Bagi seorang atlet, termasuk pesepakbola, ada satu ketakutan yang senantiasa menghantui. Apalagi kalau bukan deraan cedera yang bisa datang kapan saja, entah saat berlatih maupun bertanding. Dan salah satu jenis cedera yang amat dihindari adalah cedera Anterior Cruciate Ligament (ACL) atau dalam bahasa Indonesia disebut ligamen krusiat anterior.
Beberapa bulan lalu, dalam laga Liga Primer Inggris bertajuk Derbi Merseyside yang mempertemukan Everton dan Liverpool, momen mengenaskan menimpa Virgil van Dijk. Bek jangkung asal Belanda kepunyaan The Reds tersebut terpaksa ditarik keluar gara-gara diterjang penjaga gawang The Toffees, Jordan Pickford.
Kejadian itu sendiri membuat van Dijk terpincang-pincang dan ketika pemindaian dilakukan pasca-laga, ia dinyatakan mengalami cedera ACL sebab ligamen lutut kanannya sobek. Van Dijk pun harus menepi dalam sekurangnya enam sampai tujuh bulan karena proses penyembuhan cedera yang satu ini sangat kompleks dan makan waktu. Tak heran bila cedera ini dipandang sebagai momok bagi para atlet.
Lantas, apa itu cedera ACL? Lalu bagaimana penanganannya? Seberapa besar pengaruh cedera ini terhadap kelanjutan karier seorang atlet, khususnya pesepakbola?
ACL adalah ligamen yang menghubungkan dasar tulang paha dengan tulang kering/betis bagian atas. ACL berfungsi untuk menstabilkan pergerakan lutut dan mencegah pergeseran berlebih tulang kering ke depan tulang paha. Ia menopang seluruh pergerakan tubuh yang banyak menggunakan kaki.
Ligamen di sekitar lutut sejatinya tidak cuma ACL. Ada pula Lateral Collateral Ligament (LCL), Medial Collateral Ligament (MCL), dan Posterior Cruciate Ligament (PCL). Namun ACL punya peran yang lebih krusial dibanding ligamen lainnya pada lutut.
Penyebab Cedera ACL
Ironisnya, seperti yang telah penulis jelaskan di paragraf sebelumnya bahwa ACL menopang seluruh pergerakan tubuh yang banyak menggunakan kaki. Penyebab sobek atau bahkan putusnya ACL tak melulu karena kesalahan posisi dalam berlari atau melompat seperti yang biasa dilakukan atlet, khususnya pesepakbola. Tumpuan kaki yang salah saat berjalan (cepat) pun dapat melukai ligamen krusiat anterior.
Faktor yang meningkatkan terjadinya cedera ACL terbagi menjadi dua yaitu faktor internal dan eksternal. Postur tubuh, ketebalan tungkai, fleksibilitas dan kekuatan, morfologi kaki, kekuatan otot hamstring (paha bagian belakang), lebar panggul, dominasi otot quadriceps (paha bagian depan) dibanding hamstring, dan ukuran ACL yang kecil merupakan faktor internalnya. Sementara permukaan lapangan, kompetisi yang ketat, gaya bermain, permukaan sepatu, dan cuaca adalah beberapa faktor yang masuk ke dalam faktor eksternal.
Gejala yang Muncul, Tingkatan Cedera ACL dan Penanganannya
Layaknya cedera lainnya, cedera ACL juga menimbulkan gejala tersendiri bagi penderitanya. Hal yang pertama kali muncul adalah nyeri berat pada lutut hingga terjadinya pembengkakan dalam kurun waktu kurang dari 24 jam. Keadaan ini sendiri membuat penderita susah berjalan. Tak heran kalau para atlet yang dihantam cedera ini mesti dipapah atau bahkan ditandu agar dapat keluar dari arena pertandingan.
Cedera ACL dibagi menjadi empat derajat. Pertama, yakni derajat paling ringan. Kerusakan ACL pada derajat ini tidak sampai membuat atlet atau pesepakbola kesulitan menahan berat tubuhnya. Pada derajat yang kedua, ligamen sudah tertarik atau sobek sebagian sehingga lutut menjadi tidak stabil. Alhasil, penderita mulai kesulitan bergerak.
