Manchester United (MU) sukses memperoleh kemenangan atas rival sekotanya, Manchester City dengan skor 0-1 (21/3) di Ettihad Stadium. Dengan hasil ini, mereka sukses menempel The Citizen dengan selisih satu poin saja di klasemen sementara. Namun ada yang menarik di balik perjalanan MU musim ini.
Pada awal musim, permainan jawara Premier League 20 kali ini cukup bagus. Mereka bahkan sempat menduduki puncak klasemen. Prestasi ini tentu memunculkan kembali optimisme pendukung United akan gelar juara Liga Inggris seperti yang biasa diraih pada zaman Sir Alex Ferguson.
Namun, seiring berjalannya waktu, permainan Setan Merah mulai berubah dari efektif menjadi membosankan. Karena ini pula timbul istilah boring boring United. Secara perlahan, mereka harus merelakan puncak klasemen dan posisi mereka terus turun.
Dan yang lebih menyakitkan, mereka tak mampu untuk sekadar lolos dari penyisihan grup Liga Champions. Meskipun sedikit terselamatkan karena masih menduduki posisi ke-3 klasemen akhir untuk kemudian bisa berlaga di Europa League. United sendiri sudah tersingkir setelah di babak 16 besar takluk dari Liverpool di ajang kasta kedua Eropa ini.
Cederanya banyak pemain disebut-sebut sebagai faktor utama menukiknya prestasi United, setelah awal musim menampilkan performa yang lumayan. Namun, terkadang kita harus bersyukur. Karena bagaimanapun, cederanya banyak pemain inti justru membuat MU sadar potensi dari akademinya.
Nama-nama seperti Marcus Rashford, Jesse Lingard, Cameron Bortwick-Jackson, hingga Guillermo Varela, tentu tak akan kita kenal jika pemain utama United tak cedera. Pemain-pemain muda asli didikan United ini, akhirnya berkumpul dengan nama pemain muda lain yang dibeli pada awal musim, Anthony Martial dan Memphis Depay.
Kehadiran pemain-pemain muda yang diorbitkan LvG ini, juga semakin menambah jelas cap sang meneer sebagai pelatih yang yang menelurkan pemain hebat. Xavi Hernandez dan Thomas Muller contohnya. Meskipun Rashford, Lingard, Bortwick-Jackson, dan Varela belum diketahui bagaimana perjalanan kariernya nanti.
Banyaknya pemain muda yang diorbitkan sang meneer, membuat skuat MU semakin bertumpuk. Ketika semua pemain fit, akan sangat sulit memprediksi siapa yang akan berada di starting eleven dalam pertandingan.
Sebagai contoh, Rashford. Tampil untuk pertama kali di Europa League saat menggantikan posisi Martial yang tiba-tiba cedera, ia kembali diturunkan di partai penting melawan Arsenal (28/2). Semua penonton mungkin antusias karena debut Rashford yang mengejutkan di Europa League. Namun di sisi lain, tentu ini merupakan sebuah kejutan. Bertumpu pada pemain yang masih berusia 18 tahun.
Selain banyaknya pemain yang berada di dalam skuat MU, mereka juga tak bisa diprediksi akan menggunakan formasi apa. Pada awal kedatangannya, LvG sering menggunakan 3-5-2. Lalu pada musim ini, 4-2-3-1, justru menjadi pilihan. Namun, tak berarti formasi lama ditinggalkan. United bisa saja menggunakan formasi berlainan di dua pertandingan berurutan.
Formasi yang digunakan United, mungkin memang kerapkali berubah. Namun, itu masih bisa ditolerir karena yang mengherankan dari United musim ini adalah justru kemampuan mereka memenangkan partai melawan klub rivalnya.
Manchester City berhasil ditundukan. Liverpool juga sempat mereka kalahkan dua kali dari empat pertemuan musim ini. Arsenal bahkan harus menanggung malu karena ulah Rashford, meskipun pada pertemuan pertama mereka menang dengan skor 3-0 (4/10).
Performa menawan United atas klub-klub besar ini yang tak selalu bisa mereka hadirkan ketika berjumpa klub yang levelnya berada di bawah mereka. Seperti saat melawan West Bromwich Albion, di mana mereka menelan kekalahan 0-1. Mereka yang begitu percaya diri berjumpa Liverpool di Liga Europa pun akhirnya juga takluk dari Si Merah.
Labilnya Manchester merah musim ini, mungkin disebabkan banyak faktor. Dari mulai cedera yang mendera, permainan menjanjikan dari para pemain muda, sampai perangai Van Gaal sendiri yang kadang sok sibuk mencatat kala pertandingan, kadang melakukan hal unik seperti saat melawan Arsenal.
Alasan lain yang mungkin diutrakan adalah karena banyaknya pemain muda di skuat, di mana sifat pemain muda ini yang masih labil, membuat The Red Devils juga tak stabil. Mereka bisa saja tampil kesetanan ketika bermain melawan tim besar. Namun, mereka menciut ketika melawan tim yang notabene bukan rival utama.
Jadi, Manchester United musim ini bisa dikatakan seperti bunglon. Mereka labil dan sulit diprediksi. Dari mulai pemain yang berada di daftar pemain inti, formasi yang digunakan, sampai performa mereka di atas lapangan. Kadang banyak yang teriak boring, kadang glory, atau bahkan horny.