Zinedine Zidane, salah satu maestro sepak bola dunia lahir dari Ligue 1 Prancis. Begitu pula Thierry Henry yang menemukan puncak kariernya bersama Arsenal di Liga Primer Inggris. Siapakah calon legenda sepak bola lain yang akan lahir dari liga ini?
1. Thomas Lemar (19 tahun, AS Monaco)
Bakat Thomas Lemar sejatinya sudah tercium sejak dia bergabung dengan SM Caen saat usianya 15 tahun. Memperoleh kesempatan debut dua tahun kemudian saat Caen berlaga di Ligue 2.
Gelandang berbakat ini mulai dikenal di Ligue 1 saat mencetak gol melalui tendangan bebas yang cantik musim 2014/2015. Musim tersebut, Lemar bermain dalam 25 pertandingan dengan total menit bermain 729 menit (rata-rata 30 menit per pertandingan), mencetak 1 gol dan 4 asis.
Catatan bersama Caen tersebut cukup membuat AS Monaco menebusnya dengan mahar empat juta euro musim panas lalu. Didatangkan bersamaan dengan Stephan El Shaarawy, Ivan Cavaleiro, Rony Lopes dan lainnya, nyatanya hanya Lemar yang mampu memberikan kontribusi instan bagi Monaco.
Pemain yang lahir di Guadeloupe ini hanya butuh enam menit untuk mencetak gol debutnya ke gawang Toulouse. Lemar yang saat itu masuk sebagai pengganti di menit ke-59 berhasil mencetak gol dari luar kotak penalti setelah sebelumnya meliuk-liuk melewati bek lawan.
Dari delapan penampilannya bersama Monaco musim ini, Lemar sudah mencetak tiga gol dan dua asis. Dia adalah seorang eksekutor bola mati ulung di mana telah mencetak satu gol dan satu umpan berbuah gol melalui bola mati. Kemampuan lainnya, dia adalah pemberi umpan silang yang handal.
Dengan kemampuan yang dimilikinya, AS Monaco tak terlalu merasa kehilangan telah menjual Anthony Martial.
2. Vincent Koziello (20 tahun, OGC Nice)
Pekan pertama Ligue 1 musim 2015/2016 di Allianz Riviera yang mempertemukan tuan rumah OGC Nice melawan AS Monaco dikejutkan saat seorang pemain mungil –bertinggi badan 168 cm— menjadi pemain inti di kubu tuan rumah.
Meski telah bermain dalam delapan pertandingan musim 2015/2016, melihatnya bersanding dengan Jean Michel Seri dan Nampalys Mendy di lini tengah saat partai pembuka musim tetap saja terasa istimewa.
Skor akhir memang tidak berpihak kepada OGC Nice. Tapi, pelatih Claude Puel punya alasan untuk tersenyum. Vincent Koziello mencatat enam tekel dan empat intersepsi. Kombinasi tekel dan intersepsi terbanyak pada pertandingan itu. Sejak saat itu, sampai sebelas pertandingan berikutnya, pemain bernomor punggung 26 ini selalu menjadi pilihan utama.
Sampai pekan ke-13 Ligue 1, Koziello menjadi pemain di bawah 21 tahun yang melakukan rata-rata tekel terbanyak kedua dengan 3,1 tekel per pertandingan. Pemain yang berulang tahun ke-20 pada 28 Oktober lalu ini juga memiliki kemampuan membantu serangan dengan baik.
Tercatat, Koziello sudah mencetak satu gol dan dua asis dalam 12 pertandingan. Rata-rata umpan suksesnya sebesar 89,7% dan setidaknya melepas satu umpan kunci per pertandingan.
Menjadi gelandang yang memiliki kemampuan bertahan dan menyerang sama baiknya, Koziello menjadi langganan timnas Prancis U-21. Dengan timnas senior disesaki pemain sekaliber Paul Pogba, Blaise Matuidi, ataupun Morgan Schneiderlin, rasanya butuh waktu bagi kita untuk menyaksikan Koziello bermain di Piala Dunia ataupun Piala Eropa bersama Prancis.
