Hati saya tergelitik ketika membaca sebuah unggahan di Instagram milik @horabpodcast pada 1 Agustus 2021.
Unggahan tersebut berisi potongan wawancara Ady Setiawan tentang perbedaan antara Coach Shin Tae-yong di tim nasional Indonesia dan Coach Aji Santoso di Persebaya, klub tempatnya bermain saat ini.
Dalam unggahan itu, Ady mengungkapkan bahwa Coach Shin belum begitu paham dengan permainan khas Indonesia.
Sedangkan Coach Aji tidak meminta pemain untuk menempa fisik dengan keras, tetapi enjoy agar pemain dapat mengeluarkan potensinya masing-masing.
Yang semakin membuat saya tertarik dengan unggahan tersebut ialah tanggapan akun @horabpodcast mengenai enjoy yang sempat diungkapkan Ady.
“Yang ada Bahrain bisa enjoy menyerang timnas kalau nggak dikerasin. Yang ada pola makan yang buruk kalau makan favorit diizinkan buat disantap kapan aja. Gawat juga pemain Wakanda kalau nilai bagus buruknya pelatih dari suka marah atau nggaknya.”
Enjoy atau enjoyment sendiri bila diartikan ke Bahasa Indonesia memiliki makna nikmat atau kenikmatan.
Sementara menurut Scanlan dan Simons (1992), kenikmatan dalam berolahraga adalah suatu respons perasaan atau kondisi emosi positif terhadap pengalaman olahraga yang mencerminkan perasaan umum seperti kesukaan, keseruan, dan kesenangan.
Kenikmatan dalam berolahraga bila dihubungkan dengan sepakbola dapat dimaknai sebagai perasaan untuk dapat selalu tampil dalam kondisi terbaik.
Pemain akan menganggap bahwa bermain sepakbola bukan sekadar ‘bersenang-senang’, melainkan juga tentang bagaimana mereka menyukai apa yang mereka jalani sebagai seorang pesepakbola.
Bukan pula anteng berada di zona nyaman atau, ah, yang penting bisa main. Soal bagus atau tidak jadi urusan nanti. Tidak, bukan seperti itu.
Hal tersebut justru akan membuat pemain semakin termotivasi untuk berusaha lebih dan lebih.
Mereka akan meningkatkan upayanya supaya dapat memberikan kemampuan terbaiknya dan lebih berprestasi, lebih giat mempelajari keterampilan-keterampilan baru, serta meningkatkan pola hidup sehat.
Setiap usaha yang mereka lakukan adalah demi mencapai target, baik itu secara individu maupun tim.
Selain itu, menikmati olahraga akan membuat pemain lebih berpartisipasi dalam kegiatan yang berhubungan dengan olahraga yang diikutinya.
Misalnya kalau di sepakbola, pemain akan nyaman berkumpul bersama teman-teman timnya, sering melakukan kegiatan di luar latihan dan pertandingan bersama, menjalani latihan tambahan sendiri, berdiskusi tentang permainannya dengan pelatih, atau bahkan mengikuti seminar yang berhubungan dengan sepak bola.
Sebuah penelitian berjudul Sources of Enjoyment for Youth Sport Athletes membahas tentang bagaimana menikmati olahraga memiliki hubungan yang positif pada peningkatan motivasi berprestasi atlet.
Ketika mereka menikmati olahraga mereka, maka mereka akan memiliki motivasi berprestasi yang kian tinggi.
Mereka akan berusaha mengerahkan kemampuannya dan akan lebih berpartisipasi dalam olahraga yang mereka ikuti.
Lalu bagaimana hubungan antara gaya kepelatihan (coaching style) dengan kenikmatan berolahraga?
Ada banyak penelitian yang membahas tentang gaya kepelatihan dengan kenikmatan berolahraga dan hasilnya adalah pelatih yang demokratis akan lebih meningkatkan level kenikmatan berolahraga pada para pemainnya.
Akan tetapi, bukan berarti gaya kepelatihan yang keras atau otoriter sama sekali tidak dapat diterapkan dalam olahraga. Masih bisa, kok.
Namun alangkah baiknya memang ada kolaborasi antara sikap keras dan demokratis. Hal ini pastinya menyesuaikan dengan level kompetisi yang diikuti tim tersebut.
Misalnya, untuk level kompetisi liga utama yang memiliki persaingan ketat, pelatih lebih memilih untuk bersikap fokus pada pencapaian hasil.
Mereka akan memberikan pelatihan yang ketat, aturan-aturan yang disertai denda apabila melanggar, tetapi juga memberikan dukungan ketika pemain mengalami kegagalan dan mengapresiasi kerja kerasnya.
Gaya kepelatihan seperti ini akan membuat pemain merasa lebih dihargai dan nyaman dengan timnya sehingga meningkatkan kenikmatan mereka dalam menjalankan olahraga yang mereka ikuti.
Nantinya, kalau pun ada banyak aturan seperti tidak boleh tidur di atas jam 10 malam, tidak boleh menyantap makanan yang berminyak atau pedas, pendingin ruangan tidak boleh di bawah 18 derajat, hingga denda yang begitu besar saat melanggar aturan yang telah disepakati, pemain tidak akan merasa kesal.
Mereka justru akan semakin menyadari alasan di balik adanya aturan-aturan tersebut dan enjoy untuk mengikutinya.
Kenikmatan berolahraga tidak seharusnya menjadi alasan untuk tidak disiplin dalam menjaga diri.
Sebagai seorang pemain sepakbola, mereka tentu sadar bahwa tubuhnya adalah aset terbesarnya.
Mereka harus menghargai tubuhnya dengan baik, menjaga asupan yang masuk, pola latihan yang benar, memiliki pengetahuan yang mendukung pengembangan keterampilannya, serta memperhatikan kesehatan mental dirinya.
Karena bagi mereka yang terjun di dunia profesional, sepakbola bukan sekadar olahraga, tetapi juga tentang persahabatan, pembelajaran, dan kehidupan.