Garrincha: Si “Burung Kecil” Berkaki Bengkok

Manuel Fransisco dos Santos barangkali merupakan satu-satunya pemain sepak bola profesional yang pernah dikenal dengan keterbatasan fisik secara nyata. Lahir di Pau Grande, sudut Rio de Janeiro, tulang belakangnya cacat dan membuat kaki sebelah kirinya lebih pendek enam sentimeter daripada kaki kanannnya.

Membuat kakinya sedikit bengkok dan mengalami pertumbuhan yang lambat, sehingga tubuhnya lebih kecil daripada kawan-kawan seumurannya. Jalan pun ia seperti terpincang-pincang.

Fransisco muda mendapatkan nama “Garrincha” dari kakaknya, Rosa dos Santos, “Suatu hari ia pulang dengan seekor burung kecil di tangannya, dan saya berkata; ‘Lihat itu sepertimu dengan lalat yang (mengerubungi) banyak, itu tidak bagus buat garrincha (baca: burung kecil) ini.’ Nama itu akhirnya melekat padanya di sisa hidupnya.”

Menghabiskan masa kecil dengan bermain bola di sudut jalanan yang sempit, Garrincha bergabung dengan Botafogo pada musim panas 1953. Mencetak hattrick pada debut pertamanya serta bermain hebat selama satu musim.

Sayang timnas Brasil tidak memanggilnya pada Piala Dunia 1954 karena dianggap masih “hijau”. Meski begitu ia begitu cepat dikenali karena memiliki gocekan bola yang unik dan memukau. Pujian datang dari segala penjuru, bahkan dari bek yang telah ia pecundangi.

Baru pada Piala Dunia 1958 di Swedia, Brasil memanggilnya untuk melengkapi kepingan formasi yang penuh imajinasi. Bersama Didi, Zagallo, Vava, dan—tentu saja—si bocah ajaib 17 tahun, Pele, mereka tak terbendung menjuarai Piala Dunia pertama bagi Brasil.

“Garrincha benar-benar tak bisa diduga, bahkan bagi kami rekan satu timnya. Tidak ada keraguan lagi bahwa dia adalah kunci kami juara. Tentu saja karena dia memiliki rekan-rekan yang hebat di sekelilingnya, namun tetap Anda tidak bisa mengabaikan bakatnya yang luar biasa,” ujar Zagallo.

BACA JUGA:  Beda Hakan Calhanoglu

Empat tahun kemudian, saat Pele cedera pada pertandingan pertama Piala Dunia 1962 di Chile, Garrincha sendirian mengobrak-abrik lawan dan menjadikannya begitu dikenal. Di perempat final ia membuat bek-bek Inggris kewalahan dan mencetak dua gol.

Di semifinal melawan tuan rumah ia mencetak dua gol lagi dan membawa Brasil juara dua kali berturut-turut setelah mengalahkan Cekoslowakia di final. Garrincha didaulat menjadi pemain terbaik turnamen, mengalahkan mitra legendanya; Pele.

Menghancukan hidup dan kariernya sendiri

Sejak kecil Garrincha memang bukan anak yang pintar. Seperti kebanyakan anak miskin yang mendadak kaya raya, Garrincha terlalu royal dalam menghabiskan uang jerih payahnya.

Suka berpesta hingga pagi dan kecanduan alkohol. Menikah beberapa kali dan menjadi ayah dari 14 anak yang tersebar entah ke mana. Meskipun tabiat pribadinya begitu buruk, publik Brasil tetap menaruh hormat dengan mendedikasikan namanya untuk sebuah stadion; Estadio Nacional Mane Garrincha pada 1974.

Akhir hidupnya, Garrincha jatuh miskin dan menderita kerusakan liver. Ia kemudian meninggal pada 20 Januari 1983.

Si “Burung Kecil” telah terbang bebas ke langit meninggalkan bumi. Meskipun hidupnya penuh masalah, ribuan pendukungnya membawa peti mati Garrincha dan membawanya ke stadion Maracana untuk menerima penghormatan terakhir dari rakyat Brasil. Garrincha dianggap menginspirasi begitu banyak orang—terutama mereka yang memiliki keterbatasan fisik; bahwa tidak ada yang tidak mungkin untuk jadi seorang legenda.

 

Komentar
Lahir di Jogja tapi besar dan belajar cinta sepak bola dari Pelita Solo dan Persijatim Solo FC. Tukang modifikasi dan renovasi kalimat di Indie Book Corner (IBC). Masih bermimpi jadi atlet kayang pertama yang berlaga di UFC World Champion. Biasa nggambleh di @dafidab