3. Karim Rekik (20 tahun, Olympique Marseille)
Karim Rekik menjadi pemain dalam daftr ini yang paling awal menorehkan penampilan senior. Bek muda ini menjalani debut profesional pada musim 2011/2012. Saat itu, Rekik dipinjamkan klubnya, Manchester City, ke klub Championship, Portsmouth. Meskipun tampil impresif bersama Pompey, musim berikutnya pemain asal Belanda ini dipinjamkan City lagi ke klub Championship lainnya, Blackburn Rovers.
Alumnus akademi Varkenoord yang masyhur itu, mendapat pembuktiannya ketika dipinjamkan ketiga kalinya oleh Manchester City ke PSV Eindhoven. Bersama PSV, Rekik menjadi tandem sehati untuk Jeffrey Bruma. Mencatat 31 penampilan di seluruh kompetisi dan mencetak satu gol.
Musim 2014/2015, musim kedua peminjamannya ke PSV, Rekik malah berhasil membawa PSV menjadi kampiun. Saat itu, Rekik mencatat 38 penampilan di seluruh kompetisi dan mencetak satu gol.
Jelang bergulirnya musim 2015/2016, Manchester City menolak meminjamkan Rekik ke PSV untuk musim ketiganya berturut-turut. City justru menjualnya ke Olympique Marseille dengan harga lima juta euro.
Bermain di kompetisi dan negara yang asing bagi dirinya, Rekik tetap mampu menjaga performa. Rekik telah tampil 13 kali di seluruh kompetisi, dan mencetak satu gol.
Rekik adalah bek yang dominan dalam urusan menghalau bola atas. Tercatat, Rekik mampu 2,2 kali menang duel udara per pertandingan. Catatan 1,1 tekel bersih per pertandingan dan 1,6 intersepsi per pertandingan juga membuktikan bahwa Rekik berada di jalur yang benar untuk menjadi bek kelas dunia.
4. Mouez Hassen (20 tahun, OGC Nice)
Mouez Hassen mendapat debut profesionalnya pada musim 2013/2014. Saat itu, meski menjadi deputi David Ospina, Hassen memperoleh tujuh kesempatan di semua kompetisi. Hassen mendapat berkah musim berikutnya karena Ospina pindah ke Arsenal berkat penampilan impresif di Piala Dunia 2014.
Meski Claude Puel mendapatkan Simon Pouplin –kiper yang lebih berpengalaman untuk diplot menjadi pengganti Ospina—, nyatanya Hassen yang tampil sebagai protagonis di bawah mistar gawang Nice.
Kiper keturunan Tunisia ini tampil 31 kali di seluruh kompetisi dan mencatat delapan kali tak kebobolan meski barisan pemain belakang di depannya sering tampil tak stabil. Sebuah catatan impresif untuk seorang kiper berusia 19 tahun tentunya.
Hampir semua atribut menjadi kiper kelas dunia sudah dimiliki oleh kiper bertinggi badan 184 cm ini. Gerak refleks cepat dan memiliki kemampuan shot-stopping yang mumpuni, serta kemampuannya dalam mengomandoi lini belakang Nice dengan baik.
Musim ini, sampai pekan 13, Hassen sudah tampil sebelas kali dan dua kali mencatat clean-sheet. Apabila Hassen mampu konsisten dan memoles kekurangannya, bukan tidak mungkin Hassen dapat mengikuti jejak mantan kiper Nice lainnya yang saat ini menjalani tugas sebagai kapten timnas Prancis, Hugo Lloris.
