Nilai ini diresapi dan dijiwai oleh kesukaan memajukan sesama tanpa pamrih.

Di Liga Inggris sampai saat ini, Mesut Ozil adalah pemain dengan catatan penciptaan peluang paling banyak dengan catatan 76 peluang tercipta. Di peringkat kedua, David Silva mencatatkan 74 peluang dan di peringkat ketiga duduk Eden Hazard dengan 70 peluang. Pemain-pemain inilah yang hidup dalam konteks altruisme. Mereka lebih bahagia dan puas ketika sudah membantu rekannya mencetak angka ketimbang membuat gol untuk pribadi. Di satu pertandingan, Ozil bahkan memilih men-chip bola diagonal ke arah pemain lain di seberang gawang ketimbang menembak bola secara langsung. Padahal, posisinya sangat terbuka untuk membidik bola ke arah gawang.

BACA JUGA:  Bagaimana Memanusiakan Kembali Lionel Messi?

ozil-see

Insting untuk “berkurban kesempatan” dan “membahagiakan” orang lain adalah pesan istimewa yang bisa kita sesapi dari seorang Ozil. Sebagai produk sosial, terutama di tengah gencetan situasi global, manusia terkadang melupakan sisi humanisnya. Tingginya pasak egoisme dan memetingkan diri sendiri mengalahkan pijakan nurani untuk menengok kesulitan orang lain. Manusia menjadi manusia terasing, yang merasa kelak tidak membutuhkan sesama, bahkan jika sudah mati pun siap mengubur dirinya sendiri.

Di hari yang baik ini, penulis ingin mengajak kita melihat lagi makna “berkurban” dengan bantuan cermin sepak bola. Lapangan hijau mengajarkan banyak bekal asik untuk hidup di kotak sosial kemasyarakatan. Mesut Ozil (dan pemain-pemain lain yang lebih asik mengirim assists) mengingatkan kita arti “bersedekah”. Tidak peduli apa agamamu, “berkurban” dan berani menyandang label altruisme seperti Ozil selalu dibenarkan dan InsyaAllah menjadi petunjuk pintu surga.

Pada akhirnya, manusia adalah makhluk pemberi dan pengasih. Manusia tersesat dalam jejak egoisme dan violence ketika alpa bahwa memberi senyuman dan cinta kasih masih gratis dan ndak perlu bayar. Selamat berkurban, saudaraku. Tuhan Memberkati.

#TeamOzil

NB: Ozil memecahkan rekor setelah memberikan assist keenam dalam enam pertandingan Liga Primer secara berturut-turut saat memberi umpan berbuah gol untuk Kieran Gibbs yang menyamakan kedudukan 1-1 melawan Tottenham Hotspur (8/11).

Komentar
Koki @arsenalskitchen.