Pada derajat ketiga, ligamen biasanya tertarik atau sobek sehingga lutut jadi tidak stabil dan penderita dipastikan tak dapat berjalan. Pada derajat keempat, ACL terputus atau lepas dari salah satu tulang yang disambungkannya sehingga penderita tak sanggup berjalan dan menopang berat badannya.
Seperti apa cedera ACL yang dialami pemain American Football di video sebelumnya maupun Virgil van Dijk? Nih, ada videonya dari @WebMD. pic.twitter.com/cJ8NiqbXxg
— fandom.id (@Fandom_ID) October 19, 2020
Penanganan cedera ACL sangat tergantung pada derajatnya. Derajat pertama dan kedua memungkinkan penderita untuk tidak naik ke meja operasi. Atlet hanya perlu beristirahat dalam hitungan hari atau pekan sampai masalah di ACL-nya hilang dan si penderita pulih. Setelah itu, penderita dapat kembali beraktivitas seperti biasa.
Akan tetapi, derajat ketiga dan keempat membutuhkan penanganan khusus. Umumnya, tindakan yang dilakukan adalah operasi guna menyambungkan ligamen yang sobek atau putus. Proses pemulihannya pun membutuhkan waktu lebih lama sebab persentase terjadinya cedera di area yang sama amat tinggi.
Panjang proses penyembuhan pada akhirnya mempengaruhi karier para atlet, terutama pesepakbola. Siapa yang lupa pada energiknya Radamel Falcao saat berkostum FC Porto dan Atletico Madrid. Namun saat dirinya dihantam cedera ACL (kemudian sembuh), penyerang Kolombia ini kesulitan mengembalikan performanya ke titik tertinggi kala merumput untuk Manchester United dan Chelsea.
Theo Walcott dan Zlatan Ibrahimovic pun sempat mengalami fase serupa. Mengembalikan performa dan kualitas sesudah cedera ACL memang bukan perkara mudah. Walcott dan Ibrahimovic sendiri mulai nyaman beraksi sekitar satu setengah tahun pasca-pulih.
Mesti diakui bahwa cedera ACL menimbulkan trauma tersendiri. Bagi atlet, hal tersebut bikin mereka berhati-hati dalam melakukan setiap gerakan, termasuk gerakan-gerakan yang biasa mereka lakoni saat berlatih maupun bertanding. Perasaan tidak lepas inilah yang membuat penampilan mereka terlihat stagnan.
Walau demikian, ada pula pesepakbola yang nasibnya lebih baik. Aksi lebih yahud justru sanggup ditampilkan oleh Alessandro Del Piero, Ruud van Nistelrooy, dan Xavi Hernandez. Ketiganya dapat tampil bagus seusai pulih dari cedera ACL, baik saat mengenakan kostum klub maupun tim nasionalnya masing-masing.
Di Indonesia, cedera yang satu ini menghantui sejumlah bibit muda. Penggawa Garuda Select, Salman Alfarid pada tahun 2019 lalu mengalaminya saat menjalani pemusatan latihan di Inggris. Sementara Ruy Arianto mengalaminya saat berlatih dengan timnas Indonesia U-16 bulan Juli 2020 lalu.
Pertolongan pertama pada indikasi cedera lutut, terutama ACL, pada dasarnya dilakukan untuk mengurangi nyeri dan pembengkakan yang timbul. Mengompres lutut dengan es atau air dingin serta pemberian obat penghilang nyeri dapat dilakukan.
Membalut lutut dengan elastic bandage dan memposisikan lebih tinggi dari perut dengan cara mengganjal bagian bawah lutut, misalnya dengan bantal, dapat memperlambat proses pembengkakan.
Langkah selanjutnya adalah membawa ke fasilitas kesehatan terdekat untuk mendapat pemeriksaan dan penanganan lebih lanjut. Dengan penanganan awal yang tepat, cedera ACL dapat diminimalisasi dampaknya dan diharapkan mampu mempercepat pemulihan akibat cedera tersebut.