5. Mario Pasalic (20 tahun, AS Monaco)
Mario Pasalic menjadi sorotan ketika memutuskan bergabung dari Hajduk Split ke Chelsea awal musim 2014/2015. Pasalic yang saat itu merupakan “anak emas” Kroasia memutuskan bergabung dengan klub asal London yang dikenal sulit memberikan tempat untuk pemain muda.
Benar saja, pada musim pertamanya, Pasalic langsung dipinjamkan ke klub La Liga, CD Elche, di mana Pasalic bermain 31 kali dan mencetak tiga gol.
Musim ini, Chelsea meminjamkan Pasalic ke AS Monaco. Debut Pasalic di Monaco tidak berjalan dengan baik, karena Pasalic digantikan pada menit ke-25 karena tertinggal dari tuan rumah, Nice.
Namun, perlahan tapi pasti, pemain yang mengidolakan Frank Lampard ini menemukan tempat inti di Monaco. Sampai pekan ini, Pasalic sudah tampil sembilan kali –dua di antaranya sebagai pengganti—, dan sudah mencetak dua gol.
Pasalic adalah tipikal gelandang box-to-box modern. Banyak yang menyamakan gaya main Pasalic dengan Michael Ballack yang kuat dalam bertahan dan berduel fisik.. Juga memiliki kemampuan membangun serangan yang tak kalah bagusnya.
Tak sedikit pula yang menyamakan gaya main Pasalic dengan kompatriotnya, Luka Modric, karena kemampuan membaca permainannya yang eksepsional. Jalan masih panjang memang, namun setidaknya hal tersebut sudah bisa terlihat dari masuknya nama Pasalic dalam daftar untuk penghargaan Golden Boy tahun 2015.
6. Adrien Rabiot (20 tahun, Paris St. Germain)
Adrien Rabiot sudah cukup dikenal oleh pencinta sepak bola. Kemasyhuran Rabiot sudah terdengar sejak masih berusia 18 tahun. Hampir seluruh daftar wonderkid di dunia sepak bola pasti memberikan satu tempat untuknya. Namun, sudah hampir tiga tahun berlalu, apakah Rabiot dapat memenuhi ekspektasi terhadap dirinya?
Rabiot muncul ke permukaan ketika Carlo Ancelotti memberinya kesempatan dalam tur pramusim 2012/2013. Rabiot mendapat debut profesionalnya musim itu juga bersama PSG, namun pada paruh musim kedua harus merelakan dirinya dipinjamkan ke Toulouse.
Musim 2013/2014, Rabiot tampil 29 kali dalam semua kompetisi, namun sebagian besar masuk sebagai pemain pengganti. Musim berikutnya hingga musim ini berlangsung pun berlalu sama saja baginya.
Rabiot hanya bermain 34 kali di seluruh kompetisi dari awal musim lalu sampai pekan 13 Ligue 1 musim ini. Rabiot sering diplot sebagai pemain pengganti. Rata-rata menit bermain tiap pertandingan Rabiot tidak pernah mendekati 90 menit, bahkan mendekati 80 menit pun tidak.
Lalu, apa yang membuat Rabiot istimewa? Berperan sebagai produk asli di antara pemain mahal di PSG, Rabiot memiliki visi bermain yang menonjol serta penempatan dan kontrol bola mumpuni. Rabiot kerap memberi umpan yang membelah pertahanan lawan. Sayang, tubuhnya kurang kokoh untuk berduel fisik dengan lawan.
Rabiot masih punya waktu untuk memenuhi ekspektasi terhadap dirinya tapi perlu memperoleh menit bermain yang lebih banyak. Jika hanya jadi pelapis Marco Verratti dan Blaise Matuidi, perkembangannya akan stagnan. Pindah mungkin lebih baik untuk perkembangan dirinya.
Selain nama-nama di atas, tentu saja banyak pemain Ligue 1 lain yang masih di bawah 21 tahun yang patut kita tunggu kiprahnya musim ini. Jika ada nama lain yang kiranya layak untuk masuk daftar ini, silakan ditulis di kolom komentar.