Latihan 6v6 Untuk Mengeksploitasi Celah Antarlini Lawan

Konsep 6v6 (3-3 v 3-3) kami gunakan sebagai bagian dari latihan subprinsip model permainan. Lebih spesifik lagi, untuk melatih progresi ke area di celah antarlini pressing lawan di zona 14 (mengenai pembagian zona sebuah lapangan bisa dibaca di sini).

Eksploitasi ruang antarlini.

 

Satu hal yang perlu diperhatikan dalam sesi latihan harian adalah keharusan untuk betul-betul spesifik antara yang Anda terapkan/latih dengan tujuan utama tanpa membuat pemain over-training (terlalu banyak berlatih). Karenanya, peraturan latihan, penyederhanaan kompleksitas, dan peningkatan kompleksitas (complexity-progression) merupakan bagian esensial.

6v6 (3-3v3-3)

Konsep 3-3v3-3 dalam latihan ini terinspirasi oleh 4-2v4-2 milik Diego Simeone. Konsep 3-3v3-3 merupakan salah satu latihan dalam sesi harian yang menjadi bagian dari siklus mingguan (1 minggu 1 pertandingan).

Siklus mingguan ini kebetulan kami rancang untuk persiapan uji tanding yang akan dilakukan H+7 uji tanding internal. Sedianya, sesi ini kami lakukan pada H+3 setelah uji tanding internal.

Menurut pendekatan periodisasi taktik Jose Guilherme Oliveira, idealnya, H+3 berfokus pada subprinsip-subprinsip (subprinciples) pertandingan berikutnya. Dalam praktiknya, kami harus melakukan sejumlah adaptasi dikarenakan pelaksanaan sesi harian yang meleset dari jadwal dan keterbatasan jumlah pemain yang hadir.

Latihan didesain berdasarkan tiga pertimbangan strategis:

  • Kami menggunakan pola dasar 4-3-3 serta lawan yang juga memakai 4-3-3.
  • Dalam permainan posisional, kami membagi lapangan menjadi enam koridor vertikal, yaitu dua di sayap, dua di half-space, dan dua di tengah.
  • Pusat dari latihan ini adalah komunikasi dan koneksi antarlini maupun interlini demi tujuan mengeksploitasi celah di ruang antarlini pressing.
Pembagian koridor vertikal.

Latihan dimulai dengan memainkan bola ke salah satu dari #8 atau #6 (infografis di bawah). Lini yang diisi oleh #6 dan #8 kami namakan lini tengah, sementara lini yang diisi oleh #7, #9, dan #11, kami sebut sebagai lini akhir.

 

Dua lini permainan masing-masing tim.

Pemain-pemain dari lini tengah harus memprogres bola kepada salah satu penyerang yang berada di lini akhir. Pemain di lini akhir yang pertama kali menerima bola dari lini tengah tidak boleh langsung menembakkan bola ke gawang. Si penerima bola harus melakukan umpan horizontal atau diagonal kepada penyerang lain sebelum bola dapat dimasukan ke dalam gawang.

Dengan gawang diletakkan lebih dekat ke half-space, #9 yang berada di tengah akan lebih banyak berperan sebagai konektor antarlini ketimbang penyelesai. Kondisi ini sesuai untuk membiasakan #9 dengan tugasnya ketika tim mencoba melakukan progres serangan ke celah antarlini lawan di zona 14 maupun 11.

BACA JUGA:  Menunggu Hasil Transfer Musim Dingin AC Milan

Kami menugaskan #9 untuk ikut bertindak sebagai “pembuka”. Ia diharuskan masuk ke area #10, di sekitar area tengah, untuk “menarik” bek tengah lawan keluar dari posnya, sekaligus menciptakan ruang bagi kedua penyerang sayap yang masuk melalui half-space.

Peraturan:

  • Tidak ada pembatasan jumlah sentuhan bola bagi pemain dari tim yang menguasai bola.
  • Ketika pemain lini tengah sedang menguasai bola (tim Hijau dalam infografik di atas), pemain di lini akhir dari tim bertahan (tim Merah) tidak boleh melakukan gangguan sama sekali.
  • Masing-masing pemain diizinkan untuk mengokupansi, paling maksimal, dua ruang horizontal terdekat.
  • Tidak ada perpindahan lintaslini.
  • Menciptakan gol mendapatkan 1 poin.

Latihan ini ditujukan untuk melatih:

  • Memancing, serta memanfaatkan celah horizontal di antara pemain lawan untuk mendapatkan jalur progresi ke lini akhir.
  • Eksekusi motorik, seperti umpan cepat satu sentuhan.
  • Penempatan posisi dari sudut pandang “menyerang”, seperti positional play, posisi tubuh saat menerima umpan, penciptaan jalur umpan diagonal, merenggangkan compactness pertahanan lawan, dan lain-lain.
  • Penempatan posisi dari sudut pandang “bertahan”, seperti ruang mana yang harus dilindungi, bagaimana menempatkan lawan di belakang bayang-bayang tubuh (cover-shadow), dan lain-lain.

