“Play to win, enjoy the fun,” adalah kalimat yang sederhana, namun sering luput dari pikiran kita. Bagaimana tidak, ketatnya kompetisi dalam kehidupan membuat kita terlalu bernafsu untuk menang.
Beberapa perusahaan sengaja mencantumkan “siap bekerja di bawah tekanan” sebagai syarat bekerja. Mentalitas ingin menang ini terbentuk, dan kemudian dari “terlalu ingin” menjadi “terobsesi”, dari terlalu “terobsesi” berpotensi menjadi “frustasi”.
Obsesi seperti ini rentan menimpa pesepak bola. Jika sudah terjangkit obsesi yang negatif, perlahan-lahan sisi keindahan dan kesenangan sering dipinggirkan, semata untuk mencapai kemenangan. Ya, hakikat senang dilupakan.
Padahal, banyak pemain sepak bola ternama yang mampu menggapai kesuksesan dengan “filosofi santai”. Mereka mampu membuktikkan bahwa meskipun santai, kesuksesan tetap dapat diraih.
Jika cocok, silakan terapkan filosofi ini dalam kehidupan Anda. Karena ya, siapa bilang sih orang yang santai takkan berhasil?
Fokus seperti Juan Roman Riquelme
Saya selalu percaya bahwa orang yang santai adalah orang yang jenius. Karena tak terbiasa bekerja keras, maka mereka bekerja cerdas. Melatih nalar supaya tajam melihat peluang, atau mencari jalan pintas yang tak dilihat oleh orang lain, adalah cara mereka mengakali kerja keras banting tulang.
Salah satu figur dalam dunia sepak bola yang paling melambangkan “kecerdasan” itu adalah Juan Roman Riquelme.
Zen RS mendefinisikan beliau sebagai lelaki petualang yang tahu betul soal senang-senang. Sementara Isidorus Rio mengatakan beliau seperti karya sastra yang timeless seperti kisah-kisah mendayu-dayu Kahlil Ghibran. D
Gelandang serang asal Argentina ini cukup jarang terlihat turun membantu pertahanan. Bahkan cukup banyak yang memandangnya sebagai pemain malas. Namun memang, Riquelme bermain dalam tempo dan dunianya sendiri. Ia tak bisa dikekang oleh tugas-tugas rumit di atas lapangan.
Kenapa? Ya karena dirinya memang jenius dan mampu mewujudkan imajinasinya untuk kebaikan tim.
Maka Riquelme adalah wujud sempurna dari gambaran santai, namun tetap memikat. Tapi ingat, pastikan Anda mempunyai bakat yang mumpuni apabila ingin bekerja santai, namun tetap sukses seperti mantan pemain Barcelona dan Villareal tersebut.
Juan Roman Riquelme seperti mampu melakukan semuanya dengan mudah.
Tenang seperti Andrea Pirlo
Apa yang akan Anda lakukan di hari terpenting dalam karier Anda sebagai pemain sepak bola? Bagi Andrea Pirlo, hanya ada satu pilihan, yaitu bersantai!
Lewat biografinya yang berjudul I Think Therefore I Play, mantan pemain AC Milan tersebut berhasil membuat saya berpikir bahwa bermain di final Piala Dunia adalah hal yang mudah.
Saat itu tanggal 9 Juli 2006, hari final Piala Dunia 2006 yang digelar di Berlin. Ketika mungkin banyak pemain akan merasakan tekanan laga akbar tersebut, Pirlo justru menyikapinya dengan begitu santai.
“Saya tidak merasakan tekanan. Saya tidak memedulikannya. Siang hari pada tanggal 9 Juli 2006, saya menghabiskan waktu dengan tidur dan bermain PlayStation. Malam harinya, saya bermain dan memenangi Piala Dunia.”
Sebuah respons atas beratnya tekanan laga final yang sukses membuat saya terkekeh kecut. Keseluruhan buku tersebut membuat saya paham bahwa Pirlo adalah seorang yang sangat tenang, dan sangat santai.
Pemain yang lahir di kota Flero, Italia tersebut mengajarkan kita bahwa dengan bersikap tenang, pikiran menjadi terang. Kejernihan berpikir membuat kita mampu melewati banyak tantangan yang penuh tekanan.
Andrea Pirlo begitu tenang, bermain sepak bola seperti tanpa lawan di atas lapangan.
Hijrah seperti Mario Balotelli
Balotelli mungkin belum sampai pada taraf “sukses” seperti Riquelme dan Pirlo. Ia tidak banyak meninggalkan catatan gemilang yang benar-benar bisa dibanggakan. Apabila sukses bersama suatu klub, kisah indah tersebut selalu diiringi dengan kekonyolan dan tindakan-tindakan absurd.
Masih ingat ketika Balotelli hampir membakar kediamannya ketika menyalakan kembang api di dalam rumah? Atau apakah Anda ingat dengan jawaban Balotelli ketika ditanya mengapa ia sempat tak merayakan golnya ketika berseragam AC Milan?
Balotelli menjawab bahwa pekerjaannya sebagai pemain sepak bola tak ubahnya seperti tukang pos. Tidak ada bukan, seorang tukang pos merayakan keberhasilannya mengantarkan surat ke alamat tujuan? Begitulah keabsurdan yang Balotelli tawarkan.
Striker asal Itallia tersebut memang begitu bengal. Namun, dari jawaban dan sikapnya tersebut kita belajar bagaimana menikmati hidup dan memandang sesuatu secara sederhana.
Pernah dianggap sebagai salah satu bakat terbesar Italia, Balotelli pasti hidup dalam tekanan untuk sukses. Ia justru tak ingin tunduk kepada tekanan tersebut. Ia melawannya dengan tindakan-tindakan konyol, namun terasa begitu asli, tanpa kepalsuan.
Bermain petasan sampai hampir membakar rumah sendiri memang bukan perbuatan yang normal. Namun itulah Balotelli, yang menjadi diri sendiri dan tak ingin membuat hidupnya menjadi lebih rumit. Ya meskipun memang pada akhirnya dirinya tetap “kesulitan” karena berhadapan dengan sanksi klub.
Lalu, apakah Balotelli benar-benar pemain yang bengal dan pemberontak? Menurut saya, tidak. Bersama OGC Nice, Balotelli “anteng” saja, tak banyak tingkah dan menunjukkan keisengan yang berbahaya.
Di tengah lingkungan yang mendukung, Balotelli mampu menunjukkan bakatnya sebagai striker tajam dengan kemampuan yang komplet. Begitulah cara Balotelli memandang kehidupan. Ia tak ingin dikekang, namun apabila diterima apa adanya dengan tangan terbuka, ia akan memberikan cinta. Woles.