Setiap pertandingan olahraga, apapun jenisnya, selalu memunculkan para pemenang dan kubu pecundang. Kalau pada akhirnya ada pihak-pihak yang meraih hasil imbang, nyatanya tak sebanyak mereka yang mereguk kemenangan atau merasakan pahitnya kekalahan.
Dari cabang sepakbola sendiri, setiap pertandingan memiliki kisah dramanya.
Layaknya drama Korea yang digandrungi para perempuan, drama sepakbola acap memacu adrenalin para lelaki yang menggilainya. Drama yang tidak akan pernah habis kendati teknologi mulai ikut campur di dalamnya.
Bagi saya, sepakbola adalah olahraga yang unik. Para pembaca mungkin mengamininya juga.
Sepakbola acap menghadirkan cerita menarik dari setiap pertandingannya. Hal ini persis dengan tagline Fandom.id, “Karena sepakbola tidak selesai dalam 90 menit”.
Ya, selain aksi-aksi yang terjadi selama 90 menit di lapangan, segala hal yang terjadi sebelum dan sesudahnya selalu menarik untuk diikuti.
Siapa yang absen dari pertandingan, apa yang membuat mereka absen, siapa pencetak golnya, mengapa sebuah gol dianulir, siapa yang menjuarai sebuah kompetisi dan masih banyak lagi.
Satu yang pasti, pertandingan sepakbola menyediakan ruang untuk berbahagia dan kecewa.
Selanjutnya, kita bisa menikmati beraneka macam cerita, baik dari yang berbahagia maupun yang merasa kecewa.
Sebagai penggemar sepakbola, sejatinya kita harus menyiapkan diri terkait apapun hasil yang didapat tim kesayangan saat bertanding.
Secara logika, manusia akan lebih mudah menerima hasil-hasil positif, bahkan untuk hasil positif yang tak terduga.
Namun untuk menerima hasil-hasil negatif, seringkali manusia kesulitan buat menerimanya dengan lapang dada.
Manusia kadang terlampau yakin dengan hasil baik yang akan dikantongi tim kesayangannya sehingga lupa dan tak menyediakan ruang andai hasil yang didapat justru berbeda 180 derajat.
Jika melihat dari sisi sepakbola, penggemar akan melakukan apapun untuk meluapkan kekecewaan yang dialaminya.
Yang terbaru, Schalke 04 baru saja dipastikan terdegradasi dari ajang Bundesliga. Fans mereka pun geram bukan main.
Beredar video di media sosial ketika fans Die Konigsblauen mengejar para pemain dari tim kesayangannya sendiri. Padahal keadaan itu bisa membahayakan keselamatan para suporter dan pemain.
Setali tiga uang, ketika tim nasional Indonesia dipermalukan timnas Malaysia pada laga kualifikasi Piala Dunia 2022 di Stadion Gelora Bung Karno beberapa waktu silam.
Suporter yang kecewa mengekspresikan kekecewaannya dengan melempar batu dan botol ke arah tribun yang dihuni fans Malaysia.
Kekecewaan cenderung membesar jika diakibatkan oleh kekalahan dari tim yang dianggap rival.
Sepakbola memang tak bisa dilepaskan dari rivalitas. Kita harus mengakui bahwa hal ini menjadi salah satu faktor yang bikin sepakbola tak selesai ketika peluit panjang ditiup.
Rivalitas yang terus menghiasi sepakbola merupakan cerita indah selalu dinantikan para penggemar.
Menang dari tim rival, atau kalah dari rival bebuyutan akan memberikan efek lebih. Pasalnya, ada gengsi yang dipertaruhkan di sana tentang kubu mana yang lebih unggul.
Di Indonesia sendiri, pertarungan melawan rival selalu diterjemahkan sebagai pertaruhan harga diri.
Tak salah rasanya untuk ‘menikmati’ tensi seperti itu. Apalagi jika melihat sejarah panjang persaingan antarklub yang terlibat.
Sayangnya, mereka yang dikecewakan oleh hasil terlampau berlebihan dalam bersikap.
Mulai dari melakukan penyerangan kepada tim yang bertanding, sampai melakukan tindak vandalisme kepada mereka yang bahkan tidak berkaitan dengan pertandingan.
Sebetulnya wajar jika suporter menyampaikan protes bila timnya mengecewakan. Namun itu harus dibarengi dengan kesadaran bahwa protes tersebut tidak harus mengorbankan orang lain.
Bila manajemen klub jadi sasaran protes, maka fokuskan arahnya kepada mereka saja.
Kecewa adalah hal yang pasti dialami setiap manusia ketika mencintai. Namun bagaimana cara melampiaskan kekecewaan itu yang membedakan manusia satu dengan manusia lain.
“Kita tidak akan dibutakan oleh cinta jika kita mencintai dengan mata terbuka”.
Namanya juga pertandingan, menang dan kalah adalah hal yang umum ditemui. Kritik yang seharusnya dilontarkan adalah kritik yang dapat membangun klub di masa yang akan datang. Kritik yang bisa membuat klub bangkit dari situasi kelam setelah kekalahan.
Tidak ada satupun pendukung sebuah kesebelasan sepakbola yang mau melihat klub kebanggaannya menerima kekalahan.
Namun kekalahan adalah bagian dari permainan. Kekalahan bukan akhir dari segalanya.
Sebaliknya, dari kekalahan itulah sebuah tim dapat memperbaiki segala kekurangannya guna tampil lebih baik pada waktu yang akan datang.
Di sisi lain, fans juga mesti menyadari bahwa menang dan kalah adalah bagian dari pertandingan.
Oleh karenanya, kita harus lapang dada menerima kekalahan pada saat mendambakan kemenangan. Sesederhana itu.