Poin pelatihan:

  • Komunikasi dan koneksi antarlini.
  • Timing progresi ke celah vertikal.
  • Umpan datar cepat di ruang sempit.
  • Struktur posisional dan prinsip dasar individual (posisi tubuh, sudut pandang, eksekusi, dan lain-lain).
  • Kesadaran pemain akan pentingnya kehadiran (dua ruang) half-space dan (dua ruang) tengah.
  • Kreativitas taktik.
Salah satu momen gol.

 

Dalam sebuah momen, Hijau mencetak gol melalui proses yang cukup taktis. Hijau melakukan sejumlah urutan umpan dan permainan posisional yang sudah semestinya mereka praktikan. Cukup taktis, karena dengan rantai aksi dan reaksi yang bermunculan, #9 mampu mencetak gol. Padahal, dalam momen-momen sebelumnya, #9 tidak melakukan tembakan sama sekali ke gawang.

Dinilai dari sudut pandang kreativitas dalam olahraga kolektif, aksi tim Hijau dalam momen ini merupakan solusi taktik kreatif yang menghasilkan skor bagus untuk kategori novelty (kebaruan) dan flexibility (fleksibilitas).

Dari sudut pandang yang lebih komprehensif, tembakan yang dilakukan oleh #9 Hijau ke gawang bisa dibayangkan sebagai umpan terobosan ke half-space menyasar kepada bek sayap yang overlap dari koridor sayap.

BACA JUGA:  Swiss Bukan Hanya Pegunungan Bersalju dan Cokelat Lezat
Hipotesis penerapan dalam model permainan.

 

Peningkatan kompleksitas (complexity-progression)

Ketika menyusun tulisan ini, saya sedang mengobrol dengan Judah Davies (@1415football), pelatih berusia 19 tahun yang juga analis FC Huddersfield, via Direct Message di Twitter. Kebetulan sekali, beberapa hari sebelumnya, Judah juga menerapkan latihan serupa menggunakan bentuk yang berbeda. Ia memainkan bentuk 4-2 disertai adaptasi pengembangan ke bentuk 2-3-1.

Adaptasi 2-3-1 milik Judah Davies.

 

Perubahan atau adaptasi struktural semacam ini bisa Anda gunakan untuk meningkatkan kompleksitas harian. Yang perlu diperhatikan, pengembangan kompleksitas (perubahan bentuk, jumlah pemain, peraturan, dll.) harus mengacu kepada pusat dari satu sesi harian.

Terkait pengembangan kompleksitas, memainkan 8v8 (3-2-3 v 3-2-3) merupakan alternatif lain yang logis. Sayangnya, karena keterbatasan pemain yang hadir, 3-2-3 belum sempat kami terapkan. Dari sudut pandang koneksi antarpemain, bentuk natural 3-2-3, secara implisit, menempatkan pemain ke dalam banyak formasi segitiga disertai bentuk berlian di tengah-tengah!

Seperti yang juga dikatakan Judah, dalam chatnya: “It (3-2-3) mostly to do with natural triangles in the shape. When you have 2-3-3, you’ve “nominally” got players standing on the same line. With 3-2 that shouldn’t be the case, and, thus triangles.”

Koneksi pemain dalam 3-2-3.

 

Alternatif lain dalam menaikan kompleksitas dari 3-3v3-3, di antaranya, pelatih bisa meminta #7 dan #11 untuk turun ke lini tengah ketika tim kehilangan penguasaan bola. Dengan peraturan ini, terjadi transposisi bentuk dari 3-3 ke 5-1. Opsi lain? Minta pemain Anda melakukan apa yang harus mereka lakukan di dalam pertandingan sebenarnya.

Catatan tambahan

Sampai hari ini, masih banyak orang yang menganggap latihan Small-Sided Game (SSG) sebagai latihan untuk membiasakan umpan-pendek ruang sempit. Pendapat yang tidak salah sepenuhnya, tetapi, menjadi salah telak bila ada yang memandang SSG hanya sebagai media untuk melatih umpan pendek.

Latihan SSG memuat lebih banyak manfaat dari yang dibayangkan. Dengan SSG, Anda bisa sekaligus melatih taktik, pengambilan keputusan, prinsip-prinsip dasar sepakbola, eksekusi teknis, sampai fisik. Dengan kata lain, SSG menghindarkan tim dari latihan yang tidak kontekstual terhadap situasi pertandingan sebenarnya.

Dengan SSG, pengaturan heart-rate (detak jantung) dapat diatur sesuai kebutuhan. Dengan SSG, Anda sedang menyederhanakan kompleksitas pertandingan demi, salah satunya, menghindari berlatih secara berlebihan.

Komentar